Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, menyampaikan isu tentang pelabelan makanan yang mengunakan Palm Oil Free (POF) merusak reputasi Indonesia, merugikan dan merupakan bentuk pelanggaran hukum.
Ia mengatakan, dalam perspektifnya POF tentu saja tidak baik atau merugikan industri kelapa sawit, namun pada konteksnya, secara stategis yang dirugikan bukan semata-mata stakeholder sawit, tetapi Republik Indonesia.
"Karena dibelakangnya adalah persepsi dan informasi yang menyesatkan, dan merugikan baik reputasi Indonesia secara umum maupun pemerintah, regulator, serta berbagai pihak tentu yang melakukan penegakan hukum,” katanya, saat di acara #INAPalmoil Talkshow secara daring, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Produksi TBS kelapa sawit Kotabaru turun drastis
Dijelaskan dia, sebelumnya, isu label POF merupakan isu seputar kesehatan seperti saturated fat, yang telah dibantah secara ilmiah sehingga apabila dilakukan dengan alasan demikian maka akan menyesatkan konsumen. POF dikaitkan dengan isu deforestasi yang digulirkan dan dimanfaatkan oleh beberapa pihak.
Trend POF di luar negeri dilatarbelakangi dan didorong oleh beberapa faktor, di antaranya adanya idealisme suatu kelompok tertentu, sikap proteksionisme dari para ekstrimis sayap kanan dan juga kepentingan-kepentingan marketing yang mengambil peluang demi kepentingan pasar.
Pihaknya yakin pasar Indonesia juga memiliki beberapa idealisme serupa, namun bersyukur Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang merupakan lembaga yang memiliki otoritas memahami posisi strategis produk kelapa sawit.
Baca juga: Cegah karhutla, Polda Kalsel dan Gapki sepakati kerjasama
"Kompleksitas persoalan industri kelapa sawit menjadi lebih beragam, sehingga diperlukan strategi sistematis untuk menghadapi kampanye-kampanye anti kelapa sawit," katanya.
Deputi III BPOM, Reri Indriani, mengatakan secara hukum, label POF bertentangan dengan pasal 67 point I peraturan BPOM Nomor 31 tahun 2008, tentang Label Pangan Olahan.
"Di mana Pelaku Usaha dilarang mencantumkan pernyataan, keterangan, tulisan, gambar, logo, klaim dan atau visualisasi yang secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa pihak lain,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Ia mengatakan, dalam perspektifnya POF tentu saja tidak baik atau merugikan industri kelapa sawit, namun pada konteksnya, secara stategis yang dirugikan bukan semata-mata stakeholder sawit, tetapi Republik Indonesia.
"Karena dibelakangnya adalah persepsi dan informasi yang menyesatkan, dan merugikan baik reputasi Indonesia secara umum maupun pemerintah, regulator, serta berbagai pihak tentu yang melakukan penegakan hukum,” katanya, saat di acara #INAPalmoil Talkshow secara daring, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Produksi TBS kelapa sawit Kotabaru turun drastis
Dijelaskan dia, sebelumnya, isu label POF merupakan isu seputar kesehatan seperti saturated fat, yang telah dibantah secara ilmiah sehingga apabila dilakukan dengan alasan demikian maka akan menyesatkan konsumen. POF dikaitkan dengan isu deforestasi yang digulirkan dan dimanfaatkan oleh beberapa pihak.
Trend POF di luar negeri dilatarbelakangi dan didorong oleh beberapa faktor, di antaranya adanya idealisme suatu kelompok tertentu, sikap proteksionisme dari para ekstrimis sayap kanan dan juga kepentingan-kepentingan marketing yang mengambil peluang demi kepentingan pasar.
Pihaknya yakin pasar Indonesia juga memiliki beberapa idealisme serupa, namun bersyukur Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang merupakan lembaga yang memiliki otoritas memahami posisi strategis produk kelapa sawit.
Baca juga: Cegah karhutla, Polda Kalsel dan Gapki sepakati kerjasama
"Kompleksitas persoalan industri kelapa sawit menjadi lebih beragam, sehingga diperlukan strategi sistematis untuk menghadapi kampanye-kampanye anti kelapa sawit," katanya.
Deputi III BPOM, Reri Indriani, mengatakan secara hukum, label POF bertentangan dengan pasal 67 point I peraturan BPOM Nomor 31 tahun 2008, tentang Label Pangan Olahan.
"Di mana Pelaku Usaha dilarang mencantumkan pernyataan, keterangan, tulisan, gambar, logo, klaim dan atau visualisasi yang secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa pihak lain,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020