Tsunami yang terjadi di Jepang beberapa waktu lalu berimbas pada pertumbuhan ekspor impor di Indonesia ke negara tersebut.

Hal tersebut disampaikan Staf Ahli Ketua Bappenas Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Umiyatun Hayati Triastuti di Banjarmasin pada Musyawarah Rencana Pembangunan Daerah Kalimantan Selatan, Rabu.

Menurut Umiyatun, sebagian besar komoditas ekspor ke Jepang dari Indonesia mengalami penurunan cukup signifikan pasca terjadinya bencana Tsunami tersebut.

"Tsunami Jepang yang diperkirakan bakal mengganggu pertumbuhan ekonomi negara Matahari tersebut hingga akhir tahun cukup berpengaruh pada ekspor Indonesia," katanya.

Eskpor tersebut antara lain udang, sektor perkebunan dan beberapa sektor lainnya. Tentang perhitungannya, kata dia, kini sedang dalam kajian sehingga belum ditemukan angka pasti seberapa besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sebelumnya Bank Indonesia Banjarmasin juga mengeluarkan rilis tentang kondisi ekspor Kalsel pasca Tsunami Jepang.

Direktur Regional Bank Indonesia Wilayah Kalimantan Khairil Anwar mengatakan perekonomian Jepang yang dikenal maju dan modern sempat terguncang dampak dari bencana gempa dan Tsunami yang terjadi baru-baru ini.

Bencana tersebut meluluhlantakkan sebagian besar area yang merupakan sentra produksi pertanian dan industri pengolahan.

Sejumlah infrastruktur penting penopang perekonomian negara tersebut, seperti jalan, jembatan dan pembangkit listrik tenaga nuklir di Fukushima, Onagawa, dan Tokai hancur akibat gempa dan tsunami.

Dengan kondisi tersebut, pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan menyusut 1 persen hingga 2 persen dan diperkirakan perlambatan kinerja ekonomi Jepang diperkirakan akan berlanjut hingga akhir 2011.

Menurut dia, akibat lambatnya proses pemulihan yang disebabkan lebarnya defisit fiskal belum lagi krisis reaktor nuklir dan kebocoran radiasi yang kemungkinan membutuhkan waktu cukup panjang untuk mengembalikannya ke kondisi seperti semula.

Mengingat Jepang merupakan salah satu negara tujuan ekspor Kalimantan, diharapkan tidak akan banyak berdampak terhadap kinerja ekspor di daerah ini.

Menurut dia, pengalaman triwulan sebelumnya, pada saat ekonomi Jepang mengalami kontraksi sebesar -0,3 persen, dampak yang ditimbulkan terhadap ekspor Kalimantan relatif kecil dibanding kenaikan ekspor agregatnya.

Jika dibanding ekspor ke Jepang di triwulan III-2009 ketika PDB Jepang tercatat konstraksi -0,5 persen, porsi ekspor Kalimantan ke Jepang justru mengalami kenaikan sejalan dengan peningkatan harga komoditas internasional.

Kondisi tersebut, mengindikasikan bahwa pergerakan pertumbuhan PDB Jepang tidak selalu pararel dengan nilai ekspor Kalimantan ke Jepang.

Selain itu, sebagian besar ekspor ke Jepang merupakan komoditas yang pangsa pasarnya masih terbuka luas di pasar Internasional, sehingga mudah dialihkan ke negara lain yang memerlukan seperti komoditas batu bara dan karet.

Selama 2010 nilai ekspor batu bara mencapai 2,49 miliar dolar AS atau 77,8 persen dari total ekspor Kalimantan ke Jepang. Sementara ekspor karet sebesar 106 juta dolar AS atau sekitar 4 persen dari total ekspor Kalimantan ke Jepang.

Namun demikian, tetap harus diwaspadai, khususnya untuk industri kayu olahan terutama dalam bentuk alas tikar dan sejenisnya yang mayoritas peminatnya adalah warga negara Jepang, maka dapat dipastikan akan terpengaruh.

Nilai ekspor untuk industri kayu olahan ke Jepang mencapai 368 juta dolar AS atau 11,5 persen dari total ekspor Kalimantan ke Jepang, dan melibatkan banyak tenaga kerja di dalamnya.

Oleh karena itu, tambah Khairil perlunya campur tangan pemerintah daerah untuk membantu pengusaha mencari alternatif tujuan ekspor ke negara lain agar industri kayu olahan tetap dapat eksis./B

Pewarta:

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2011