Oleh Syamsuddin Hasan
Permintaan itu dalam keterangan persnya kepada komunitas wartawan perlemen atau Journalist Parliament Community (JPC) Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, Rabu, menyusul temuan dugaan penggelapan 580 ton beras di gudang Bulog Indramayu Singakerta II, Jawa Barat.
"Apa yang terjadi di Indramayu bisa merupakan fenomena `gunung es` yaitu yang kelihatan sedikit, sementara yang tidak kelihatan mungkin jauh lebih banyak," tandas legislator asal daerah pemilihan (dapil) Kalsel tersebut.
"Yang terungkap baru di Indramayu, sementara di daerah-daerah lain belum tentu tidak ada kasus serupa. Karena itu, lakukan audit raskin di seluruh gudang Bulog," lanjutnya.
Untuk keberhasilan audit, menurut wakil rakyat yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian itu, bisa dilakukan dengan cara seperti di Indramayu.
"Cara di Indramayu itu, ganti Kasub Divre dengan orang baru dari daerah lain yang memiliki integritas. Akan lebih meyakinkan lagi bila dalam waktu yang bersamaan kepala gudang juga diganti," sarannya.
Kemudian pejabat baru ini harus segera melakukan "stok opname" (pendataan stok). Hasilnya bandingkan dengan data sebelumnya, lanjut alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) Jabar tersebut.
Menurut dia, penggantian pejabat itu penting untuk memutus rantai kolusi, sebab jarang penggelapan dilakukan oleh hanya seorang pejabat. Untuk mengamankan perilakunya pejabat tersebut bisa menyertakan bawahan dan atasannya sehingga di antara mereka saling melindungi.
Untuk kasus di Indramayu, saran politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, polisi jangan hanya memeriksa kepala gudang, tapi juga Kasub Divre sebelumnya.
Ia menambahkan, selain pergantian pejabat, perlu juga dipajang di kantor-kantor dan gudang-gudang Bulog nomor sms pengaduan.
"Dengan demikian siapa saja bisa mengadukan dugaan penyelewengan. Info pengaduan tersebut bisa menjadi petunjuk atau temuan awal untuk mengadakan langkah lebih lanjut," ujarnya.
"Kepada mereka yang berani melaporkan dugaan penggelapan, patut diberi apresiasi. Karena berani melapor, berarti ia berani juga menanggung risiko," lanjutnya.
Menurut dia, risiko tersebut, bisa risiko tidak disukai, dimusuhi, dan bahkan sampai ancaman keselamatan jiwa dan keluarga. Karena itu kepada yang bersangkutan harus diberi penghargaan yang layak, setimpal keberaniannya mengambil risiko.
Pemberian apresiasi diharapkan dapat memotivasi yang lain untuk berbuat serupa. "Berani melapor bila melihat penyimpangan. Jika keberanian melapor sudah menjadi budaya, maka sedikit demi sedikit perilaku penyalahgunaan wewenang bisa dieliminasi," ujarnya.
"Dirut Bulog juga jangan melindungi bawahan bila mereka bersalah. Jangan karena demi menjaga nama baik Bulog, mereka yang menyalahgunakan wewenang dibiarkan," sarannya.
Menurut dia, bila Dirut Bulog tegas menindak jajarannya yang menyimpang, justru akan membuat Bulog semakin dipercaya sebagai lembaga yang bisa mengelola urusan publik.
Selain audit internal oleh Bulog sendiri, ia juga mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia untuk mengadakan audit investigatif.
Hal itu sesuai Undang Undang (UU) Nomor 15 tahun 2006 mengenai Badan Pemeriksa Keuangan dan UU Nomor 15 Tahun 2004 mengenai UU Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan.
Ia menerangkan, UU 15/2006 6 ayat 1 menyebutkan: BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya.
Selain itu, memeriksa Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Kemudian ayat 3 UU 15/2006 menyebutkan: Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Sedangkan UU 15/2004 Pasal 13 menyebutkan: Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
 "Perum Bulog adalah BUMN yang mengelola keuangan negara, termasuk dana raskin. Maka berdasarkan dua undang-undang di atas (UU 15/2006 dan UU 15/2004), BPK bisa melakukan audit investigatif terhadap Bulog," demikian Habib Nabiel.  Â
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013
Banjarmasin, Â (Antaranews Kalsel) - Anggota Komisi IV DPR RI Habib Nabiel Fuad Almusawa meminta Direktur Utama Badan Urusan Logistik agar melakukan audit terhadap beras untuk orang miskin yang disimpan di gudang Bulog di seluruh Indonesia.
