Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, PGD (Preimplantation Genetic Diagnosis/PGD) meminta rencana pembelajaran tatap muka (PTM) ditinjau ulang seiring peningkatan kasus COVID-19 pada usia sekolah di Kalimantan Selatan.

"Pada bulan Maret 2021, kasus COVID-19 pada usia Sekolah Dasar dan Menengah meningkat sebanyak 60 persen," kata dia di Banjarmasin, Rabu.

Diungkapkan Taqin, PTM di tengah pandemi pada dasarnya meningkatkan risiko penularan di kalangan anak-anak sekolah, guru dan staf.

Di Kalimantan Selatan meskipun belum ada laporan munculnya klaster sekolah, tetapi terjadi peningkatan kasus pada anak usia sekolah dalam jumlah yang signifikan.

Berdasarkan data New All Records (NAR), ungkap dia, terdapat 544 kasus konfirmasi positif COVID-19 yang menimpa penduduk dengan kelompok usia pendidikan dasar (6-15 tahun) dan pendidikan menengah (16-18 tahun) pada bulan Maret 2021.

Jumlah kasus bulan Maret ini lebih besar 60 persen dibandingkan kasus infeksi baru pada kelompok usia yang sama pada bulan Februari dan 98 persen lebih tinggi dari kasus yang terjadi pada bulan Januari. Peningkatan penularan di kalangan anak-anak usia sekolah pada bulan Maret mengindikasikan adanya dampak PTM.

Taqin mencontohkan pengalaman di negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan yang membuka sekolah juga mengalami lonjakan kasus. Padahal sekolah tersebut dibuka setelah pandemi melandai dan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

"Memang tertularnya murid dan pelajar tidak mesti terjadi di sekolah. Di sinilah juga yang menjadi titik perhatian kita bahwa ketika tanpa PTM kasus penularan juga terjadi pada anak-anak dan remaja seiring dengan tingginya laju penyebaran penyakit menular ini di tengah-tengah masyarakat. Mereka bisa saja tertular dari orang dewasa di dalam rumahnya atau ketika keluar rumah," paparnya.

Dengan dibukanya PTM, tambah dia, maka potensi penularan menjadi semakin tinggi. Sebab PTM akan mendorong meningkatnya mobilitas penduduk usia sekolah dan mereka dapat terpapar di sekolah atau di tempat lainnya yang mereka hampiri sebelum atau sepulang dari sekolah.

Sementara kesadaran penerapan protokol kesehatan pada usia anak-anak dan remaja relatif lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa, sehingga peningkatan mobilitas anak usia sekolah karena adanya PTM dapat mendorong peningkatan penularan COVID-19.

Titik perhatian lainnya menurut Taqin, melonjaknya penularan pada anak-anak usia sekolah berpotensi mendorong meningkatnya klaster keluarga. Hal ini terutama jika murid dan pelajar yang terinfeksi tidak memiliki gejala atau OTG, sehingga mereka akan menjadi carrier di tengah keluarganya.

Permasalahannya adalah ketika penularan dari anak menimpa orang tua yang berusia lanjut atau anggota keluarga yang memiliki komorbid dengan risiko kematian yang lebih tinggi jika terpapar.

Data kasus kematian karena COVID-19 di Kalimantan Selatan menunjukkan tingkat risiko semakin berumur maka semakin tinggi angka Case Fatality Rate (CFR) untuk penduduk dengan kelompok usia 45-54 tahun adalah 2 persen, 6 persen untuk 55-64 tahun dan 10 persen untuk usia 65 tahun ke atas.

"Jika kondisi ini terjadi, maka mungkin saja pelaksanaan PTM dapat berpengarauh secara tidak langsung terhadap peningkatan kasus kematian. Kita perlu mewaspadai potensi dampak PTM ini supaya potensi bertambah banyaknya korban COVID-19 dapat dicegah," tandas dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan ULM itu.

Pewarta: Firman

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021