Pemerintah menegaskan kehadiran negara guna dalam melindungi anak-anak, termasuk yang terdampak pandemi COVID-19, melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2021.
Perlindungan anak-anak di masa pandemi COVID-19 tidak hanya diwujudkan melalui proteksi kesehatan, melainkan juga upaya untuk menciptakan dan memelihara lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang mereka.
"Pandemi COVID-19 ini tergolong situasi bencana, yang pasti berimbas pada kehidupan anak-anak. Melalui PP No 78/2021 tersebut Presiden memberikan arahan bagi semua pihak untuk memastikan adanya langkah ekstra perlindungan pemerintah kepada anak-anak, khususnya dari situasi dan kondisi yang mengancam tumbuh kembang mereka,” papar Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, Senin.
Baca juga: Menko Perekonomian Airlangga minta Kalsel tingkatkan testing dan tracing
Anak, dalam aturan ini didefinisikan sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk yang masih berada dalam kandungan. Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan Khusus bagi Anak tersebut ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 10 Agustus 2021 dan diterbitkan atas dasar dua kebutuhan, yakni kebutuhan sosiologis empiris dan kebutuhan yuridis.
Dari perspektif sosiologis empiris, ada situasi dan kondisi tertentu yang membahayakan diri dan jiwa anak, di mana negara perlu hadir untuk menjamin masa depan mereka.
Baca juga: Menko Perekonomian tinjau pelaksanaan vaksinasi di Kalsel
Termasuk di antaranya anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang dieksploitasi baik secara seksual maupun ekonomi, anak yang menjadi korban perdagangan, dan kondisi-kondisi khusus lainnya.
Adapun, situasi darurat di mana anak perlu perlindungan khusus, contohnya seperti Pasal 1 ayat 2 PP 78 tahun 2021, yaitu ketika anak butuh jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
Setidaknya ada 20 kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus, di antaranya anak korban eksploitasi seksual, anak korban jaringan terorisme, anak korban kekerasan fisik, anak korban perdagangan, dan anak korban dampak bencana, termasuk bencana non alam seperti pandemi COVID-19.
Bentuk Perlindungan Khusus Anak yang diberikan adalah penanganan cepat termasuk pengobatan dan rehabilitasi, pendampingan psikososial, pemberian bansos bagi anak dari keluarga tidak mampu, serta perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
Adapun dari perspektif yuridis, PP ini merupakan amanat dari UU Nomor 35 tahun 2014 mengenai Perlindungan Anak, yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai perlindungan khusus bagi anak melalui pembentukan Peraturan Pemerintah (PP).
Menteri Johnny menyebutkan, terbitnya PP ini adalah bentuk afirmatif komitmen negara dalam melayani kebutuhan perlindungan khusus bagi anak, mengingat masalah perlindungan ini tak bisa diselesaikan secara terpisah.
Penerbitan PP juga memperjelas tugas dan kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga dalam memastikan perlindungan khusus anak secara menyeluruh.
"Tentu saja terbuka ruang bagi masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam memberikan perlindungan. Masyarakat yang memiliki informasi terkait keberadaan anak yatim piatu yang ditinggalkan atau terpisah dari orang tua karena COVID-19, juga dapat melapor ke aparat setempat atau dinas sosial," kata Menkominfo.
"Anak-anak tersebut menjadi tanggung jawab negara. Intinya, kita harus bersama-sama mencegah agar anak tidak menjadi korban dalam situasi darurat, karena mereka adalah masa depan kita,” kata Johnny.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Perlindungan anak-anak di masa pandemi COVID-19 tidak hanya diwujudkan melalui proteksi kesehatan, melainkan juga upaya untuk menciptakan dan memelihara lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang mereka.
"Pandemi COVID-19 ini tergolong situasi bencana, yang pasti berimbas pada kehidupan anak-anak. Melalui PP No 78/2021 tersebut Presiden memberikan arahan bagi semua pihak untuk memastikan adanya langkah ekstra perlindungan pemerintah kepada anak-anak, khususnya dari situasi dan kondisi yang mengancam tumbuh kembang mereka,” papar Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate, Senin.
Baca juga: Menko Perekonomian Airlangga minta Kalsel tingkatkan testing dan tracing
Anak, dalam aturan ini didefinisikan sebagai seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk yang masih berada dalam kandungan. Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perlindungan Khusus bagi Anak tersebut ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 10 Agustus 2021 dan diterbitkan atas dasar dua kebutuhan, yakni kebutuhan sosiologis empiris dan kebutuhan yuridis.
Dari perspektif sosiologis empiris, ada situasi dan kondisi tertentu yang membahayakan diri dan jiwa anak, di mana negara perlu hadir untuk menjamin masa depan mereka.
Baca juga: Menko Perekonomian tinjau pelaksanaan vaksinasi di Kalsel
Termasuk di antaranya anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang dieksploitasi baik secara seksual maupun ekonomi, anak yang menjadi korban perdagangan, dan kondisi-kondisi khusus lainnya.
Adapun, situasi darurat di mana anak perlu perlindungan khusus, contohnya seperti Pasal 1 ayat 2 PP 78 tahun 2021, yaitu ketika anak butuh jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
Setidaknya ada 20 kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus, di antaranya anak korban eksploitasi seksual, anak korban jaringan terorisme, anak korban kekerasan fisik, anak korban perdagangan, dan anak korban dampak bencana, termasuk bencana non alam seperti pandemi COVID-19.
Bentuk Perlindungan Khusus Anak yang diberikan adalah penanganan cepat termasuk pengobatan dan rehabilitasi, pendampingan psikososial, pemberian bansos bagi anak dari keluarga tidak mampu, serta perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
Adapun dari perspektif yuridis, PP ini merupakan amanat dari UU Nomor 35 tahun 2014 mengenai Perlindungan Anak, yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai perlindungan khusus bagi anak melalui pembentukan Peraturan Pemerintah (PP).
Menteri Johnny menyebutkan, terbitnya PP ini adalah bentuk afirmatif komitmen negara dalam melayani kebutuhan perlindungan khusus bagi anak, mengingat masalah perlindungan ini tak bisa diselesaikan secara terpisah.
Penerbitan PP juga memperjelas tugas dan kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga dalam memastikan perlindungan khusus anak secara menyeluruh.
"Tentu saja terbuka ruang bagi masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam memberikan perlindungan. Masyarakat yang memiliki informasi terkait keberadaan anak yatim piatu yang ditinggalkan atau terpisah dari orang tua karena COVID-19, juga dapat melapor ke aparat setempat atau dinas sosial," kata Menkominfo.
"Anak-anak tersebut menjadi tanggung jawab negara. Intinya, kita harus bersama-sama mencegah agar anak tidak menjadi korban dalam situasi darurat, karena mereka adalah masa depan kita,” kata Johnny.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021