LSM Indonesia for Global Justice (IGJ) menekankan pentingnya sinergi antara negara-negara di kawasan bumi Selatan (negara-negara berkembang) untuk mengatasi persoalan ketimpangan akses dan produksi vaksin COVID-19.

"IGJ menyerukan pentingnya membangun kerja sama antara negara selatan untuk kerja sama penelitian, teknologi, dan produksi dalam rangka menghentikan ketimpangan akses vaksin," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Menurut Rachmi, untuk menjamin pemerataan akses terhadap vaksin, obat, dan perawatan medis terkait COVID-19, perlu dipastikan pasokan produksi untuk memenuhi permintaan semua negara di dunia secara merata dengan harga murah.



Hal tersebut, menurut Direktur Eksekutif IGJ, hanya dapat dilakukan dengan membuka persaingan produksi dan harga.

"Selain membuka akses pada Hak Kekayaan Intelektual secara terbuka, yang kemudian harus dilanjutkan adalah membangun solidaritas global melalui berbagi teknologi dan berbagi pengetahuan," papar Rachmi.

Rachmi mengingatkan munculnya beragam varian baru yang akan mempercepat serangan virus, seperti varian Alpha di Inggris, Beta di Afrika Selatan, Gamma di Brasil, dan Delta di India. Varian terakhir sudah menyebar di beberapa tempat di Indonesia, seperti Jakarta.

Dengan virus yang bermutasi, lanjutnya, adalah mungkin untuk meningkatkan kebutuhan vaksinasi lebih dari dua kali.

"Negara-negara maju sedang mempersiapkan vaksin dosis ketiga untuk menangani mutasi virus. Oleh karena itu, target pasokan ke negara berkembang akan tertunda dari jadwal. Untuk itu, memastikan produksi mandiri akan memastikan terpenuhinya kebutuhan vaksin di tengah perebutan pasokan vaksin global hari ini", ujar Rachmi.



Sebelumnya, IGJ juga mendorong  industri farmasi nasional dapat memproduksi vaksin sendiri sehingga ke depan tidak lagi mengandalkan mekanisme impor.

"Saat ini, kita tidak bisa lagi mengandalkan impor. Hal ini karena, situasi pandemi COVID-19 sangat berbeda, di mana produksi dan pasokan sangat langka. Yang dibutuhkan saat ini adalah mendorong agar industri farmasi nasional bisa memproduksi vaksin dan obat-obatan COVID-19 yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia dan global untuk mengakhiri pandemi," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti.

Rachmi menilai bahwa aksi janji donasi ratusan juta dosis vaksin oleh negara-negara kaya yang tergabung dalam G7 kepada negara miskin tidak akan menghentikan ketimpangan akses vaksin yang terjadi saat ini di dunia. Hal ini disampaikan dalam merespons janji G7 yang akan menyumbangkan vaksin sebanyak 1 Miliar dosis vaksin kepada negara miskin hingga  2023.

Ia menegaskan bahwa aksi donasi tersebut hanya akan menimbulkan ketergantungan baru negara berkembang dan miskin atas kontrol produksi dan keuangan negara kaya.

Rachmi berpendapat bahwa permasalahan ketimpangan akses vaksin dan obat-obatan untuk COVID-19 hanya bisa dijawab dengan konsep Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Waiver.

TRIPS Waiver adalah proposal yang diajukan oleh Afrika Selatan dan India dan didukung negara-negara berkembang agar ditetapkan pengabaian dari ketentuan tertentu (paten, rahasia dagang, hak cipta, dan desain industri) dalam perjanjian TRIPS-WTO terkait dengan penanganan, pencegahan, dan pengobatan COVID-19.

Bila proposal itu disetujui diharapkan akan lebih mempercepat proses penanganan pandemi COVID-19, terutama di kawasan negara-negara berkembang.

Pewarta: M Razi Rahman

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021