Banjarmasin, (AntaranewsKalsel) - Selama 2013 jumlah perusahaan dengan modal dalam negeri mampu mengimbangi jumlah perusahaan dengan modal asing yang selama lima tahun terakhir "merajai" berbagai usaha di Provinsi Kalimantan Selatan.
Kepala Sub Bidang Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Didy Kusumayadi di Banjarmasin, Senin mengungkapkan, berdasarkan data BKPMD pada 2013 perusahaan PMDN di Kalsel mencapai 23 perusahaan sedangkan PMA sebanyak 22 perusahaan.
Jumlah tersebut, kata dia, jauh berbeda dibandingkan dengan data dalam empat tahun sebelumnya, yaitu pada 2009 jumlah perusahaan PMA mencapai 28 perusahaan dan PMDN hanya delapan perusahaan.
Selanjutnya, pada 2010, PMA mencapai 57 dan PMDN hanya empat perusahaan, 2011 sebanyak 48 PMA dan PMDN 14 perusahaan, pada 2012, PMA 37 perusahaan dan PMDN hanya sepuluh perusahaan.
"Dan pada 2013, jumlah PMDN telah melebihi PMA, yaitu PMA 22 dan PMDN 23 perusahaan," katanya.
Walaupun secara umum PMA masih mendominasi, namun diharapkan, dengan mulai berimbangnya perusahaan PMDN di Kalsel tersebut, akan mampu mendorong terus tumbuh dan berkembangnya investasi modal dalam negeri.
Tumbuhnya, perusahaan PMDN di Kalsel juga mendorong meningkatnya realisasi PMDN yang dalam setiap tahunnya juga tumbuh dan berkembang pesat.
Berdasarkan data BKPMD yang disampaikan dalam diskusi kajian ekonomi regional Kalimantan di Banjarmasin yang diselenggarakan Bank Indonesia Wilayah Kalimantan, perkembangan realisasi investasi PMDN sejak 2009 hingga 2013 terus tumbuh sesuai tahapan yang pembangunan perusahaan.
Pada 2009 relisasi investasi PMDN sebesar Rp733,2 miliar, 2010 realisasi sebesar Rp18,2 triliun, 2011 turun menjadi Rp1,7 triliun kemudian pada 2012 sebesar, Rp481,6 miliar dan 2013 sebesar Rp2 triliun lebih.
Sedangkan realisasi investasi PMA dalam lima tahun terakhir adalah pada 2009 sebesar 503,7 juta dolar AS, kemudian 2010, 432,8 juta dolar AS, 2011 sebesar 353,2 juta dolar AS, 2012 sebesar 1.032 miliar dolar AS dan 2013 sebesar 652,1 juta dolar AS.
Menurut Didy, hingga kini masih terdapat berbagai persoalan terkait realisasi investasi di daerah, antara lain yaitu masih banyaknya tumpang tindih lahan antara perusahaan dan penduduk, terutama untuk lahan pertambangan dan perkebunan.
Mengatasi hal tersebut, pemerintah pusat, provinsi dan daerah, terus melakukan koordinasi untuk memfasilitasi dan menyelesaikan berbagai persoalan tersebut, sehingga investasi yang masuk bisa membawa pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Selain itu, regulasi terkait penanaman modal juga belum maksimal, baik itu perizinan dan lainnya. Untuk itu Pemerintah kni telah membuat peratudan daerah berkaitan dengan penanaman modal, yang akan membantu investor dalam merealisasikan usahanya.
Selain itu, juga telah adanya realisasi perizinan terpadu, sehingga mampu memudahkan dan menekan waktu dan biaya untuk mendapatkan perizinan baik di provinsi maupun kabupaten dan kota.
Sebelumnya, Pakar hukum tata negara Dr Mohammad Effendy mengungkapkan hingga kini Kalimantan Selatan belum memiliki peraturan daerah (Perda) tentang masyarakat adat, padahal Perda tersebut penting bagi keberadaan masyarakat adat dan kepastian hukum masuknya investasi di daerah.
Pernyataan tersebut disampaikan Mohammad Effendy yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, pada acara diskusi disemeninasi kajian ekonomi regional Bank Indonesia Wilayah Kalimantan di Banjarmasin, Selasa.
Menurut Effendy, beberapa kendala investasi yang terjadi di Kalimantan Selatan saat ini antara lain adalah belum tuntasnya regulasi bidang pertanahan.
"Ada undang-undang yang mengatur tentang investasi di daerah yang masuk dalam wilayah masyarakat adat, maka negosiasinya dengan masyarakat adat, tidak harus dengan pemerintah," katanya.
Kenyataannya, kata dia, hingga kini Pemerintah maupun DPRD Provinsi Kalsel, maupun pemerintah kabupaten belum memiliki peraturan daerah terkait keberadaan masyarakat adat tersebut, sehingga yang terjadi setiap investasi yang masuk negosiasinya harus dengan pemerintah.
