Direktur Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) Uriep Budhi Prasetyo menanggapi soal rencana penerapan bea meterai terhadap transaksi saham di pasar modal.
"Intinya UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai ini, kan kemarin suda ada kabar bahwa ini belum akan diterapkan 1 Januari atau 2021 ini. Masih mau dilihat lagi," ujar Uriep saat diskusi dengan awak media secara daring di Jakarta, Rabu.
Uriep melanjutkan Organisasi Regulator Mandiri atau SRO pasar modal yang terdiri atas Bursa Efek Indonesia (BEI), KSEI, dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah memberikan data terkait perkembangan pasar modal kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu sebagai pertimbangan dalam menyusun peraturan pelaksanaan atas UU Bea Meterai yang baru.
"Kita sudah cukup memberikan data kepada DJP supaya tidak terjadi barrier atau terjadi antiklimaks bahwa pertumbuhan ini bisa terhambat karena adanya biaya meterai. Jadi, ini masih dilihat dan dipelajari, transaksi saham di kisaran berapa sih yang pantas dikenakan bea meterai," kata Uriep.
Sebelumnya, DPR telah menyetujui RUU Bea Meterai menjadi UU dalam rapat paripurna, Selasa (29/9/2020). UU Bea Meterai yang mulai berlaku 1 Januari 2021 ini mengatur mengenai tarif bea meterai yang sebelumnya Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi satu tarif yaitu Rp10.000.
Kemudian dokumen yang semula dikenai bea meterai dengan memuat jumlah uang bernilai di atas Rp250 ribu sampai Rp5 juta menjadi tidak dikenai bea meterai. Selanjutnya, UU Bea Meterai juga berisi mengenai penyetaraan pengenaan pajak atas dokumen baik dalam bentuk kertas maupun digital dan penambahan objek berupa dokumen lelang dan dokumen transaksi surat berharga.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada awal pekan ini menegaskan setiap transaksi jual beli saham tidak dikenakan bea meterai Rp10.000, namun merupakan pajak atas dokumen yang diterbitkan secara periodik. Menkeu menjelaskan bea meterai itu bukan merupakan pajak atas transaksi, namun pajak atas dokumen atau menyangkut keperdataan.
Dalam bursa saham, kata dia, bea meterai dikenakan atas konfirmasi perdagangan yang merupakan dokumen elektronik diterbitkan periodik yaitu harian atas keseluruhan transaksi jual beli.
Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak sedang melakukan penyusunan peraturan atas bea meterai termasuk skema pengenaannya atas dokumen elektronik yang menggunakan meterai elektronik.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Intinya UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai ini, kan kemarin suda ada kabar bahwa ini belum akan diterapkan 1 Januari atau 2021 ini. Masih mau dilihat lagi," ujar Uriep saat diskusi dengan awak media secara daring di Jakarta, Rabu.
Uriep melanjutkan Organisasi Regulator Mandiri atau SRO pasar modal yang terdiri atas Bursa Efek Indonesia (BEI), KSEI, dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah memberikan data terkait perkembangan pasar modal kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu sebagai pertimbangan dalam menyusun peraturan pelaksanaan atas UU Bea Meterai yang baru.
"Kita sudah cukup memberikan data kepada DJP supaya tidak terjadi barrier atau terjadi antiklimaks bahwa pertumbuhan ini bisa terhambat karena adanya biaya meterai. Jadi, ini masih dilihat dan dipelajari, transaksi saham di kisaran berapa sih yang pantas dikenakan bea meterai," kata Uriep.
Sebelumnya, DPR telah menyetujui RUU Bea Meterai menjadi UU dalam rapat paripurna, Selasa (29/9/2020). UU Bea Meterai yang mulai berlaku 1 Januari 2021 ini mengatur mengenai tarif bea meterai yang sebelumnya Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi satu tarif yaitu Rp10.000.
Kemudian dokumen yang semula dikenai bea meterai dengan memuat jumlah uang bernilai di atas Rp250 ribu sampai Rp5 juta menjadi tidak dikenai bea meterai. Selanjutnya, UU Bea Meterai juga berisi mengenai penyetaraan pengenaan pajak atas dokumen baik dalam bentuk kertas maupun digital dan penambahan objek berupa dokumen lelang dan dokumen transaksi surat berharga.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada awal pekan ini menegaskan setiap transaksi jual beli saham tidak dikenakan bea meterai Rp10.000, namun merupakan pajak atas dokumen yang diterbitkan secara periodik. Menkeu menjelaskan bea meterai itu bukan merupakan pajak atas transaksi, namun pajak atas dokumen atau menyangkut keperdataan.
Dalam bursa saham, kata dia, bea meterai dikenakan atas konfirmasi perdagangan yang merupakan dokumen elektronik diterbitkan periodik yaitu harian atas keseluruhan transaksi jual beli.
Saat ini, Direktorat Jenderal Pajak sedang melakukan penyusunan peraturan atas bea meterai termasuk skema pengenaannya atas dokumen elektronik yang menggunakan meterai elektronik.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020