Kalangan DPRD Kabupaten Kotabaru, mendesak Pemkab Kotabaru, Kalimantan Selatan, untuk merevisi isi perjanjian yang dituangkan dalam memorandum of understanding (MoU) terkait kompensasi terhadap penambangan batu bara di Pulau Laut oleh PT Sebuku Gorup.
Ketua DPRD Kotabaru, Syairi Mukhlis di Kotabaru Selasa mengatakan, melihat isi perjanjian dalam MoU yang ditandatangani pada 2014 (masa pemerintahan Bupati H Irhami Rijani), maka batas akhir kompensasi September 2020.
"Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus segera merevisi isi MoU tersebut, sehingga tidak ada alasan bagi perusahaan tidak melaksanakan komitmennya terhadap kompensasi atas penambangan di Pulau Laut ini," kata Syairi, Selasa.
Politisi PDIP ini menjelaskan, rapat dengar pendapat yang dilaksanakan DPRD Kotabaru menyusul pertanyaan dari masyarakat tentang kompensasi Rp700 miliar dari PT Sebuku Group terhadap izin penambangan di Pulau Laut.
Dalam forum mengemuka, terkait kompensasi pertambangan di Pulau Laut, awalnya MoU ditandatangani pada 2010 diperuntukkan pembangunan jembatan penghubung Pulau Laut-daratan Kalimantan.
Baca juga: DPRD desak revisi MoU kompensasi tambang Pulau Laut
Baca juga: Pemprov terus berjuang selamatkan Pulau Laut dari tambang
Baca juga: Selamatkan kepentingan lebih besar demi kelestarian lingkungan
Namun 2014 MoU direvisi, karena pembangunan jembatan diambil alih oleh pemerintah provinsi dan dan pemerintah pusat, maka kompensasi pertambangan tersebut dialihkan untuk infrastruktur publik lainnya, salah satunya yang telah dilaksanakan yakni pembangunan Siring Laut.
"Dalam forum dengar pendapat tersebut mengemuka, perusahaan tetap komitmen seluruh isi perjanjian dalam MoU tersebut, dan siap melaksanakan sesuai dengan nilai yang disepakati (Rp700 miliar)," terang Syairi.
Disinggung berapa nilai yang sudah digelontorkan hingga kini, mantan kepala desa ini menyebut masih menunggu hasil audit baik dari daerah, perusahaan dan tim independen.
"Dalam kesepakatan kompensasi tidak dalam bentuk uang tunai, tapi dalam bentuk fisik bangunan, untuk itu perlu diaudit terlebih dulu," ujarnya seraya menegaskan yang terpenting saat ini dilakukan membuat draft revisi isi MoU tersebut.
Setelah itu draft akan dibahas bersama legislatif dengan menghadirkan perusahaan, dan jika sudah dinyatakan matang dan fix, maka bisa ditandatangani menjadi MoU yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan.
Diketahui, masyarakat melalui LSM Kawal Kompensasi Tambang Kotabaru mempertanyakan komitmen perusahaan pertambangan dibawah naungan Sebuku Group senilai Rp700 miliar yang ditandatangani 2010.***2***
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
Ketua DPRD Kotabaru, Syairi Mukhlis di Kotabaru Selasa mengatakan, melihat isi perjanjian dalam MoU yang ditandatangani pada 2014 (masa pemerintahan Bupati H Irhami Rijani), maka batas akhir kompensasi September 2020.
"Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus segera merevisi isi MoU tersebut, sehingga tidak ada alasan bagi perusahaan tidak melaksanakan komitmennya terhadap kompensasi atas penambangan di Pulau Laut ini," kata Syairi, Selasa.
Politisi PDIP ini menjelaskan, rapat dengar pendapat yang dilaksanakan DPRD Kotabaru menyusul pertanyaan dari masyarakat tentang kompensasi Rp700 miliar dari PT Sebuku Group terhadap izin penambangan di Pulau Laut.
Dalam forum mengemuka, terkait kompensasi pertambangan di Pulau Laut, awalnya MoU ditandatangani pada 2010 diperuntukkan pembangunan jembatan penghubung Pulau Laut-daratan Kalimantan.
Baca juga: DPRD desak revisi MoU kompensasi tambang Pulau Laut
Baca juga: Pemprov terus berjuang selamatkan Pulau Laut dari tambang
Baca juga: Selamatkan kepentingan lebih besar demi kelestarian lingkungan
Namun 2014 MoU direvisi, karena pembangunan jembatan diambil alih oleh pemerintah provinsi dan dan pemerintah pusat, maka kompensasi pertambangan tersebut dialihkan untuk infrastruktur publik lainnya, salah satunya yang telah dilaksanakan yakni pembangunan Siring Laut.
"Dalam forum dengar pendapat tersebut mengemuka, perusahaan tetap komitmen seluruh isi perjanjian dalam MoU tersebut, dan siap melaksanakan sesuai dengan nilai yang disepakati (Rp700 miliar)," terang Syairi.
Disinggung berapa nilai yang sudah digelontorkan hingga kini, mantan kepala desa ini menyebut masih menunggu hasil audit baik dari daerah, perusahaan dan tim independen.
"Dalam kesepakatan kompensasi tidak dalam bentuk uang tunai, tapi dalam bentuk fisik bangunan, untuk itu perlu diaudit terlebih dulu," ujarnya seraya menegaskan yang terpenting saat ini dilakukan membuat draft revisi isi MoU tersebut.
Setelah itu draft akan dibahas bersama legislatif dengan menghadirkan perusahaan, dan jika sudah dinyatakan matang dan fix, maka bisa ditandatangani menjadi MoU yang wajib dilaksanakan oleh perusahaan.
Diketahui, masyarakat melalui LSM Kawal Kompensasi Tambang Kotabaru mempertanyakan komitmen perusahaan pertambangan dibawah naungan Sebuku Group senilai Rp700 miliar yang ditandatangani 2010.***2***
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020