Umat Islam mengimplementasikan sikap rendah hati sebagai pemaknaan Idul Fitri 1441 Hijriah melalui ketaatan terhadap protokol kesehatan dalam menghadapi pandemi COVID-19, kata Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Magelang Jumari.
"Ketaatan kepada protokol kesehatan merupakan perwujudan sikap rendah hati, kehidupan pribadinya akan lebih tertata dalam menghargai sesama," kata dia dalam keterangan tertulis di Magelang, Senin.
Ia mengemukakan hal tersebut terkait dengan pemaknaan Idul Fitri 1441 Hijriah yang dirayakan umat Islam di tengah situasi pandemi virus corona jenis baru tersebut.
Baca juga: Peduli warga terdampak COVID-19, Lazis Muhammadiyah bagikan paket sembako
Ia menyebut energi hidup lebih bermakna dan berguna karena tidak perlu mencari cara untuk membenarkan pendapat masing-masing dalam menghadapi serangan virus tersebut.
Taat pada aturan, termasuk protokol kesehatan, kata alumnus Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada Yogyakarta itu, perwujudan kesalehan sosial karena menjadi bentuk sikap umat dalam mengutamakan kepentingan umum daripada pribadi.
Ia mengemukakan orang yang sibuk mencari pembenaran pendapat sendiri dalam menyikapi pandemi COVID-19 saat ini, akan menghabiskan energi secara sia-sia atau justru merugikan kepentingan umum.
Memanfaatkan kesempatan banyak di rumah bersama keluarga untuk muhasabah dan merencanakan masa depan, katanya, perlu dilakukan umat di tengah pandemi virus agar kehidupan pada masa mendatang lebih bermakna.
Baca juga: Muhammadiyah desak Pemkot Surabaya berlakukan PSBB
"Jadikan perayaan Idul Fitri tahun ini sebagai forum uji diri menjadi hamba Allah dalam sunyi, tanpa ada sanjung puji dan akhirnya terbukti menjadi pribadi yang asli," katanya.
Idul Fitri di tengah pandemi tahun ini, katanya, juga media pembelajaran umat untuk menjadi manusia yang tidak hanya saleh secara pribadi, akan tetapi juga saleh secara sosial.
"Yang akhirnya akan mengantarkan menjadi hamba Allah yang sejati," katanya.
Ia juga mengemukakan setiap perayaan hari besar keagamaan, setiap manusia beragama dituntut menggali makna dan hikmah atas peristiwa itu.
Hal tersebut, katanya, menjadi penting sebagai proses muhasabah terhadap perjalanan hidup selama ini untuk perbaikan pada masa yang akan datang.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Ketaatan kepada protokol kesehatan merupakan perwujudan sikap rendah hati, kehidupan pribadinya akan lebih tertata dalam menghargai sesama," kata dia dalam keterangan tertulis di Magelang, Senin.
Ia mengemukakan hal tersebut terkait dengan pemaknaan Idul Fitri 1441 Hijriah yang dirayakan umat Islam di tengah situasi pandemi virus corona jenis baru tersebut.
Baca juga: Peduli warga terdampak COVID-19, Lazis Muhammadiyah bagikan paket sembako
Ia menyebut energi hidup lebih bermakna dan berguna karena tidak perlu mencari cara untuk membenarkan pendapat masing-masing dalam menghadapi serangan virus tersebut.
Taat pada aturan, termasuk protokol kesehatan, kata alumnus Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada Yogyakarta itu, perwujudan kesalehan sosial karena menjadi bentuk sikap umat dalam mengutamakan kepentingan umum daripada pribadi.
Ia mengemukakan orang yang sibuk mencari pembenaran pendapat sendiri dalam menyikapi pandemi COVID-19 saat ini, akan menghabiskan energi secara sia-sia atau justru merugikan kepentingan umum.
Memanfaatkan kesempatan banyak di rumah bersama keluarga untuk muhasabah dan merencanakan masa depan, katanya, perlu dilakukan umat di tengah pandemi virus agar kehidupan pada masa mendatang lebih bermakna.
Baca juga: Muhammadiyah desak Pemkot Surabaya berlakukan PSBB
"Jadikan perayaan Idul Fitri tahun ini sebagai forum uji diri menjadi hamba Allah dalam sunyi, tanpa ada sanjung puji dan akhirnya terbukti menjadi pribadi yang asli," katanya.
Idul Fitri di tengah pandemi tahun ini, katanya, juga media pembelajaran umat untuk menjadi manusia yang tidak hanya saleh secara pribadi, akan tetapi juga saleh secara sosial.
"Yang akhirnya akan mengantarkan menjadi hamba Allah yang sejati," katanya.
Ia juga mengemukakan setiap perayaan hari besar keagamaan, setiap manusia beragama dituntut menggali makna dan hikmah atas peristiwa itu.
Hal tersebut, katanya, menjadi penting sebagai proses muhasabah terhadap perjalanan hidup selama ini untuk perbaikan pada masa yang akan datang.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020