Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Indonesia (Aspekpir) menilai kenaikan pungutan dana sawit yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang baru berpotensi menurunkan harga tandan buah segar (TBS) petani.
Pemerintah menaikkan pungutan CPO/dana sawit dari 50 dolar AS per ton menjadi 55 dolar AS per ton yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 57 Tahun 2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
"Setelah pada tahun terakhir ini pungutan nol karena harga di bawah 570 dolar AS, sekarang dipungut dengan tingkatan harga tinggi. Hal ini pasti akan berpengaruh pada petani karena pabrik kelapa sawit akan membebankan pada pembelian TBS petani," kata Ketua Umum Aspekpir Indonesia Setiyono di Jakarta, Sabtu.
Setiyono menjelaskan pungutan dana sawit yang sebelumnya 50 dolar AS/ton sudah merugikan petani sawit melalui penurunan harga TBS sekitar Rp120 sampai Rp150/kg, sehingga dengan kenaikan pungutan dana sawit akan kembali menambah penurunan harga TBS petani.
Menurut dia, kebijakan pemerintah menaikkan dana pungutan sawit ini cenderung berpihak pada industri biodiesel. Di sisi lain, saat ini Pemerintah memang tengah melaksanakan mandatori B30.
Namun dalam program tersebut, organisasi petani sawit menilai petani tidak banyak terlibat dalam rantai pasok biodiesel karena rata-rata bahan baku untuk program B30 ini dipasok dari kebun yang dimiliki oleh perusahaan sendiri dan perusahaan pihak ketiga yang tidak memiliki industri biodiesel.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat melakukan subsidi kepada petani sawit karena harga TBS petani sawit yang terus turun. Saat ini harga TBS di tingkat petani kelapa sawit swadaya rata-rata di bawah Rp1.000 per kg selama pandemi COVID-19. Kondisi ini sangat berisiko bagi petani untuk mampu bertahan 4 bulan ke depan.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Persatuan Organisasi Petani Sawit (POPSI) Gamal Nasir menilai dalam pelaksanaan program B30 hingga B100 nanti, seharusnya industri biodiesel mengambil TBS dari petani sebagai bahan baku.
Agar hal tersebut bisa terlaksana, Kementerian ESDM harus membuatkan payung hukum atau regulasi terkait industri biodiesel tersebut.
"Industri biodiesel itu disebut sebagai penopang atau menyangga harga TBS petani, namun nyatanya industri tidak mengambil bahan baku dari TBS petani. Petani selalu tertekan karena harga pasar TBS petani tidak mempunyai nilai tawar," kata Gamal.
Secara umum, para petani meminta Pemerintah membatalkan kenaikan pungutan dana sawit dari eksportir dari 50 dolar AS menjadi 55 dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Pemerintah menaikkan pungutan CPO/dana sawit dari 50 dolar AS per ton menjadi 55 dolar AS per ton yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 57 Tahun 2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
"Setelah pada tahun terakhir ini pungutan nol karena harga di bawah 570 dolar AS, sekarang dipungut dengan tingkatan harga tinggi. Hal ini pasti akan berpengaruh pada petani karena pabrik kelapa sawit akan membebankan pada pembelian TBS petani," kata Ketua Umum Aspekpir Indonesia Setiyono di Jakarta, Sabtu.
Setiyono menjelaskan pungutan dana sawit yang sebelumnya 50 dolar AS/ton sudah merugikan petani sawit melalui penurunan harga TBS sekitar Rp120 sampai Rp150/kg, sehingga dengan kenaikan pungutan dana sawit akan kembali menambah penurunan harga TBS petani.
Menurut dia, kebijakan pemerintah menaikkan dana pungutan sawit ini cenderung berpihak pada industri biodiesel. Di sisi lain, saat ini Pemerintah memang tengah melaksanakan mandatori B30.
Namun dalam program tersebut, organisasi petani sawit menilai petani tidak banyak terlibat dalam rantai pasok biodiesel karena rata-rata bahan baku untuk program B30 ini dipasok dari kebun yang dimiliki oleh perusahaan sendiri dan perusahaan pihak ketiga yang tidak memiliki industri biodiesel.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat melakukan subsidi kepada petani sawit karena harga TBS petani sawit yang terus turun. Saat ini harga TBS di tingkat petani kelapa sawit swadaya rata-rata di bawah Rp1.000 per kg selama pandemi COVID-19. Kondisi ini sangat berisiko bagi petani untuk mampu bertahan 4 bulan ke depan.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Persatuan Organisasi Petani Sawit (POPSI) Gamal Nasir menilai dalam pelaksanaan program B30 hingga B100 nanti, seharusnya industri biodiesel mengambil TBS dari petani sebagai bahan baku.
Agar hal tersebut bisa terlaksana, Kementerian ESDM harus membuatkan payung hukum atau regulasi terkait industri biodiesel tersebut.
"Industri biodiesel itu disebut sebagai penopang atau menyangga harga TBS petani, namun nyatanya industri tidak mengambil bahan baku dari TBS petani. Petani selalu tertekan karena harga pasar TBS petani tidak mempunyai nilai tawar," kata Gamal.
Secara umum, para petani meminta Pemerintah membatalkan kenaikan pungutan dana sawit dari eksportir dari 50 dolar AS menjadi 55 dolar AS.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020