Amuntai,  (Antaranews Kalsel) - Tingginya kasus perceraian di Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan antara lain didominasi oleh remaja putus sekolah yang menikah pada usia muda.


Petugas Kantor Urusan Agama Kecamatan Amuntai Nawawi Abdurrauf di Amuntai, Kamis mengatakan, berdasarkan hasil penelitian yang pernah diseminarkan di Banjarmasin, kasus perceraian usia muda di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) merupakan yang tertinggi Kalimantan Selatan (Kalsel).

Nawawi menerangkan, tingginya angka perceraian usia muda di Kabupaten HSU, bisa jadi disebabkan antara lain, daerah ini banyak memiliki industri rumah tangga (home industri) bahkan terbesar di Kalsel.

"Banyak kasus perceraian usia muda terjadi di kawasan home industri atau industri rumah tangga, karena tersedianya lapangan kerja, sehingga membuat para orang tua dan anak lebih memilih bekerja daripada melanjutkan pendidikan," katanya.

Karena berhenti sekolah dan lapangan kerja tersedia cukup luas, katanya, mendorong terjadinya perkawinan usia muda di daerah tersebut.

Mnurut Nawawi, berdasarkan data yang ia peroleh dari Pengadilan Agama Amuntai, banyak kasus perceraian usia muda terjadi di Kecamatan Amuntai Tengah yang diketahui banyak memiliki kawasan home industrin cukup besar seperti kerajinan meubel kayu dan aluminium.

Kantor Perberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (KP3AKB) HSU terus memberikan pengetahuan kepada para orang tua tentang bahaya mengawinkan anak di usia dini, baik dari aspek kesehatan maupun keharmonisan berumah tangga.

Kabupaten Hulu Sungai Utara termasuk salah satu kabupaten penyumbang angka perceraian usia muda tertinggi di Kalimantan Selatan, di mana kasus perceraian usia muda ini banyak terjadi di kawasan home industri di Kecamatan Amuntai Tengah.

Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Kesejahteraan Keluarga Aidillah mengatakan dari 581 kasus perceraian di 2013, sebanyak 246 kasus disebabkan perselisihan dan ketidakharmonisan dalam berumah tangga, 177 kasus karena meninggalkan kewajiban dan 142 kasus karena masalah moral dan cemburu.

"Semua penyebab perceraian ini rentan menimpa pasangan usia muda yang secara mental dan pikiran belum matang memasuki jenjang pernikahan," kata Aidillah.

Ia mengaku pernah menerima informasi hasil survei dan penelitian sebuah lembaga di Kalimantan Selatan (Kalsel) bahwa angka perceraian usia muda di HSU salah satu yang tertinggi di Kalsel.

Bahkan data terakhir dari Kantor Pengadilan Agama Amuntai hingga Agustus 2014 sebanyak 900 berkas gugatan cerai telah dimasukan.

Aidillah mengutip hasil penelitian lain, bahwa tingginya kasus perkawinan usia muda di Kalsel, diantaranya disebabkan faktor pengaruh orang tua yang ingin cepat mengawinkan anaknya.

"Orang tua sedapat mungkin ingin cepat melepas tanggung jawab dengan menikahkan anak mereka di usia muda," katanya.

Selain itu, lanjut Aidillah, alasan dalil agama juga turut andil menyuburkan tradisi menikahkan anak di usia muda ini karena beberapa hadist memang membolehkan cepat menikahkan anak, khususnya anak perempuan yang sudah masuk akil baligh guna menghindari perzinahan.

Selain itu, katanya ada pula alasan budaya terkait anggapan-anggapan yang berkembang di masyarakat terhadap perkawinan.

"Ada kekhawatiran sebagian orang tua jika lambat menikahkan anak apalagi sudah ada yang melamar, maka anak akan semakin lambat mendapatkan jodoh," katanya.

Aidillah menolak anggapan jika di masa lalu, perkawinan usia muda tidak mengakibatkan tingginya angka kematian ibu melahirkan.

Menurut dia, di masa lalu informasi belum berkembang pesat seperti di masa kini. Kasus kematian ibu diberbagai tempat kurang terekspose sehingga masyarakat kurang mengetahui dampak perkawinan usia muda.

Pewarta: Eddy Abdillah

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014