Mobilitas penduduk Kalimantan Selatan yang menggunakan transportasi umum pada bulan Ramadhan atau sebelum lebaran mengalami penurunan pada dua kondisi, yaitu di awal Ramadhan dan sejak larangan mudik pada 6 Mei.

Meskipun demikian mobilitas ini cenderung tinggi karena sebagian warga sudah mengantisipasi larangan mudik dengan mudik sebelum 6 Mei. Lonjakan mudik terjadi sejak diberlakukannya pembatasan perjalanan dari 22 April hingga 5 Mei. Di sisi lain, mobilitas transportasi umum pada bulan Ramadhan 2021 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2020.

"Pergerakan penduduk melalui moda transportasi umum ini menunjukkan adanya potensi penyebaran COVID-19 antar daerah di Kalimantan Selatan, termasuk penyebaran dari kota ke desa," terang anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D.

Kebijakan larangan mudik selama 6-17 Mei yang diberlakukan pemerintah pusat direspon masyarakat dengan peningkatan mobilitas lokal. Hal ini terlihat dari berkurangnya tren mobilitas penduduk di area pemukiman sejak pembatasan perjalanan dari 22 April.

Tidak hanya itu, mobilitas penduduk di area pemukiman tersebut juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2020.

Penurunan ini mengindikasikan lebih banyak penduduk yang menghabiskan waktunya di luar rumah baik untuk keperluan pembelian sembako dan barang-barang konsumtif persiapan hari raya maupun untuk bersosialisasi dan mendapatkan hiburan.

Kondisi ini menggambarkan ada “lubang besar” potensi penyebaran COVID-19 yang tidak diantisipasi yaitu mobilitas lokal di mana mobilitas ini biasanya meningkat setiap pertengahan Ramadhan hingga liburan lebaran.

Setelah diberlakukannya pembatasan perjalanan dari 22 April, mobilitas penduduk ke pasar tradisional, super market, toko bahan makanan dan apotek mengalami lonjakan tinggi melebihi baseline atau mobilitas dalam situasi normal sebelum pandemi.

Melonjaknya mobilitas yang lazimnya dilakukan oleh ibu-ibu untuk berbelanja kebutuhan pokok dan rumah tangga menimbulkan dampak semakin banyak dan padatnya masyarakat yang berada di pasar tradisional.

Dalam keadaan pasar yang dipenuhi kerumunan sehingga tidak terjaga physical distancing dan jika sebagian pedagang dan pengunjung tidak menggunakan masker, maka ini berpotensi mendorong penyebaran kasus COVID-19 secara lokal baik dalam bentuk klaster pasar maupun klaster keluarga.

Lonjakan mobilitas lokal juga juga terjadi pada jenis mobilitas retail dan rekreasi. Mobilitas ini mendorong meningkatnya kepadatan pengunjung di pusat perbelanjaan, restoran dan kafe, serta tempat hiburan.

Melonjaknya mobilitas retail dan rekreasi pada bulan Ramadhan juga terjadi sejak diberlakukannya pembatasan perjalanan pada 22 April. Ini mengindikasikan adanya masyarakat yang tidak bisa mudik melakukan pengalihan dari mobilitas antar daerah menjadi mobilitas lokal.

Situasi tingginya mobilitas lokal ini merefleksikan besarnya ancaman penularan COVID-19 di Kalimantan Selatan. Permasalahan terungkap tidaknya potensi ledakan kasus tersebut sangat bergantung pada seberapa banyak testing PCR dilakukan dan seberapa cepat mengejar penduduk yang memiliki gejala dan atau pernah melakukan kontak erat dengan pasien COVID-19.

Mobilitas taman pada awal Ramadhan mengalami penurunan secara signifikan. Hal ini tentu berkaitan pada masa awal puasa aktivitas penduduk berkurang dan lebih banyak berada di rumah.

Seiring dengan penyesuaian dan terbiasanya tubuh dengan puasa, serta adanya larangan mudik, maka mobilitas masyarakat untuk mencari hiburan atau rekreasi di tempat-tempat terbuka dan taman-taman umum mengalami peningkatan.

Karena itu tidak aneh jika lapangan-lapangan terbuka di berbagai kota di Kalimantan Selatan mengalami kepadatan pengunjung. Semakin mendekati lebaran semakin banyak masyarakat yang berdatangan ke tempat-tempat tersebut.