Permintaan itu dalam keterangan persnya kepada komunitas wartawan perlemen atau Journalist Parliament Community (JPC) Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, Rabu, menyusul temuan dugaan penggelapan 580 ton beras di gudang Bulog Indramayu Singakerta II, Jawa Barat.
"Apa yang terjadi di Indramayu bisa merupakan fenomena `gunung es` yaitu yang kelihatan sedikit, sementara yang tidak kelihatan mungkin jauh lebih banyak," tandas legislator asal daerah pemilihan (dapil) Kalsel tersebut.
"Yang terungkap baru di Indramayu, sementara di daerah-daerah lain belum tentu tidak ada kasus serupa. Karena itu, lakukan audit raskin di seluruh gudang Bulog," lanjutnya.
Untuk keberhasilan audit, menurut wakil rakyat yang menyandang gelar insinyur dan magister bidang pertanian itu, bisa dilakukan dengan cara seperti di Indramayu.
"Cara di Indramayu itu, ganti Kasub Divre dengan orang baru dari daerah lain yang memiliki integritas. Akan lebih meyakinkan lagi bila dalam waktu yang bersamaan kepala gudang juga diganti," sarannya.
Kemudian pejabat baru ini harus segera melakukan "stok opname" (pendataan stok). Hasilnya bandingkan dengan data sebelumnya, lanjut alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) Jabar tersebut.
Menurut dia, penggantian pejabat itu penting untuk memutus rantai kolusi, sebab jarang penggelapan dilakukan oleh hanya seorang pejabat. Untuk mengamankan perilakunya pejabat tersebut bisa menyertakan bawahan dan atasannya sehingga di antara mereka saling melindungi.
Untuk kasus di Indramayu, saran politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, polisi jangan hanya memeriksa kepala gudang, tapi juga Kasub Divre sebelumnya.
Ia menambahkan, selain pergantian pejabat, perlu juga dipajang di kantor-kantor dan gudang-gudang Bulog nomor sms pengaduan.
"Dengan demikian siapa saja bisa mengadukan dugaan penyelewengan. Info pengaduan tersebut bisa menjadi petunjuk atau temuan awal untuk mengadakan langkah lebih lanjut," ujarnya.
"Kepada mereka yang berani melaporkan dugaan penggelapan, patut diberi apresiasi. Karena berani melapor, berarti ia berani juga menanggung risiko," lanjutnya.
Menurut dia, risiko tersebut, bisa risiko tidak disukai, dimusuhi, dan bahkan sampai ancaman keselamatan jiwa dan keluarga. Karena itu kepada yang bersangkutan harus diberi penghargaan yang layak, setimpal keberaniannya mengambil risiko.
Pemberian apresiasi diharapkan dapat memotivasi yang lain untuk berbuat serupa. "Berani melapor bila melihat penyimpangan. Jika keberanian melapor sudah menjadi budaya, maka sedikit demi sedikit perilaku penyalahgunaan wewenang bisa dieliminasi," ujarnya.
"Dirut Bulog juga jangan melindungi bawahan bila mereka bersalah. Jangan karena demi menjaga nama baik Bulog, mereka yang menyalahgunakan wewenang dibiarkan," sarannya.
Menurut dia, bila Dirut Bulog tegas menindak jajarannya yang menyimpang, justru akan membuat Bulog semakin dipercaya sebagai lembaga yang bisa mengelola urusan publik.
Selain audit internal oleh Bulog sendiri, ia juga mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia untuk mengadakan audit investigatif.
Hal itu sesuai Undang Undang (UU) Nomor 15 tahun 2006 mengenai Badan Pemeriksa Keuangan dan UU Nomor 15 Tahun 2004 mengenai UU Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan.
Ia menerangkan, UU 15/2006 6 ayat 1 menyebutkan: BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya.
Selain itu, memeriksa Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Kemudian ayat 3 UU 15/2006 menyebutkan: Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Sedangkan UU 15/2004 Pasal 13 menyebutkan: Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
 "Perum Bulog adalah BUMN yang mengelola keuangan negara, termasuk dana raskin. Maka berdasarkan dua undang-undang di atas (UU 15/2006 dan UU 15/2004), BPK bisa melakukan audit investigatif terhadap Bulog," demikian Habib Nabiel.  Â
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2013