Kementerian Perindustrian memacu industri farmasi dan alat kesehatan (alkes) menerapkan Industri 4.0 agar berdaya saing tinggi.
“Sektor industri alat kesehatan dan farmasi masuk dalam kategori high demand di tengah pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan daya saing sektor industri alat kesehatan dan farmasi dengan mendorong transformasi teknologi berbasis digital. Pemanfaatan teknologi digital dimulai dari tahapan produksi hingga distribusi kepada konsumen,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu.
Dalam rangkaian Hannover Messe 2021: Digital Edition, Kemenperin membagikan kebijakan percepatan implementasi industri 4.0 di sektor farmasi serta kimia dalam sesi talkshow “Navigating the Journey of 4.0: Pharmaceutical and Chemical Industry”.
Salah satu pembicara, Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemkes, Arianti Anaya menyampaikan Kementerian Kesehatan (Kemkes) telah membuat sebuah peta jalan untuk mengakselerasi perkembangan industri farmasi dan alat kesehatan menuju industri 4.0, sejalan dengan program Making Indonesia 4.0 yang dipimpin oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Arianti menyampaikan peta jalan tersebut mengakselerasi perkembangan industri farmasi dan alat kesehatan, mencakup langkah yang harus dilalui, target perkembangan produk, serta jangka waktu.
Target dari peta jalan tersebut adalah kemajuan industri untuk menghasilkan produk bahan baku yang berteknologi tinggi.
“Untuk mewujudkan peta jalan tersebut, dibutuhkan sinergi antara stakeholders guna meningkatkan kapabilitas dari pabrik untuk memproduksi alat kesehatan yang diperlukan,” ujarnya.
Ia menambahkan ada pertumbuhan sarana produksi alat kesehatan yang terus meningkat. Dari 193 perusahaan di tahun 2015, telah mencapai 891 perusahaan pada 2021.
“Dalam lima tahun terakhir, industri alat kesehatan dalam negeri tumbuh sebanyak 698 industri atau meningkat 361,66 persen.” imbuh Arianti.
PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia yang merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi bahan baku obat dan bahan baku kosmetik, yang dalam operasionalnya tengah berupaya mengimplementasikan pemanfaatan revolusi industri 4.0..
Operation Manager Kimia Farma Sungwun Pharmacopia Randy Kelana mengatakan perusahaan tersebut telah mengimplementasikan industri 4.0 untuk konektivitas. Ini dilakukan dengan mengintegrasikan dan mengonsolidasikan anak perusahaan Kimia Farma, sehingga keputusan strategis dapat lebih cepat ditetapkan.
“Bahkan konektivitas tersebut tidak hanya untuk Kimia Farma saja, tetapi untuk semua holding farmasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” katanya.
Untuk meningkatkan efektivitas, perusahaan tersebut telah mengimplementasikan Internet of Things (IOT), dengan setiap sistem saling terhubung dalam jaringan, sehingga dapat menciptakan kinerja yang lebih efektif dan efisien.
“Lalu kami juga menerapkan digitalisasi untuk administrasi,” imbuhnya.
PT. Schott Igar Glass, salah satu produsen industri kaca alat-alat farmasi terus berupaya mendukung langkah pemerintah untuk menjadikan industri farmasi dan alat kesehatan semakin berdaya saing pada era revolusi industri 4.0.
Sebagai salah satu perusahaan di sektor Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) yang mendapatkan penghargaan INDI 4.0 pada tahun 2020 tersebut, Schott Igar Glass telah mampu mengintegrasikan lini produksi dengan sistem Enterprise Resouce Planning (ERP) dan juga e-procurement system dengan supplier yang transparan dan data yang realtime.
Menurut data Kementerian Kesehatan, sampai tahun 2021, terdapat 271 industri formulasi farmasi, 17 industri bahan baku farmasi,132 industri obat tradisional, 18 industri ekstraksi hasil alam.
Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Produk farmasi dan alat kesehatan di Indonesia telah diekspor ke beberapa negara, seperti Belanda, Inggris, Polandia, Nigeria, Kamboja, Vietnam, Filipina, Myanmar, Singapura, Korea Selatan, serta Amerika Serikat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021
“Sektor industri alat kesehatan dan farmasi masuk dalam kategori high demand di tengah pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan daya saing sektor industri alat kesehatan dan farmasi dengan mendorong transformasi teknologi berbasis digital. Pemanfaatan teknologi digital dimulai dari tahapan produksi hingga distribusi kepada konsumen,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu.
Dalam rangkaian Hannover Messe 2021: Digital Edition, Kemenperin membagikan kebijakan percepatan implementasi industri 4.0 di sektor farmasi serta kimia dalam sesi talkshow “Navigating the Journey of 4.0: Pharmaceutical and Chemical Industry”.
Salah satu pembicara, Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemkes, Arianti Anaya menyampaikan Kementerian Kesehatan (Kemkes) telah membuat sebuah peta jalan untuk mengakselerasi perkembangan industri farmasi dan alat kesehatan menuju industri 4.0, sejalan dengan program Making Indonesia 4.0 yang dipimpin oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Arianti menyampaikan peta jalan tersebut mengakselerasi perkembangan industri farmasi dan alat kesehatan, mencakup langkah yang harus dilalui, target perkembangan produk, serta jangka waktu.
Target dari peta jalan tersebut adalah kemajuan industri untuk menghasilkan produk bahan baku yang berteknologi tinggi.
“Untuk mewujudkan peta jalan tersebut, dibutuhkan sinergi antara stakeholders guna meningkatkan kapabilitas dari pabrik untuk memproduksi alat kesehatan yang diperlukan,” ujarnya.
Ia menambahkan ada pertumbuhan sarana produksi alat kesehatan yang terus meningkat. Dari 193 perusahaan di tahun 2015, telah mencapai 891 perusahaan pada 2021.
“Dalam lima tahun terakhir, industri alat kesehatan dalam negeri tumbuh sebanyak 698 industri atau meningkat 361,66 persen.” imbuh Arianti.
PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia yang merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi bahan baku obat dan bahan baku kosmetik, yang dalam operasionalnya tengah berupaya mengimplementasikan pemanfaatan revolusi industri 4.0..
Operation Manager Kimia Farma Sungwun Pharmacopia Randy Kelana mengatakan perusahaan tersebut telah mengimplementasikan industri 4.0 untuk konektivitas. Ini dilakukan dengan mengintegrasikan dan mengonsolidasikan anak perusahaan Kimia Farma, sehingga keputusan strategis dapat lebih cepat ditetapkan.
“Bahkan konektivitas tersebut tidak hanya untuk Kimia Farma saja, tetapi untuk semua holding farmasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” katanya.
Untuk meningkatkan efektivitas, perusahaan tersebut telah mengimplementasikan Internet of Things (IOT), dengan setiap sistem saling terhubung dalam jaringan, sehingga dapat menciptakan kinerja yang lebih efektif dan efisien.
“Lalu kami juga menerapkan digitalisasi untuk administrasi,” imbuhnya.
PT. Schott Igar Glass, salah satu produsen industri kaca alat-alat farmasi terus berupaya mendukung langkah pemerintah untuk menjadikan industri farmasi dan alat kesehatan semakin berdaya saing pada era revolusi industri 4.0.
Sebagai salah satu perusahaan di sektor Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) yang mendapatkan penghargaan INDI 4.0 pada tahun 2020 tersebut, Schott Igar Glass telah mampu mengintegrasikan lini produksi dengan sistem Enterprise Resouce Planning (ERP) dan juga e-procurement system dengan supplier yang transparan dan data yang realtime.
Menurut data Kementerian Kesehatan, sampai tahun 2021, terdapat 271 industri formulasi farmasi, 17 industri bahan baku farmasi,132 industri obat tradisional, 18 industri ekstraksi hasil alam.
Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Produk farmasi dan alat kesehatan di Indonesia telah diekspor ke beberapa negara, seperti Belanda, Inggris, Polandia, Nigeria, Kamboja, Vietnam, Filipina, Myanmar, Singapura, Korea Selatan, serta Amerika Serikat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2021