Amuntai, Kalsel, (Antaranews Kalsel) - Kabupaten Hulu Sungai Utara Provinsi Kalimantan Selatan merupakan satu-satunya kabupaten di wilayah Banua Enam yang belum tersentuh program konversi dari minyak tanah ke gas.


Bagian Ekonomi dan SDA Pemda Hulu Sungai Utara, Amiruddin di Amuntai, Rabu, mengatakan, belum tersentuhnya HSU oleh program konversi tersebut, membuat daerah ini rawan terjadi kelangkaan minyak tanah.

Sebab, tambah dia, tidak sedikit pedagang memanfaatkan momen ini untuk meraup keuntungan lebih besar dengan menjual minyak tanah ke daerah lain.

Menurut dia, selalu ada kecenderungan pedagang eceran minyak tanah (mitan) di daerahnya melarikan atau menjual minyak tanah ke luar daerah untuk meraup keuntungan lebih besar.

"Meski Kabupaten tetangga HSU semuanya sudah melaksanakan program konversi ke gas, namun kebutuhan terhadap minyak tanah sebagian masyarakat di daerah-daerah tersebut, tetap ada sehingga melirik stok yang ada di HSU," katanya.

Salah satu konsekwensi diberlakukannya konversi dari minyak tanah ke gas, maka subsidi minyak tanah di daerah bersangkutan akan dicabut, sehingga harga minyak tanah menjadi melambung, dari seharusnya hanya Rp5 ribu per liter, menjadi Rp8 ribu hingga Rp9 ribu per liter.

Mengantisipasi dilarikannya penjualan jatah minyak tanah bersubsidi oleh pedagang pengecer ke kabupaten tetangga ini, Pemda HSU melalui aparat Satpol PP dan kepolisian hanya mengupayakan penjagaan di perbatasan secara periodik.

"Jika situasi harga minyak tanah ditingkat pengecer mulai cenderung naik maka aparat dibantu satpol PP biasanya akan melakukan razia terhadap pengecer di daerah perbatasan," katanya.

Hal ini, lanjutnya, sudah pernah dilakukan aparat saat melambungnya harga minyak tanah bersubsidi beberapa waktu lalu.

Ia tidak menampik jika harga minyak tanah bersubsidi ditingkat pengecer seringkali cukup mahal berkisar Rp8 ribu hingga Rp9 ribu per liter, padahal harga di pangkalan sudah ditetapkan sebesar Rp5 per liter.

Harga jual minyak tanah ditingkat pengecer, katanya, seringkali lebih mahal dibanding harga bensin dengan nilai keuntungan mencapai dua hingga tiga kali lipat.

"Kenaikan minyak tanah ini memang kurang mendapat perhatian kita dibanding jika bensin yang naik, mungkin karena antrian di SPBU lebih nampak terlihat dibanding antrian pembelian minyak tanah di pangkalan," tambah Amiruddin.

Namun, berdasarkan pantauannya, kenaikan minyak tanah berkisar seribu hingga dua ribu tidak begitu dipersoalkan masyarakat, sepanjang stok minyak tanah tetap tersedia di tingkat pengecer.

Masyarakat baru mulai protes apabila kenaikan harga minyak tanah sudah mencapai Rp10 ribu - Rp12 ribu perliter.

Amiruddin mengatakan, Pemda HSU belum menerima informasi dari PT Pertamina mengenai jumlah jatah minyak tanah bersubsidi untuk 2014 yang diterima HSU, sebagaimana tahun lalu sehingga belum bisa diperkirakan kecenderungan ancaman kelangkaan yang akan terjadi.

Selain melakukan razia terhadap penjualan minyak tanah ke keluar daerah, upaya lain yang ditempuh Pemda HSU yakni dengan memfasilitasi kegiatan operasi pasar mimyak tanah murah sebagaimana yang dilaksanakan pada Ramadan tahun ini di semua kecamatan.

"Insya Allah akhir lebaran ini kabarnya sudah ada rencana untuk memberlakukan Program Konversi minyak tanah ke gas atau paling lambat di awal 2015 di Kabupaten HSU," kata Amiruddin.

Sebanyak 70 ribu paket berdasarkan informasi dari PT Pertamina bebernya, telah siap dibagikan kepada masyarakat di daerah ini yang berhak menerimanya.

  Apabila Program Konversi jadi diterapkan, kata Amiruddin maka kebutuhan akan bahan bakar minyak tanah bisa ditekan sehingga kelangkaan yang kerap terjadi tidak lagi meresahkan masyarakat.    

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014