Kondisi tersebut, seringkali menjadi permasalahan yang berkepanjangan, saat realisasi investasi tersebut dilaksanakan, kenyataan di lapangan investor harus berhadapan dengan masyarakat adat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014
Kepala Sub Bidang Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Didy Kusumayadi di Banjarmasin, Senin mengungkapkan, berdasarkan data BKPMD pada 2013 perusahaan PMDN di Kalsel mencapai 23 perusahaan sedangkan PMA sebanyak 22 perusahaan.
Jumlah tersebut, kata dia, jauh berbeda dibandingkan dengan data dalam empat tahun sebelumnya, yaitu pada 2009 jumlah perusahaan PMA mencapai 28 perusahaan dan PMDN hanya delapan perusahaan.
Selanjutnya, pada 2010, PMA mencapai 57 dan PMDN hanya empat perusahaan, 2011 sebanyak 48 PMA dan PMDN 14 perusahaan, pada 2012, PMA 37 perusahaan dan PMDN hanya sepuluh perusahaan.
"Dan pada 2013, jumlah PMDN telah melebihi PMA, yaitu PMA 22 dan PMDN 23 perusahaan," katanya.
Walaupun secara umum PMA masih mendominasi, namun diharapkan, dengan mulai berimbangnya perusahaan PMDN di Kalsel tersebut, akan mampu mendorong terus tumbuh dan berkembangnya investasi modal dalam negeri.
Tumbuhnya, perusahaan PMDN di Kalsel juga mendorong meningkatnya realisasi PMDN yang dalam setiap tahunnya juga tumbuh dan berkembang pesat.
Berdasarkan data BKPMD yang disampaikan dalam diskusi kajian ekonomi regional Kalimantan di Banjarmasin yang diselenggarakan Bank Indonesia Wilayah Kalimantan, perkembangan realisasi investasi PMDN sejak 2009 hingga 2013 terus tumbuh sesuai tahapan yang pembangunan perusahaan.
Pada 2009 relisasi investasi PMDN sebesar Rp733,2 miliar, 2010 realisasi sebesar Rp18,2 triliun, 2011 turun menjadi Rp1,7 triliun kemudian pada 2012 sebesar, Rp481,6 miliar dan 2013 sebesar Rp2 triliun lebih.
Sedangkan realisasi investasi PMA dalam lima tahun terakhir adalah pada 2009 sebesar 503,7 juta dolar AS, kemudian 2010, 432,8 juta dolar AS, 2011 sebesar 353,2 juta dolar AS, 2012 sebesar 1.032 miliar dolar AS dan 2013 sebesar 652,1 juta dolar AS.
Menurut Didy, hingga kini masih terdapat berbagai persoalan terkait realisasi investasi di daerah, antara lain yaitu masih banyaknya tumpang tindih lahan antara perusahaan dan penduduk, terutama untuk lahan pertambangan dan perkebunan.
Mengatasi hal tersebut, pemerintah pusat, provinsi dan daerah, terus melakukan koordinasi untuk memfasilitasi dan menyelesaikan berbagai persoalan tersebut, sehingga investasi yang masuk bisa membawa pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Selain itu, regulasi terkait penanaman modal juga belum maksimal, baik itu perizinan dan lainnya. Untuk itu Pemerintah kni telah membuat peratudan daerah berkaitan dengan penanaman modal, yang akan membantu investor dalam merealisasikan usahanya.
Selain itu, juga telah adanya realisasi perizinan terpadu, sehingga mampu memudahkan dan menekan waktu dan biaya untuk mendapatkan perizinan baik di provinsi maupun kabupaten dan kota.
Sebelumnya, Pakar hukum tata negara Dr Mohammad Effendy mengungkapkan hingga kini Kalimantan Selatan belum memiliki peraturan daerah (Perda) tentang masyarakat adat, padahal Perda tersebut penting bagi keberadaan masyarakat adat dan kepastian hukum masuknya investasi di daerah.
Pernyataan tersebut disampaikan Mohammad Effendy yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, pada acara diskusi disemeninasi kajian ekonomi regional Bank Indonesia Wilayah Kalimantan di Banjarmasin, Selasa.
Menurut Effendy, beberapa kendala investasi yang terjadi di Kalimantan Selatan saat ini antara lain adalah belum tuntasnya regulasi bidang pertanahan.
"Ada undang-undang yang mengatur tentang investasi di daerah yang masuk dalam wilayah masyarakat adat, maka negosiasinya dengan masyarakat adat, tidak harus dengan pemerintah," katanya.
Kenyataannya, kata dia, hingga kini Pemerintah maupun DPRD Provinsi Kalsel, maupun pemerintah kabupaten belum memiliki peraturan daerah terkait keberadaan masyarakat adat tersebut, sehingga yang terjadi setiap investasi yang masuk negosiasinya harus dengan pemerintah.
Kondisi tersebut, seringkali menjadi permasalahan yang berkepanjangan, saat realisasi investasi tersebut dilaksanakan, kenyataan di lapangan investor harus berhadapan dengan masyarakat adat.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014