Presiden RI Joko Widodo membuat sebuah penekanan baru dalam upaya melakukan reformasi birokrasi di pemerintahan periode keduanya.
Presiden menghendaki upaya reformasi birokasi yang telah dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi selama 1 dekade sejak 2009 bisa menyentuh "jantung" birokrasi.
Sebagaimana diketahui, Kementerian PANRB sebelumnya tidak mengurusi urusan reformasi birokrasi. Baru pada era Kabinet Indonesia Bersatu II yang dipimpin Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, Kementerian PAN mendapat tugas tambahan dalam upaya reformasi birokrasi hingga namanya menjadi Kementerian PANRB.
Tugas tambahan itu dimaksudkan Presiden SBY, yang berpasangan dengan Wapres Boediono kala itu, sebagai penguatan peran dan tanggung jawab untuk lebih mengoptimalisasikan implementasi reformasi birokrasi sebagai salah satu agenda strategis kenegaraan.
Kini setelah 1 dekade, upaya reformasi birokasi seolah memasuki babak baru, dengan penekanan yang diberikan Presiden Joko Widodo bahwa reformasi harus menyentuh "jantung" birokrasi.
Baca juga: Jimly Ashidiqie setuju penyederhanaan jabatan eselon
Sebelum membahas mengenai maksud dari reformasi yang menyentuh "jantung" birokrasi, penting juga melihat figur sentral yang mendapat amanah Presiden dalam melakukan tugas tersebut.
Figur itu tidak lain adalah Tjahjo Kumolo, Menteri PANRB periode 2019—2024.
Kompetensi seorang Tjahjo Kumolo, mantan Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, tampaknya tidak perlu diragukan.
Kapasitas Tjahjo Kumolo sebagai pembantu Presiden sudah pernah ditunjukkannya pada era pemerintahan Presiden Jokowi yang pertama. Kala itu Tjahjo Kumolo menjabat Menteri Dalam Negeri.
Bagi jurnalis yang bertugas meliput di Kementerian Dalam Negeri kala itu, loyalitas Tjahjo kepada Presiden bukan rahasia lagi. Seluruh amanat Presiden terkait dengan isu-isu yang menjadi ranah kerja Kemendagri selalu dijalankan dan dilaksanakan Tjahjo dengan cukup baik.
Kini Tjahjo mendapat amanah baru di Kementerian PANRB. Dia awal masa jabatan sebagai Menteri PANRB, Tjahjo langsung mendapat tugas besar untuk mewujudkan reformasi hingga ke "jantung" birokrasi.
Birokrasi sedikit banyak merupakan cerminan keseluruhan sebuah pemerintahan. Birokrasi yang efisien, efektif, dan melayani, menunjukkan sebuah pemerintahan berjalan baik.
Terkait dengan tugas melakukan reformasi hingga ke "jantung" birokrasi, Tjahjo secara khusus dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (19/11), untuk menerima amanah itu.
Dia pun menjelaskan bahwa amanah Presiden Joko Widodo tentang mewujudkan reformasi hingga ke "jantung" birokrasi bukan berarti upaya reformasi birokrasi selama 1 dekade ini tidak berjalan.
Baca juga: Mantapkan reformasi birokrasi Kemen PAN-RB asistensi Pemkab HSS
Selama ini, menurut pengamatan Presiden, upaya reformasi birokrasi yang dilakukan kebanyakan baru menyentuh luarnya saja sehingga Presiden menyerukan babak baru dalam reformasi birokrasi dengan meminta reformasi yang dilakukan hingga menyentuh "jantung" atau dalam hal ini inti dari birokrasi.
Amanah yang diberikan Presiden kepada Menteri PANRB Tjahjo Kumolo sejatinya sudah bisa diperkirakan sejak awal pidato kenegaraan pertama Jokowi saat dilantik di parlemen sebagai Presiden periode 2019—2024.
Saat itu Presiden berbicara mengenai rencana penyederhanaan eselonisasi. Presiden menginginkan pejabat eselon di seluruh kementerian dan pemerintahan daerah hanya sampai eselon II.
Artinya, eselon III ke bawah harus ditiadakan. Berdasarkan perkembangan, jabatan tersebut diganti menjadi jabatan fungsional. Tujuannya tidak lain adalah efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan birokrasi.
