Tim Universitas Lambung Mangkurat (ULM) dengan koordinator pelaksana Prof Dr Ir Danang Biyatmoko, M Si dari Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian (Faperta) dengan anggota Dr Ichsan Ridwan, S.Si, M.Kom (Prodi Fisika FMIPA) dan Masyhudah Rosni, SP, M.Si (Prodi Sosek Faperta) mengembangkan 
penerapan mesin tetas sistem photovoltaic panel surya sebagai suplai daya listrik kontinu mendukung pembibitan itik Alabio di Desa Keraton, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Pengembangan inovasi teknologi tersebut hasil program Produk Teknologi yang Didesiminasi kepada Masyarakat (PTDM) dari Badan Ristek Inovasi Indonesia (BRIN) Jakarta.

Diungkapkan Danang, solusi melalui penerapan produk teknologi mesin tetas sistem photovoltaic panel surya terbukti mampu memperbaiki standar mesin tetas dan meng-upgrade hasil tetas meri itik (dod) sekaligus pendapatan ekonomi dari hasil tetas.  

Hasil aplikasi penerapan melalui uji tetas  dari mesin tetas panel surya menunjukkan peningkatan daya tetas mencapai 71,2 persen lebih tinggi dari sebelumnya dengan banyak kendala listrik sebesar 40 persen.

Kemudian meningkatkan efisiensi biaya listrik sebesar 43,2 KWH sebesar Rp58.406 perbulan dan dengan skala usaha penetasan 300 butir dihasilkan IOFC (Income Over Feed Cost) sebesar Rp1.140.000 per 300 butir.  

Dengan demikian dalam satu kali periode tetas yang berlangsung selama 30 hari dihasilkan pendapatan usaha sebesar Rp1.198.406 perbulan.
Penerapan mesin tetas sistem photovoltaic panel surya pada pembibitan itik Alabio di Desa Keraton. (ANTARA/Firman)


Sedangkan untuk skala usaha ekonomis penetasan dicapai pada skala usaha minimal 1.000 butir telur menggunakan 5 unit mesin tetas skala 200 butir atau 10 unit mesin tetas skala 100 butir.  

Berdasarkan asumsi pendapatan yang dicapai pada skala usaha penetasan telur itik di Desa Keraton tersebut, ungkap Danang, maka dihasilkan pendapatan sebesar Rp3.994.686 perbulan atau berkisar Rp4.000.000 perbulan.

"Sebagai usaha sampingan, disamping usaha budidaya itik jantan pedaging dan petelur konsumsi, maka kontribusi usaha penetasan melalui penerapan mesin tetas sistem photovoltaic panel surya cukup menjanjikan," tuturnya.
Tim ULM dengan koordinator pelaksana Prof Dr Ir Danang Biyatmoko di lokasi pembibitan itik Alabio di Desa Keraton. (ANTARA/Firman)


Diakui Danang, sebelum teknologi tersebut diterapkan usaha penetasan terkendala suplai daya listrik yang tidak kontinu akibat gangguan listrik, terutama pemadaman lampu yang tidak menentu, dengan durasi pemadaman terkadang melebihi 2 jam.  

Kondisi itu menyebabkan embrio telur saat dieramkan di mesin akan mati kedinginan. Seperti yang dialami Sartono pemilik kelompok itik di Desa Keraton.

Upaya antisipasi menggunakan genset selain menambah biaya penetasan, juga peternak harus mengalokasikan waktu lebih banyak dan menjadi tidak efisien. 

Hal ini disebabkan peternak juga harus mengelola usaha itik pedaging dan petelurnya termasuk pemberian pakan, minum, kolekting telur dan pemasarannya, sehingga menjadi kurang efisien.  

Diketahui daya terpasang listrik peternak pembibitan itik (breeder) umumnya rendah berkisar 450-900 VA, sulit untuk membagi keperluan untuk penetasan dengan keperluan rumah tangga.

"Daya tetas telur mesin tetas yang rendah berkisar 40 persen menyebabkan pendapatan dan kesejahteraan peternak breeder itik yang rendah," timpal Danang.

Pewarta: Firman

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021