Banjarmasin, (Antaranews Kalsel ) - Ketua Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, Surinto mengatakan, Provinsi Kalsel perlu segera melakukan moratorium terhadap masuknya perusahaan perkebunan kelapa sawit di daerah ini.


Menurut Surinto pada dialog publik tentang penyelesaian sengketa lahan di Kalimantan Selatan yang dilaksanakan Walhi, di Banjarmasin, Selasa, moratorium terhadap masuknya perusahaan perkebunan besar ke daerah ini, sebagai upaya melindungi masyarakat pemilik lahan.

"Jangan sampai masyarakat hanya penonton terhadap masuknya perusahaan-perusahaan sawit di daerah ini," katanya.

Seharusnya, tambah dia, keberadaan perusahaan perkebunan di Kalsel, hanya untuk alih teknologi kepada masyarakat, dan kini masyarakat sudah mampu untuk menanam dan mengembangkan perkebunan sawit sendiri, sehingga sudah saatnya perkebunan sawit dikelola oleh masyarakat sendiri.

Permodalannya, kata dia, bisa didorong dari BUMD dengan jaminan dari pemerintah baik provinsi maupun kabupaten, sehingga kesejahteraan masyarakat benar-benar bisa terjamin.

"Kita kan punya Bank Kalsel, seharusnya bank daerah tersebut bisa dimanfaatkan oleh para petani, dengan jaminan dari pemerintah daerah," katanya.

Menurut dia, masa depan masyarakat Kalsel saat ini adalah hanya pada sektor pertanian dan perkebunan, sehingga pemerintah harus memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk bisa mengelola lahannya sendiri menjadi kawasan pertanian dan perkebunan.

Jadi, tambah dia, sudah selayaknya pemerintah memberikan kesempatan pengelolaan di sektor hilir, seluas-luasnya untuk masyarakat, sedangkan perusahaan besar, mengelola di sektor hulunya.

"Khusus untuk pengelolaan minyak goreng, CPO dan lainnya, silahkan perusahana besar masuk untuk menanamkan investasinya," katanya.

Melindungi kepentingan masyarakat tersebut, tambah dia, pihaknya kini sedang mempelajari, untuk dibuatkan payung hukum, beberapa sektor yang seharusnya dikelola oleh masyarakat.

"Kalau memang perlu, kita juga akan membuat Perda untuk moratorium masuknya perusahaan perkebunan di Kalsel, terutama untuk sektor hilirnya," katanya.

Surinto menilai, saat ini ketimpangan antara petani dan perusahaan sudah mulai terjadi, apalagi ketentuan bahwa perusahaan besar harus membuat plasma juga belum sepenuhnya dilaksanakan, kalaupun ada yang melaksanakan, ketentuan 80 persen inti dan 20 persen plasma, juga masih banyak merugikan masyarakat.

"Harusnya ketentuan itu dibalik, 20 persen inti, dan 80 persen plasma, karena jumlah petani jauh lebih besar dibandingkan dengan perusahaan inti," katanya.

Selain itu, kata dia, ketimpangan juga terjadi, karena sebagian besar lahan masyarakat kini sudah dalam penguasaan perusahaan, karena adanya kebijakan pemerintah yang "mengobral" perizinan.

Sementara itu, masyarakat juga banyak terlena dengan menjual lahannya dengan harga murah, sehingga kini, pada saat mereka ingin mengelola sendiri lahannya tersebut, ternyata sudah berpindah tangan.

  Selain Surinto, hadir sebagai narasumber dialog tersebut adalah Direktur Reskrim Khusus Kombes Polisi Nasri, Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Asisten I Pemprov Kalsel.    

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2015