Situasi ini tentu sangat riskan akan terjadinya penularan antar anggota masyarakat tersebut, mengingat adanya kerumunan dan kurangnya kesadaran mengenakan masker.

Data “Laporan Mobilitas Masyarakat di Masa Pandemi COVID-19” dari Google ini menunjukkan kecenderungan masih tingginya mobilitas para pekerja dan karyawan di tempat-tempat pekerjaannya.

Idealnya di masa pandemi yang belum terkendali, apalagi di masa bulan Ramadhan, diterapkan minimal 50 persen Work From Home sehingga potensi penularan di perkantoran dan tempat-tempat kerja lainnya dapat diturunkan.

Kondisi tetap tingginya mobilitas di tempat kerja pada bulan puasa yang berpadu dengan melonjaknya mobilitas sembako, retail dan rekreasi, serta mobilitas taman, maka terjadi lonjakan mobilitas lokal di tengah larangan mudik.

Situasi ini sangat ironi karena tingginya mobilitas lokal sama berbahayanya dengan mobilitas antar daerah dan antar pulau.



Mobilitas tinggi di Kalsel dan Kalteng

Perubahan mobilitas di berbagai daerah secara nasional memiliki tren yang sama, yaitu menurun di awal Ramadhan meningkat kembali sejak pembatasan perjalanan. Begitu pula mobilitas pada Ramadhan atau sebelum lebaran tahun ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mobilitas di tahun 2020.

Melonjaknya mobilitas transportasi umum sejak adanya pembatasan perjalanan menunjukkan respon dan persepsi masyarakat yang sama akan adanya larangan mudik. Yaitu mereka memanfaatkan waktu mudik duluan sebelum pintu mudik ditutup.

Adapun peningkatan mobilitas transportasi umum di Kalimantan Selatan lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan mobilitas nasional. Sementara laju mobilitas provinsi tetangga, Kalimantan Tengah jauh lebih tinggi lagi.

"Kondisi ini harus diwaspadai terutama mobilitas warga antar daerah Kalsel dan Kalteng yang cukup tinggi. Jika tidak akan terjadi saling menyemai bibit virus di kedua provinsi ini," terang Taqin.

Perlu dipahami, mobilitas Kalteng lebih tinggi dari Kalsel tidak berarti mobilitas penduduk di Kalteng lebih besar dibanding Kalsel. Indeks yang lebih tinggi hanya menunjukkan keterkaitan perubahan mobilitas dengan wilayahnya sendiri bukan dengan wilayah lain.



Potensi ledakan kasus setelah Lebaran

Taqin mengatakan setelah Ramadhan 2020, pertumbuhan kasus COVID-19 Kalsel bertambah sebanyak 303 kasus baru dalam seminggu atau 64 persen dari total kasus baru yang terjadi di bulan puasa. Satu bulan sejak lebaran, jumlah kasus baru bertambah sebanyak 2068 kasus atau 4,34 kali lipat dari kasus baru di bulan Ramadhan.

Pengalaman tahun lalu tersebut menunjukkan adanya penularan massif atau ledakan kasus COVID-19 paska lebaran. Adapun potensi ledakan kasus paska lebaran tahun 2021 jauh lebih besar. Berikut alasannya;

Pertama, secara umum mobilitas penduduk sebelum lebaran di tahun 2021 jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2020.

Kedua, terdapat peningkatan dramatis mobilitas antar daerah dan antar pulau sebelum waktu larangan mudik 6-17 Mei 2021.

Ketiga, pembatasan perjalanan dan larangan mudik direspon masyarakat dalam bentuk peningkatan mobilitas lokal.

Keempat, jumlah kasus konfirmasi di bulan Ramadhan 2021 sebanyak 3.310 kasus atau 7 kali lipat kasus di bulan Ramadhan 2020.

Kelima, tingkat kedisiplinan warga dalam menerapkan protokol kesehatan masih rendah, sehingga setiap terjadi peningkatan mobilitas akan diikuti dengan bertambahnya kerumunan sehingga tidak terjaga physical distancing serta banyaknya warga yang tidak mengenakan masker.

Meskipun potensi ledakan kasus dan penularan tinggi, di atas kertas kasus yang tercatat akan sangat bergantung pada testing dan kemauan masyarakat untuk memeriksakan diri dan melapor ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.

Pewarta: Firman

Editor : Gunawan Wibisono


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021