Kotabaru, (AntaranewsKalsel) - Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia Ferry Mursyidan Baldan, menawarkan zona nilai tanah kepada masyarakat.
"Kami tidak ingin menghapus Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), tetapi kami menawarkan zona nilai tanah yang kita lansir setiap tahun," kata Menteri Fery di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, Sabtu.
Jadi, lanjut dia, selama ini banyak pengembangan dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak mau berterus terang mengenai harga tanah sebenarnya, apabila hendak membeli tanah mereka selalu menggunakan dasar NJOP.
Padahal, saat ini sudah tidak ada lagi harga tanah yang sesuai dengan NJOP, terangnya.
Menurut dia, pembagian zona nilai tersebut digambarkan dalam peta berwarna, merah, orens, kuning, biru, hijau.
Pada dasarnya, apa yang negara ini lakukan, adalah mempertegas kehadiran negara terkait masalah-masalah tanah.
Di antaranya, mengakui secara pasti hak masyarakat atas tanah, karena apabila warga tinggal tidak ada dasar tanahnya, bahkan tidak bisa ikut pemilu, karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melakukan pendataan berdasarkan domisili.
Negara menjamin pengakuan terhadap hak termasuk juga kantor-kantor yang belum ada sertifikatnya, segera didaftarkan dan langsung keluar sertifikatnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan apabila masih ada kecamatan, kelurahan, dan desa-desa yang bersetuhan dalam petanya dengan kawasan hutan, catat namanya, berikan kepada kami agar segera diputuskan.
"Kami juga mengundang, bupati, gubernur, DPRD untuk hadir satu kali, dalam menyelesaikan legalisasi tanah," tersebut.
Di Kalteng kemarin, kata Fery, pihaknya mampu menyelesaikan masalah lahan seluas 1,6 juta hektare selesai dalam 45 menit.
Karena semua menyadari tidak ada yang merasa berhak ini tanah negara. Kita harus pengaturan lebih mudah. Karena ini merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan manfaat atas tanah bagi masyarakat.
Kalau pemerintah tidak bisa memberikan sebidang tanah bagi masyarakatnya, maka pantas masyarakat ragu apakah pemerintah atau negara ini mampu menghantarkan pada bidang-bidang lain.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015
"Kami tidak ingin menghapus Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), tetapi kami menawarkan zona nilai tanah yang kita lansir setiap tahun," kata Menteri Fery di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, Sabtu.
Jadi, lanjut dia, selama ini banyak pengembangan dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak mau berterus terang mengenai harga tanah sebenarnya, apabila hendak membeli tanah mereka selalu menggunakan dasar NJOP.
Padahal, saat ini sudah tidak ada lagi harga tanah yang sesuai dengan NJOP, terangnya.
Menurut dia, pembagian zona nilai tersebut digambarkan dalam peta berwarna, merah, orens, kuning, biru, hijau.
Pada dasarnya, apa yang negara ini lakukan, adalah mempertegas kehadiran negara terkait masalah-masalah tanah.
Di antaranya, mengakui secara pasti hak masyarakat atas tanah, karena apabila warga tinggal tidak ada dasar tanahnya, bahkan tidak bisa ikut pemilu, karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melakukan pendataan berdasarkan domisili.
Negara menjamin pengakuan terhadap hak termasuk juga kantor-kantor yang belum ada sertifikatnya, segera didaftarkan dan langsung keluar sertifikatnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan apabila masih ada kecamatan, kelurahan, dan desa-desa yang bersetuhan dalam petanya dengan kawasan hutan, catat namanya, berikan kepada kami agar segera diputuskan.
"Kami juga mengundang, bupati, gubernur, DPRD untuk hadir satu kali, dalam menyelesaikan legalisasi tanah," tersebut.
Di Kalteng kemarin, kata Fery, pihaknya mampu menyelesaikan masalah lahan seluas 1,6 juta hektare selesai dalam 45 menit.
Karena semua menyadari tidak ada yang merasa berhak ini tanah negara. Kita harus pengaturan lebih mudah. Karena ini merupakan kewajiban pemerintah untuk memberikan manfaat atas tanah bagi masyarakat.
Kalau pemerintah tidak bisa memberikan sebidang tanah bagi masyarakatnya, maka pantas masyarakat ragu apakah pemerintah atau negara ini mampu menghantarkan pada bidang-bidang lain.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015