Kasus yang menjerat Bupati Balangan Drs H Ansharuddin mendapat tanggapan dari akademisi hukum Dr H Mohammad Effendy. Dia mengakui, sulit menghindari opini yang mengatakan bahwa ada dugaan unsur politis dalam perkara yang telah menetapkan bupati sebagai tersangka.
"Penetapan tersangka di momen jelang Pilkada, maka tentu sulit kita menghindari ada kesan atau anggapan masyarakat bahwa proses ini tidak bisa dilepaskan dari masalah-masalah politik," terang Ahli Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.
Terkait persoalan kasusnya sendiri, menurut Effendy, karena berawal dari cek untuk transaksi perbankan, maka bisa dilihat dari dua aspek. Pertama perdata murni dan kedua bisa juga diteruskan menjadi aspek pidana.
"Katakanlah penipuan, tapi untuk masuk ke tingkat penipuan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Berdasarkan berita yang saya baca di media, tidak ada terungkap secara jelas cek itu membayar untuk apa sebenarnya dalam transaksi," jelasnya.
Kemudian Effendy juga lebih merinci terkait transaksi yang dilakukan Ansharuddin apakah sebagai pribadi atau kapasitasnya sebagai jabatan bupati.
"Kalau saya lihat sementara ini cek berkaitan dengan adanya hutang piutang, maka besar kemungkinan itu lahir karena adanya transaksi yang bersifat pribadi tidak terkait dengan jabatan," papar mantan
Dekan Fakultas Hukum ULM itu.
Oleh karena lebih bersifat urusan pribadi, maka Effendy memandang jika sebaiknya semua pihak bisa menahan diri dan menunggu proses hukum yang sedang berjalan.
"Sebaiknya kita junjung tinggi asas praduga tak bersalah. Kebijakan seperti menonaktifkan atau meminta bupati mundur tidak perlu dilakukan. Begitu juga hak yang bersangkutan untuk kembali maju dalam Pilkada Balangan, biarlah masyarakat sendiri yang menilai bagaimana kinerja petahana pada periode pertama apakah masih layak dipilih atau tidak," tandas Effendy.
Seperti diketahui, Ansharuddin melalui kuasa hukumnya Muhammad Pazri menilai sangat banyak kejanggalan dan non prosedural dalam proses hukum yang menjerat sang bupati.
Selain proses penyelidikan hingga penyidikan yang begitu cepat oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel, Pazri menyatakan penyidik juga tidak berimbang serta tidak berhati-hati dalam melakukan penyidikan karena kuat dugaan ada unsur politis dan dugaan ada pengawalan atau beking dari pihak pelapor.
Sementara Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Selatan AKBP dr Sugeng Riyadi menyatakan proses penanganan perkara telah sesuai prosedur dari tahap penyelidikan hingga penyidikan.
Namun Sugeng menghargai segala pendapat ataupun opini dari kuasa hukum tersangka. Akan tetapi dia juga menegaskan jika penyidik sudah sesuai prosedur baik ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Peraturan Kapolri (Perkap).
"Ini perjanjian hutang piutang antara pelapor dan Bupati Balangan yang dilakukan pembayaran menggunakan cek kosong, sehingga pelapor melakukan konfirmasi atau somasi sebanyak dua kali hingga tak digubris dan akhirnya mempolisikan Pak Ansharuddin. Laporan balik dari Bupati juga berproses hingga kini masih tahap penyelidikan," tandas Sugeng.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
"Penetapan tersangka di momen jelang Pilkada, maka tentu sulit kita menghindari ada kesan atau anggapan masyarakat bahwa proses ini tidak bisa dilepaskan dari masalah-masalah politik," terang Ahli Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.
Terkait persoalan kasusnya sendiri, menurut Effendy, karena berawal dari cek untuk transaksi perbankan, maka bisa dilihat dari dua aspek. Pertama perdata murni dan kedua bisa juga diteruskan menjadi aspek pidana.
"Katakanlah penipuan, tapi untuk masuk ke tingkat penipuan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Berdasarkan berita yang saya baca di media, tidak ada terungkap secara jelas cek itu membayar untuk apa sebenarnya dalam transaksi," jelasnya.
Kemudian Effendy juga lebih merinci terkait transaksi yang dilakukan Ansharuddin apakah sebagai pribadi atau kapasitasnya sebagai jabatan bupati.
"Kalau saya lihat sementara ini cek berkaitan dengan adanya hutang piutang, maka besar kemungkinan itu lahir karena adanya transaksi yang bersifat pribadi tidak terkait dengan jabatan," papar mantan
Dekan Fakultas Hukum ULM itu.
Oleh karena lebih bersifat urusan pribadi, maka Effendy memandang jika sebaiknya semua pihak bisa menahan diri dan menunggu proses hukum yang sedang berjalan.
"Sebaiknya kita junjung tinggi asas praduga tak bersalah. Kebijakan seperti menonaktifkan atau meminta bupati mundur tidak perlu dilakukan. Begitu juga hak yang bersangkutan untuk kembali maju dalam Pilkada Balangan, biarlah masyarakat sendiri yang menilai bagaimana kinerja petahana pada periode pertama apakah masih layak dipilih atau tidak," tandas Effendy.
Seperti diketahui, Ansharuddin melalui kuasa hukumnya Muhammad Pazri menilai sangat banyak kejanggalan dan non prosedural dalam proses hukum yang menjerat sang bupati.
Selain proses penyelidikan hingga penyidikan yang begitu cepat oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalsel, Pazri menyatakan penyidik juga tidak berimbang serta tidak berhati-hati dalam melakukan penyidikan karena kuat dugaan ada unsur politis dan dugaan ada pengawalan atau beking dari pihak pelapor.
Sementara Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Selatan AKBP dr Sugeng Riyadi menyatakan proses penanganan perkara telah sesuai prosedur dari tahap penyelidikan hingga penyidikan.
Namun Sugeng menghargai segala pendapat ataupun opini dari kuasa hukum tersangka. Akan tetapi dia juga menegaskan jika penyidik sudah sesuai prosedur baik ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Peraturan Kapolri (Perkap).
"Ini perjanjian hutang piutang antara pelapor dan Bupati Balangan yang dilakukan pembayaran menggunakan cek kosong, sehingga pelapor melakukan konfirmasi atau somasi sebanyak dua kali hingga tak digubris dan akhirnya mempolisikan Pak Ansharuddin. Laporan balik dari Bupati juga berproses hingga kini masih tahap penyelidikan," tandas Sugeng.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019