Pemasukan pajak dari usaha sarang burung walet di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan hingga kini masih cukup kecil padahal jumlah pelaku usaha sudah mencapai 1093 orang.
Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Galuh Bungsu Sumarni di Amuntai, Rabu mengungkapkan jika petugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pernah di 2017 mengusut persoalan pajak usaha sarang burung walet hingga ke Kecamatan Paminggir.
"BPK ingin mengecek langsung apakah pelaku usaha walet memang masih banyak yang belum membayar pajak usaha kepada Pemda HSU," ujar Galuh Bungsu.
Galuh mengatakan, meski pelaku usaha sarang walet sebanyak 1093 orang berdasarkan pendataan terakhir di 2017 namun hanya sebanyak enam orang yang menyetorkan pajaknya.
Jumlah pajak yang diterima BPPRD HSU hingga Juni 2019 hanya sebesar Rp33 juta rupiah. Sesuai PP 55 tahun 2016 pihaknya mengenakan pungutan sebesar 10 persen kepada wajib pajak dari hasil penjualan sarang walet.
Ia akui kesadaran pelaku usaha ternak walet membayar pajak masih sangat rendah, disamping keterbatasan SDM petugas pemungut pajak. Berdasarkan hasil studi kedaerah lain upaya menurunkan nilai pajak dibawah 10 persen yang dilakukan daerah lain juga tidak signifikan meningkatkan penerimaan pajak walet tersebut.
"Jadi di Kabupaten HSU kami masih menerapkan nilai pajak yang 10 persen sesuai PP nomor 55 tahun 2016," kata Galuh.
Ia mengakui salah satu kendala yang dihadapi petugas pemungut pajak adalah menghitung nilai penjualan dari hasil produksi sarang walet. Pemilik usaha walet tidak serta merta secara jujur menyampaikan nominal hasil penjualan yang diperoleh.
"Bahkan kita juga tidak mengetahui apakah usaha walet mereka berhasil atau tidak, "tandasnya.
Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan penerimaan dari pajak sarang walet seperti bekerja sama dengan kepala desa. Sesuai edaran bupati HSU, kepala.desa juga dilibatkan dalam pemungutan pajak. Setiap kepala desa diberikan blangko isian bagi wajib pajak untuk bisa membayar pajak usaha walet mereka.
"Namun setiap tahun pungutan pajak walet terus merangkak, dari hanya Rp7 juta di 2017 menjadi Rp33 juta terhitung Juni 2019," kata Galuh.
Melalui kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan diharapkan kesadaran wajib pajak di Kabupaten HSU semakin meningkat.
Galuh juga berharap ada upaya timbal balik dari instansi terkait untuk memberikan bimbingan dan pelatihan budidaya walet kepada pelaku usaha sehingga mereka juga bisa menerima manfaat dari pajak yang disetorkan kepada pemerintah daerah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Galuh Bungsu Sumarni di Amuntai, Rabu mengungkapkan jika petugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pernah di 2017 mengusut persoalan pajak usaha sarang burung walet hingga ke Kecamatan Paminggir.
"BPK ingin mengecek langsung apakah pelaku usaha walet memang masih banyak yang belum membayar pajak usaha kepada Pemda HSU," ujar Galuh Bungsu.
Galuh mengatakan, meski pelaku usaha sarang walet sebanyak 1093 orang berdasarkan pendataan terakhir di 2017 namun hanya sebanyak enam orang yang menyetorkan pajaknya.
Jumlah pajak yang diterima BPPRD HSU hingga Juni 2019 hanya sebesar Rp33 juta rupiah. Sesuai PP 55 tahun 2016 pihaknya mengenakan pungutan sebesar 10 persen kepada wajib pajak dari hasil penjualan sarang walet.
Ia akui kesadaran pelaku usaha ternak walet membayar pajak masih sangat rendah, disamping keterbatasan SDM petugas pemungut pajak. Berdasarkan hasil studi kedaerah lain upaya menurunkan nilai pajak dibawah 10 persen yang dilakukan daerah lain juga tidak signifikan meningkatkan penerimaan pajak walet tersebut.
"Jadi di Kabupaten HSU kami masih menerapkan nilai pajak yang 10 persen sesuai PP nomor 55 tahun 2016," kata Galuh.
Ia mengakui salah satu kendala yang dihadapi petugas pemungut pajak adalah menghitung nilai penjualan dari hasil produksi sarang walet. Pemilik usaha walet tidak serta merta secara jujur menyampaikan nominal hasil penjualan yang diperoleh.
"Bahkan kita juga tidak mengetahui apakah usaha walet mereka berhasil atau tidak, "tandasnya.
Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan penerimaan dari pajak sarang walet seperti bekerja sama dengan kepala desa. Sesuai edaran bupati HSU, kepala.desa juga dilibatkan dalam pemungutan pajak. Setiap kepala desa diberikan blangko isian bagi wajib pajak untuk bisa membayar pajak usaha walet mereka.
"Namun setiap tahun pungutan pajak walet terus merangkak, dari hanya Rp7 juta di 2017 menjadi Rp33 juta terhitung Juni 2019," kata Galuh.
Melalui kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan diharapkan kesadaran wajib pajak di Kabupaten HSU semakin meningkat.
Galuh juga berharap ada upaya timbal balik dari instansi terkait untuk memberikan bimbingan dan pelatihan budidaya walet kepada pelaku usaha sehingga mereka juga bisa menerima manfaat dari pajak yang disetorkan kepada pemerintah daerah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019