Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui produk dalam negeri atau tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada sektor energi baru terbarukan (EBT) khususnya energi surya masih belum besar.
"Kita menyadari kemampuan kita belum sampai ke level yang tinggi karena memang pasar dalam negeri belum banyak, industri yang ada, terkait PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) masih terbatas," kata Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris di Jakarta, Senin.
Ia mengungkapkan sejauh ini produksi modul dalam negeri baru mencapai tingkat komponen 40 persen karena komponen seperti kaca dan sel masih mengandalkan impor.
"Regulasi perindustrian sudah ada bahwa mulai 2020 implementasi 60 persen diterapkan, tapi kalau lihat pasarnya, kita belum sampe ke 60 persen. Kalau dipaksa, sektornya yang nanti tidak jalan sehingga ditunda dulu, kembali ke 40 persen," kata dia.
Baca juga: BPPT rekomendasikan energi surya untuk listrik
Ia mengharapkan pengembangan EBT khususnya energi surya dapat lebih didorong di hulu dengan memproduksi komponen-komponen tenaga surya sehingga mendorong TKDN.
"Tidak hanya beli sel dan dirakit, tapi bikin sel-nya, masih banyak yang kita assembling di sini. Jadii masih rendah," sambung dia.
Menurut dia, kemampuan anak bangsa dalam memproduksi komponen itu sudah cukup mumpuni, namun belum bisa berproduksi massal karena pasar yang belum tinggi. Sedangkan dari sisi investasi, cukup banyak investor yang berminat mendanai pembangunan energi surya.
"Untuk PLTS peminatnya banyak, investasi paling murah dan paling gampang dipasang," ucapnya.
Baca juga: Masyarakat Nikmati Listrik Tenaga Surya
Mengenai kekhawatiran terhadap virus corona, Harris menjamin virus itu tidak akan berdampak signifikan terhadap investasi EBT dalam negeri.
"Jauh lah, menurut saya. Efek corona ini saya lihat jangka pendek, misalnya pariwisata langsung turun, karena memang berdampak langsung pada pergerakan orang, kalau investasi di EBT kan jangka panjang," ujarnya.
Untuk itu pemerintah tidak mengubah target investasi jangka panjang untuk EBT yang sudah merencanakan angka 17,8 miliar dolar AS hingga 2024.
Haris meyatakan tidak khawatir virus corona memperlambat pengerjaan proyek, namun kementeriannya akan terus memonitornya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020
"Kita menyadari kemampuan kita belum sampai ke level yang tinggi karena memang pasar dalam negeri belum banyak, industri yang ada, terkait PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) masih terbatas," kata Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris di Jakarta, Senin.
Ia mengungkapkan sejauh ini produksi modul dalam negeri baru mencapai tingkat komponen 40 persen karena komponen seperti kaca dan sel masih mengandalkan impor.
"Regulasi perindustrian sudah ada bahwa mulai 2020 implementasi 60 persen diterapkan, tapi kalau lihat pasarnya, kita belum sampe ke 60 persen. Kalau dipaksa, sektornya yang nanti tidak jalan sehingga ditunda dulu, kembali ke 40 persen," kata dia.
Baca juga: BPPT rekomendasikan energi surya untuk listrik
Ia mengharapkan pengembangan EBT khususnya energi surya dapat lebih didorong di hulu dengan memproduksi komponen-komponen tenaga surya sehingga mendorong TKDN.
"Tidak hanya beli sel dan dirakit, tapi bikin sel-nya, masih banyak yang kita assembling di sini. Jadii masih rendah," sambung dia.
Menurut dia, kemampuan anak bangsa dalam memproduksi komponen itu sudah cukup mumpuni, namun belum bisa berproduksi massal karena pasar yang belum tinggi. Sedangkan dari sisi investasi, cukup banyak investor yang berminat mendanai pembangunan energi surya.
"Untuk PLTS peminatnya banyak, investasi paling murah dan paling gampang dipasang," ucapnya.
Baca juga: Masyarakat Nikmati Listrik Tenaga Surya
Mengenai kekhawatiran terhadap virus corona, Harris menjamin virus itu tidak akan berdampak signifikan terhadap investasi EBT dalam negeri.
"Jauh lah, menurut saya. Efek corona ini saya lihat jangka pendek, misalnya pariwisata langsung turun, karena memang berdampak langsung pada pergerakan orang, kalau investasi di EBT kan jangka panjang," ujarnya.
Untuk itu pemerintah tidak mengubah target investasi jangka panjang untuk EBT yang sudah merencanakan angka 17,8 miliar dolar AS hingga 2024.
Haris meyatakan tidak khawatir virus corona memperlambat pengerjaan proyek, namun kementeriannya akan terus memonitornya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2020