Melalui pidato Presiden Joko Widodo tersebut, publik kiranya sudah bisa menduga keinginan Presiden Joko Widodo atas reformasi birokrasi yang lebih mendalam.
Tjahjo Kumolo pribadi tidak perlu waktu lama untuk memulai amanah itu. Di awal masa jabatannya sebagai Menteri PANRB, Tjahjo langsung mengumpulkan sekjen dan sekretaris kementerian dari seluruh kementerian dan lembaga. Hal tersebut juga dilakukan dengan instansi pemerintah daerah.
Tjahjo menekankan reformasi birokrasi dengan penyederhanaan eselonisasi ini bukanlah pemangkasan jumlah ASN, melainkan merampingkan atau memperpendek jalur sehingga pelayanan publik lebih cepat.
Dia juga menegaskan bahwa reformasi birokrasi tidak mengurangi penghasilan pegawai negeri.
Adapun upaya penyederhanaan eselonisasi sebagai salah satu wujud reformasi hingga ke "jantung" birokrasi ini mulai diterapkan Tjahjo di kementeriannya sendiri.
Harapannya, kementeriannya dapat menjadi sebuah percontohan bagi kementerian/lembaga atau instansi pemerintah daerah.
Tjahjo dalam berbagai kesempatan juga menekankan penyederhanaan eselonisasi ini tidak semudah membalikkan telapak tangan karena ada perbedaan tugas dan fungsi eselon di masing-masing instansi.
Oleh karena itu, dia berulang kali menekankan bahwa penyederhanaan eselon akan dilakukan dengan penuh ketelitian dan kehati-hatian agar tidak menimbulkan kegaduhan.
Gebrakan Lain
Upaya reformasi birokrasi pada masa pemerintahan kedua Presiden Joko Widodo agaknya menyasar pada output atau hasil akhir dari pelayanan publik yang prima dengan efektivitas dan efisiensi proses, tanpa mengorbankan profesionalitas dan kualitas kerja aparatur sipil negara (ASN).
Hal itu tercermin dari gebrakan yang turut dilontarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Menteri Perencanaan Pembangunan (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa melontarkan ide bahwa ASN dapat bekerja di rumah tanpa perlu pergi ke kantor selama output kerja yang dihasilkan lebih efisien, efektif, dan baik.
Rencananya wacana itu akan diuji coba terhadap sedikitnya 1.000 ASN di lingkungan Kementerian PPN)/Bappenas sebelum diberlakukan kepada seluruh ASN.
Menurut Suharso, ide itu akan diterapkan kepada ASN yang memiliki jabatan fungsional. Mereka dapat bekerja di mana pun, tanpa perlu pergi kantor.
Wacana ini mendapat respons positif juga dari Menteri PANRB Tjahjo Kumolo. Menurut Tjahjo, ide bahwa ASN dapat bekerja di rumah selama output kerja yang dihasilkan jauh lebih baik merupakan ide yang patut dicoba.
Menurut Tjahjo, ASN yang bekerja di rumah bukan berarti lantas bermalas-malasan. Oleh karena itu, penerapan ide itu perlu didukung sebuah mekanisme sistem pengawasan yang tepat dan harus dibuktikan dengan efisiensi dan efektivitas kerja serta hasil yang baik.
Tjahjo menganalogikan ide itu layaknya pekerjaan sebuah jurnalis. Tjahjo mengatakan bahwa seorang jurnalis tidak perlu ke kantor redaksi untuk bekerja mengirim berita.
Hasilnya sebuah kantor redaksi dapat lebih produktif dan efisien dalam memproduksi sebuah berita karena para jurnalisnya dapat mengirimkan berita langsung dari lokasi peliputan, tanpa perlu ke kantor.
Kesimpulannya beberapa gagasan tersebut di atas merupakan awal dari upaya pemerintah mewujudkan reformasi hingga ke "jantung" birokrasi.
Sejatinya upaya reformasi birokrasi ini merupakan tugas seluruh instansi pemerintahan. Publik menanti gebrakan lain dalam birokrasi di Indonesia agar betul-betul dapat mewujudkan visi dan misi Indonesia Maju dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019