Denpasar, (Antaranews Kalsel) - Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Ngurah Wijaya berpandangan pengusaha yang bergerak pada sektor pariwisata di Pulau Dewata tidak terlalu kaget dengan kebijakan kenaikan tarif dasar listrik (TDL).


"Tidak kaget ataupun terkejut karena industri yang benar itu sudah memperhitungkan inflasi, termasuk harga listrik sudah diperhitungkan. Khususnya pengusaha perhotelan, mereka sudah memperhitungkan kenaikan harga kamar berdasarkan prediksi inflasi itu," katanya di Denpasar, Senin.

Menurut dia, pengusaha hotel menaikkan harga kamar pun bukan dalam bentuk bulan per bulan ataupun hari per hari, tetapi rata-rata dalam setahun. Bisa saja dalam kondisi musim ramai kunjungan (high season) kenaikannya lebih besar dan dalam kondisi sepi wisatawan (low season) kenaikannya lebih kecil.

"Yang jelas selama bisa menutupi semua biaya dan sudah memenuhi laba atas investasi yang ditanam (ROI). Masing-masing perusahaan tentu mempunyai perhitungan yang berbeda-beda," ujarnya.

Ngurah Wijaya menambahkan, kenaikan TDL per awal bulan ini untuk rumah tangga dan industri dengan daya di atas 6.600 volt amphere tidak terlalu berdampak bagi sektor pariwisata karena Perusahaan Listrik Negara sudah beberapa kali melakukan kenaikan secara bertahap sehingga menjadi tidak begitu terasa.

"Di sisi lain, rata-rata okupansi hotel saat ini masih sekitar 50 persen yang artinya masih pembeli (wisatawan) yang menentukan harga. Kalau okupansi di atas 70 persen baru pengusaha yang lebih berperan dapat menentukan harga," ujarnya.

Jika masih berada dalam kondisi "buyers market" atau pembeli yang menentukan harga, ucap dia, tarif harga kamar hotel bisa menjadi sangat rendah. Oleh karena itu, tidak sedikit pengusaha yang mulai melirik wisata minat khusus.

"Dengan wisata minat khusus itu cenderung tidak mengenal adanya kondisi resesi sehingga otomatis relatif lebih stabil," ucap Ngurah Wijaya./e

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2014