Badan Usaha Milik Negara PT. Pertamina (Persero) melalui Program Kemitraan mendukung penuh upaya pelestarian budaya lokal menjadi produk usaha mikro kecil dan memengah (UMKM) yang Go modern dan Go digital, sehingga produk tersebut jadi ciri khas daerah dan banyak dikenal, sekaligus membuka peluang lapangan pekerjaan masyarakat sekitar.
Senior Vice President Corporate Communications & Investor Relations Pertamina, Agus Suprijanto, mengatakan, salah satu tujuan UMKM adalah menciptakan lapangan kerja dan pemerataan ekonomi dari tingkat yang paling kecil.
"Konsep usaha berbasis sociopreneur ini dapat membantu upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan yang ada di Indonesia dan menjadi pahlawan ekonomi,” ujar Agus, melalui siaran pers.
Dikatakan, Pertamina juga akan membantu UMKM untuk naik kelas menjadi UMKM unggul dan mandiri melalui beberapa tahapan. Seperti membantu dapat pengurusan izin usaha atau sertifikat lain sehingga UMKM dapat naik kelas dan mandiri.
"Ini sebagai implementasi Goal 8 Sustainable Development Goals (SDGs). Diharapkan dapat membantu masyarakat mendapat pekerjaan yang layak dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” terangnya.
Salah satu mitra binaan Pertamina, Kinday Limpuar Sasirangan yang berbasis di Kelurahan Gambut, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Aya Sofia, mengatakan, pihaknya memulai usaha mengolah kain Sasirangan.
"Saya sudah punya keahlian menjahit dan menggambar. Akhirnya tahun 2017 mulai tertarik dan serius memulai usaha ini,” ujar Sofia.
Keahlian itu langsung diterapkan untuk memproduksi kain Sasirangan. Motif kain etnik dari suku Banjar ini mempunyai motif jelujur atau garis-garis vertikal dari atas ke bawah yang memanjang. Benda-benda alam di Kalimantan Selatan menjadi landasan gambar motif tersebut.
“Tiap motif dapat dipakai oleh seluruh masyarakat tanpa ada perbedaan dan pelanggaran terhadap adat istiadat Suku Banjar,” imbuhnya.
Sofia bercerita, Sasirangan sendiri berasal dari kata Bahasa Banjar, yaitu sirang yang berarti menjelujur. Motifnya dibuat dengan jahitan dengan teknik jelujur. Kemudian jelujur ditarik atau disisit agar pewarna tidak masuk dalam pola.
”Inilah keunikan kain Sasirangan, motif didapat dari kain yang tidak terkena pewarnaan,” jelas Sofia.
Setelah itu barulah masuk proses finishing. Kain diwarna 2-3 kali, lalu dibilas dan dijemur. Kain pun siap dipajang dan digunakan untuk berbagai macam mode fashion.
Sofia mematok harga produk mulai dari kisaran Rp100 ribu hingga paling mahal Rp 800 ribu. “Harga jual produk berbeda tergantung jenis kain. Ada kain katun, sutra, dan primissima. Kerumitan motif, ada motif klasik dan motif modern. Serta pewarnaan, menggunakan pewarna alam dan sintetis,” jelas Sofia.
Dengan patokan harga tersebut, Sofia mampu memberdayakan masyarakat sekitar untuk ikut membantu produksinya. Setidaknya terdapat 2 karyawan tetap, dan 5 karyawan lepas yang ikut membantunya sehari-hari. Mereka merupakan tetangga sekitar rumah Sofia di mana mayoritas adalah para ibu rumah tangga.
Dalam hal pemasaran, jangkauan penjualan produk Sasirangan miliknya sudah cukup luas. Baik di sekitar wilayah Kalimantan Selatan sendiri, maupun berbagai wilayah di Indonesia. Media yang dipakai juga cukup beragam.
Mulai dari pemasaran dari mulut ke mulut hingga beberapa upaya Go Digital lewat media sosial @sasirangankindaylimpuar. Terutama semenjak menjadi mitra binaan Pertamina. Produk karyanya makin dikenal orang.
“Sejak menjadi binaan Pertamina pada tahun 2018. Kinday Limpuar Sasirangan mulai dikenal, semakin banyak kenalan dan relasi yang ditemui. Modal pinjaman dapat dimanfaatkan secara optimal. Saya sangat berterima kasih kepada Pertamina atas bantuan ini,” tuturnya.
