Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio mengatakan regulasi investasi yang fleksibel dan ramping dapat menarik lebih banyak investasi asing, sekaligus akan memulihkan kembali indeks daya saing global Indonesia.
"Regulasi yang fleksibel dan sederhana untuk mendorong investasi asing itu memang perlu," ujar Andry saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan bahwa regulasi yang fleksibel dan ramping tersebut perlu disusun dengan perencanaan yang matang dan tidak serampangan, agar aspek-aspek seperti lingkungan hidup dan manusia tidak tergusur atau dirugikan akibat dari investasi asing yang akan masuk.
Selain regulasi yang perlu disederhanakan, Andry juga menilai bahwa kualitas sumber daya manusia juga ikut menurunkan indeks daya saing Indonesia.
Hal ini terlihat pada indikator yang menurun pada kesehatan, kemampuan tenaga kerja Indonesia dan kemampuan industri untuk mempekerjakan tenaga kerja tersebut.
"Ini salah satu jawaban juga mengapa investor enggan datang ke Indonesia. Utamanya investasi di sektor manufaktur dan padat karya," katanya.
Peringkat indeks daya saing tersebut membuktikan bahwa persoalan utama bukan pada regulasi saja, tetapi juga sumber daya manusia.
Beberapa permasalahan seperti tenaga kerja di SMK dan vokasi masih belum banyak terserap
"Ini berbahaya karena di ASEAN, Indonesia memiliki tenaga kerja terbesar," kata Andry.
World Economic Forum mengeluarkan indeks daya saing global (GCI) tahun 2019 yang menempatkan Indonesia di posisi 50.
Dalam laporan itu disebutkan Indonesia mengumpulkan skor 64,6 atau turun tipis 0,3 dibandingkan tahun lalu.
Forum Ekonomi Dunia (WEF) tersebut juga menyebut kekuatan utama Indonesia adalah pasarnya dengan nilai 82,4 dan stabilitas ekonomi (90).
Mencermati kinerja dalam indikator lain pada indeks, WEF menilai masih ada ruang untuk peningkatan poin 30-40, meskipun tidak ada hambatan utama.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa regulasi investasi yang rumit menjadi penyebab penurunan peringkat Indonesia untuk daya saing ekonomi global.
Sedangkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan indikator kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi penyebab penurunan peringkat Indonesia dalam indeks tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
"Regulasi yang fleksibel dan sederhana untuk mendorong investasi asing itu memang perlu," ujar Andry saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan bahwa regulasi yang fleksibel dan ramping tersebut perlu disusun dengan perencanaan yang matang dan tidak serampangan, agar aspek-aspek seperti lingkungan hidup dan manusia tidak tergusur atau dirugikan akibat dari investasi asing yang akan masuk.
Selain regulasi yang perlu disederhanakan, Andry juga menilai bahwa kualitas sumber daya manusia juga ikut menurunkan indeks daya saing Indonesia.
Hal ini terlihat pada indikator yang menurun pada kesehatan, kemampuan tenaga kerja Indonesia dan kemampuan industri untuk mempekerjakan tenaga kerja tersebut.
"Ini salah satu jawaban juga mengapa investor enggan datang ke Indonesia. Utamanya investasi di sektor manufaktur dan padat karya," katanya.
Peringkat indeks daya saing tersebut membuktikan bahwa persoalan utama bukan pada regulasi saja, tetapi juga sumber daya manusia.
Beberapa permasalahan seperti tenaga kerja di SMK dan vokasi masih belum banyak terserap
"Ini berbahaya karena di ASEAN, Indonesia memiliki tenaga kerja terbesar," kata Andry.
World Economic Forum mengeluarkan indeks daya saing global (GCI) tahun 2019 yang menempatkan Indonesia di posisi 50.
Dalam laporan itu disebutkan Indonesia mengumpulkan skor 64,6 atau turun tipis 0,3 dibandingkan tahun lalu.
Forum Ekonomi Dunia (WEF) tersebut juga menyebut kekuatan utama Indonesia adalah pasarnya dengan nilai 82,4 dan stabilitas ekonomi (90).
Mencermati kinerja dalam indikator lain pada indeks, WEF menilai masih ada ruang untuk peningkatan poin 30-40, meskipun tidak ada hambatan utama.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa regulasi investasi yang rumit menjadi penyebab penurunan peringkat Indonesia untuk daya saing ekonomi global.
Sedangkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan indikator kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi penyebab penurunan peringkat Indonesia dalam indeks tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019