Sejuk pepohonan yang membentuk kanopi, menepis terik siang itu. Berpijak di area serupa hutan ini, mungkin tak pernah terbayang, jika dulunya merupa area tambang.
Siang itu, Rabu (5/5), kami kembali berkunjung untuk kesekian kali ke area bekas tambang pertama PT Adaro Indonesia di Kota Paringin, Kabupaten Balangan.
Wilayah yang secara perlahan menjadi pusat studi, sekaligus pengembangan demplot paska tambang Adaro.
Tantangan besar berupa pengelolaan void (kolam bekas lubang tambang) dengan pola kemiringan khas pengambilan batu bara Adaro, serta upaya pengembalian kesuburan tanah, kata Compliance and Reporting Section Head pada HSE Department Adaro, Dodik Choiron, merupa yang terberat.
Pasalnya, ujar Dodik posisi batubara Adaro yang miring membuat penanganan pada voidnya berbeda dengan tambang yang lain.
"Tentunya, tingkat keasaman tinggi tanah area tambang," ujarnya.
Namun, tantangan itu lantas dijawab melalui serangkaian riset tanah, dan pemantauan intens terhadap bentukan ekologi yang perlahan sudah berlangsung.
Dalam laporan triwulan pertama 2021 mengenai perkembangan demplot terintegrasi kawasan paska tambang Adaro seluas 62 ha dengan tiga model pengembangan, darat, danau dan lahan basah.
Melebihi Target. Sambil melihat langsung sejumlah kawasan pengembangan demplot paska tambang terutama wilayah danau dan lahan basah melalui habitat buatan dengan sistim floating agriculture,.
" Kemarin kita tanami padi juga dsini, sudah dipanen," ujar Saifuddin, petugas lapangan yang turut mendampingi siang itu.
Sistem ini merupakan model terpadu pemanfaatan danau pasca tambang yang terdiri dari aspek restorasi ekologis untuk biota air, pertanian terapung dan model sumberdaya energy terbarukan yang dilengkapi sistem pemantauan kualitas air secara telemetri.
Menurut Dodik Choiron, saban tahunnya target yang dibebankan pada Adaro melalui kementerian terkait untuk penghijauan area reklamasi, tak kurang dari 400 ha.
"Kita selalu penuhi target itu, bahkan pernah melebihi dari target yang ditetapkan," ujarnya.
Setiap tahunnya, lanjut Dodik, implementasi dan pengembangan projek reklamasi yang beriringan dengan persiapan paska tambang, terus disampaikan pada Kementerian Minerba, di daerah pun demikian, laporan itu juga disampaikan.
Ke depan, terang Dodik, pengelolaan void menjadi konsentrasi utama, selain pengelolaan pada aspek lainnya yang terus berjalan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Siang itu, Rabu (5/5), kami kembali berkunjung untuk kesekian kali ke area bekas tambang pertama PT Adaro Indonesia di Kota Paringin, Kabupaten Balangan.
Wilayah yang secara perlahan menjadi pusat studi, sekaligus pengembangan demplot paska tambang Adaro.
Tantangan besar berupa pengelolaan void (kolam bekas lubang tambang) dengan pola kemiringan khas pengambilan batu bara Adaro, serta upaya pengembalian kesuburan tanah, kata Compliance and Reporting Section Head pada HSE Department Adaro, Dodik Choiron, merupa yang terberat.
Pasalnya, ujar Dodik posisi batubara Adaro yang miring membuat penanganan pada voidnya berbeda dengan tambang yang lain.
"Tentunya, tingkat keasaman tinggi tanah area tambang," ujarnya.
Namun, tantangan itu lantas dijawab melalui serangkaian riset tanah, dan pemantauan intens terhadap bentukan ekologi yang perlahan sudah berlangsung.
Dalam laporan triwulan pertama 2021 mengenai perkembangan demplot terintegrasi kawasan paska tambang Adaro seluas 62 ha dengan tiga model pengembangan, darat, danau dan lahan basah.
Melebihi Target. Sambil melihat langsung sejumlah kawasan pengembangan demplot paska tambang terutama wilayah danau dan lahan basah melalui habitat buatan dengan sistim floating agriculture,.
" Kemarin kita tanami padi juga dsini, sudah dipanen," ujar Saifuddin, petugas lapangan yang turut mendampingi siang itu.
Sistem ini merupakan model terpadu pemanfaatan danau pasca tambang yang terdiri dari aspek restorasi ekologis untuk biota air, pertanian terapung dan model sumberdaya energy terbarukan yang dilengkapi sistem pemantauan kualitas air secara telemetri.
Menurut Dodik Choiron, saban tahunnya target yang dibebankan pada Adaro melalui kementerian terkait untuk penghijauan area reklamasi, tak kurang dari 400 ha.
"Kita selalu penuhi target itu, bahkan pernah melebihi dari target yang ditetapkan," ujarnya.
Setiap tahunnya, lanjut Dodik, implementasi dan pengembangan projek reklamasi yang beriringan dengan persiapan paska tambang, terus disampaikan pada Kementerian Minerba, di daerah pun demikian, laporan itu juga disampaikan.
Ke depan, terang Dodik, pengelolaan void menjadi konsentrasi utama, selain pengelolaan pada aspek lainnya yang terus berjalan.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021