Sofia berharap, di bawah binaan Pertamina, bisnis yang digeluti bisa terus berkembang. Terutama targetnya adalah agar Go Global. Mengenalkan budaya Kalimantan yakni kain Sasirangan ke kanca internasional. Dengan begitu, dapat turut mengangkat budaya Indonesia lebih banyak dikenal bangsa lain.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
Senior Vice President Corporate Communications & Investor Relations Pertamina, Agus Suprijanto, mengatakan, salah satu tujuan UMKM adalah menciptakan lapangan kerja dan pemerataan ekonomi dari tingkat yang paling kecil.
"Konsep usaha berbasis sociopreneur ini dapat membantu upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan yang ada di Indonesia dan menjadi pahlawan ekonomi,” ujar Agus, melalui siaran pers.
Dikatakan, Pertamina juga akan membantu UMKM untuk naik kelas menjadi UMKM unggul dan mandiri melalui beberapa tahapan. Seperti membantu dapat pengurusan izin usaha atau sertifikat lain sehingga UMKM dapat naik kelas dan mandiri.
"Ini sebagai implementasi Goal 8 Sustainable Development Goals (SDGs). Diharapkan dapat membantu masyarakat mendapat pekerjaan yang layak dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” terangnya.
Salah satu mitra binaan Pertamina, Kinday Limpuar Sasirangan yang berbasis di Kelurahan Gambut, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Aya Sofia, mengatakan, pihaknya memulai usaha mengolah kain Sasirangan.
"Saya sudah punya keahlian menjahit dan menggambar. Akhirnya tahun 2017 mulai tertarik dan serius memulai usaha ini,” ujar Sofia.
Keahlian itu langsung diterapkan untuk memproduksi kain Sasirangan. Motif kain etnik dari suku Banjar ini mempunyai motif jelujur atau garis-garis vertikal dari atas ke bawah yang memanjang. Benda-benda alam di Kalimantan Selatan menjadi landasan gambar motif tersebut.
“Tiap motif dapat dipakai oleh seluruh masyarakat tanpa ada perbedaan dan pelanggaran terhadap adat istiadat Suku Banjar,” imbuhnya.
Sofia bercerita, Sasirangan sendiri berasal dari kata Bahasa Banjar, yaitu sirang yang berarti menjelujur. Motifnya dibuat dengan jahitan dengan teknik jelujur. Kemudian jelujur ditarik atau disisit agar pewarna tidak masuk dalam pola.
”Inilah keunikan kain Sasirangan, motif didapat dari kain yang tidak terkena pewarnaan,” jelas Sofia.
Setelah itu barulah masuk proses finishing. Kain diwarna 2-3 kali, lalu dibilas dan dijemur. Kain pun siap dipajang dan digunakan untuk berbagai macam mode fashion.
Sofia mematok harga produk mulai dari kisaran Rp100 ribu hingga paling mahal Rp 800 ribu. “Harga jual produk berbeda tergantung jenis kain. Ada kain katun, sutra, dan primissima. Kerumitan motif, ada motif klasik dan motif modern. Serta pewarnaan, menggunakan pewarna alam dan sintetis,” jelas Sofia.
Dengan patokan harga tersebut, Sofia mampu memberdayakan masyarakat sekitar untuk ikut membantu produksinya. Setidaknya terdapat 2 karyawan tetap, dan 5 karyawan lepas yang ikut membantunya sehari-hari. Mereka merupakan tetangga sekitar rumah Sofia di mana mayoritas adalah para ibu rumah tangga.
Dalam hal pemasaran, jangkauan penjualan produk Sasirangan miliknya sudah cukup luas. Baik di sekitar wilayah Kalimantan Selatan sendiri, maupun berbagai wilayah di Indonesia. Media yang dipakai juga cukup beragam.
Mulai dari pemasaran dari mulut ke mulut hingga beberapa upaya Go Digital lewat media sosial @sasirangankindaylimpuar. Terutama semenjak menjadi mitra binaan Pertamina. Produk karyanya makin dikenal orang.
“Sejak menjadi binaan Pertamina pada tahun 2018. Kinday Limpuar Sasirangan mulai dikenal, semakin banyak kenalan dan relasi yang ditemui. Modal pinjaman dapat dimanfaatkan secara optimal. Saya sangat berterima kasih kepada Pertamina atas bantuan ini,” tuturnya.
Sofia berharap, di bawah binaan Pertamina, bisnis yang digeluti bisa terus berkembang. Terutama targetnya adalah agar Go Global. Mengenalkan budaya Kalimantan yakni kain Sasirangan ke kanca internasional. Dengan begitu, dapat turut mengangkat budaya Indonesia lebih banyak dikenal bangsa lain.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021