Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengingatkan bahwa konflik di Libya berisiko jatuh ke dalam kekacauan dan menjadi "Suriah berikutnya" saat dia memohon percepatan perundang-undangan untuk mengizinkan pengiriman pasukan ke negara di Afrika Utara itu.
"Jika Libya hari ini menjadi seperti Suriah, maka perubahan semacam itu akan merembet ke negara-negara lainnya di kawasan itu," kata Cavusoglu dalam rapat Partai Keadilan dan Pembangunan yang memerintah saat ini.
Pemerintah Libya yang secara internasional dikenal dengan Pemerintahan Kesepakatan Nasional (GNA) di ibu kota Tripoli, tengah berjuang menghadapi kekuatan Jenderal Khalifa Haftar yang didukung oleh Rusia, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Yordania.
"Kita harus melakukan langkah apapun yang diperlukan untuk mencegah LIbya terbagi-bagi dan jatuh ke dalam kekacauan, dan hal inilah yang tengah kita lakukan. Kita berurusan dengan pemerintah yang resmi di sana," ujar Cavusoglu menekankan bahwa penandatanganan perjanjian militer dan keamanan dengan Libya sangat penting. Cavusoglu akan bertemu dengan tiga pimpinan partai oposisi pada Senin (30/12) esok, dan pemerintah berharap agar bisa berdiskusi mengenai usulan itu dalam pekan depan.
Sebelumnya pada pekan lalu, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengumumkan keputusan pemerintahannya meminta persetujuan parlemen untuk mengirim pasukan ke Libya dan ikut membela GNA yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Pasukan Haftar gagal mencapai pusat kota Tripoli, namun telah berhasil menduduki beberapa daerah pinggiran di bagian selatan ibu kota dalam beberapa pekan terakhir dengan bantuan pasukan Rusia dan Sudan, juga drone dari Uni Emirat Arab, kata beberapa diplomat.
Sejumlah drone buatan China itu memberikan sokongan keamanan udara untuk pasukan Haftar karena bisa mengangkut hingga delapan kali berat bahan peledak dibanding drone milik GNA yang diberikan Turki, serta bisa menjangkau seluruh Libya, menurut laporan PBB pada November.
Bulan lalu, pemerintah Turki menandatangani dua perjanjian berbeda dengan GNA yang dipimpin Fayez al-Serraj. Satu perjanjian mengenai kerja sama keamanan dan militer, sementara yang lainnya mengenai perbatasan maritim di sebelah timur Mediterania. Sementara itu, terkait video yang beredar di dunia maya dengan keterangan pasukan Suriah dikirimkan oleh Turki ke Libya, GNA menyebutnya tidak benar. GNA mengatakan video yang menunjukkan sejumlah anggota militer kelelahan di samping gerbang itu direkam di provinsi Idlib, Suriah.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
"Jika Libya hari ini menjadi seperti Suriah, maka perubahan semacam itu akan merembet ke negara-negara lainnya di kawasan itu," kata Cavusoglu dalam rapat Partai Keadilan dan Pembangunan yang memerintah saat ini.
Pemerintah Libya yang secara internasional dikenal dengan Pemerintahan Kesepakatan Nasional (GNA) di ibu kota Tripoli, tengah berjuang menghadapi kekuatan Jenderal Khalifa Haftar yang didukung oleh Rusia, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Yordania.
"Kita harus melakukan langkah apapun yang diperlukan untuk mencegah LIbya terbagi-bagi dan jatuh ke dalam kekacauan, dan hal inilah yang tengah kita lakukan. Kita berurusan dengan pemerintah yang resmi di sana," ujar Cavusoglu menekankan bahwa penandatanganan perjanjian militer dan keamanan dengan Libya sangat penting. Cavusoglu akan bertemu dengan tiga pimpinan partai oposisi pada Senin (30/12) esok, dan pemerintah berharap agar bisa berdiskusi mengenai usulan itu dalam pekan depan.
Sebelumnya pada pekan lalu, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengumumkan keputusan pemerintahannya meminta persetujuan parlemen untuk mengirim pasukan ke Libya dan ikut membela GNA yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Pasukan Haftar gagal mencapai pusat kota Tripoli, namun telah berhasil menduduki beberapa daerah pinggiran di bagian selatan ibu kota dalam beberapa pekan terakhir dengan bantuan pasukan Rusia dan Sudan, juga drone dari Uni Emirat Arab, kata beberapa diplomat.
Sejumlah drone buatan China itu memberikan sokongan keamanan udara untuk pasukan Haftar karena bisa mengangkut hingga delapan kali berat bahan peledak dibanding drone milik GNA yang diberikan Turki, serta bisa menjangkau seluruh Libya, menurut laporan PBB pada November.
Bulan lalu, pemerintah Turki menandatangani dua perjanjian berbeda dengan GNA yang dipimpin Fayez al-Serraj. Satu perjanjian mengenai kerja sama keamanan dan militer, sementara yang lainnya mengenai perbatasan maritim di sebelah timur Mediterania. Sementara itu, terkait video yang beredar di dunia maya dengan keterangan pasukan Suriah dikirimkan oleh Turki ke Libya, GNA menyebutnya tidak benar. GNA mengatakan video yang menunjukkan sejumlah anggota militer kelelahan di samping gerbang itu direkam di provinsi Idlib, Suriah.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019