PT Indika Energy Tbk terus menjajaki peluang sumber pendapatan lain di luar sektor batubara mengingat industri tersebut disebut masih terus mengalami volatilitas dari fluktuasi harga komoditas batubara.
Managing Director & CEO Indika Energy Aziz Armand di Jakarta, Senin mengatakan diversifikasi usaha di sektor lain telah mulai dilakukan perusahaan mulai dari investasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), pembangunan terminal penyimpanan bahan bakar (fuel storage) hingga menggarap tambang emas.
"Awal-awal kita investasi di PLTU. Tahun lalu, kita mulai sibuk 'financial closing' untuk PLTU Cirebon II. Terus kita mencari proyek yang lebih 'sustain' (berkelanjutan) yaitu 'fuel storage'. Kita juga mencari peluang lain lagi, kita ke sektor pertambangan lain yaitu emas," jelasnya.
Emiten berkode saham INDY itu masuk dalam konsorsium yang mengerjakan PLTU Cirebon I berkapasitas 660 MW dan PLTU Cirebon II berkapasitas 1.000 MW. PLTU Cirebon I telah beroperasi 2012, sedangkan PLTU Cirebon II ditargetkan beroperasi Februari 2022.
Sementara itu, "fuel storage" sendiri merupakan fasilitas penampungan BBM yang memakan investasi 108 juta dolar AS.
"'Fuel storage' itu baru 'financia closing' (final pendanaan) akhir Desember 2018 dan akan beroperasi kuartal kedua 2020," katanya.
Perusahaan energi terintegrasi itu telah meneken kontrak dengan PT ExxonMobil Lubricants Indonesia untuk kerja sama pemanfaatan fasilitas yang terletak di Kalimantan Timur itu.
Ada pun dalam menggarap peluang tambang emas, Indika Energy menggandeng Nusantara Resources Limited yang merupakan perusahaan tambang yang terdaftar sebagai emiten di Bursa Efek Australia.
Nusantara akan melanjutkan Proyek Emas Awak Mas di Sulawesi Selatan yang memiliki perkiraan cadangan bijih emas sebesar 1 juta ounce.
"Kalau lancar, bisa mulai produksi tahun depan," imbuhnya.
Usaha-usaha yang dilakukan Indika itu sejalan dengan upaya memenuhi target 25 persen pendapatan perusahaan di luar batubara. Hingga saat ini, sektor batubara masih menjadi kontributor utama pendapatan perusahaan dengan porsi sekitar 80-an persen.
"Target 25 persen itu 'net income' di luar batubara dalam lima tahun ke depan," pungkas Aziz.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Managing Director & CEO Indika Energy Aziz Armand di Jakarta, Senin mengatakan diversifikasi usaha di sektor lain telah mulai dilakukan perusahaan mulai dari investasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), pembangunan terminal penyimpanan bahan bakar (fuel storage) hingga menggarap tambang emas.
"Awal-awal kita investasi di PLTU. Tahun lalu, kita mulai sibuk 'financial closing' untuk PLTU Cirebon II. Terus kita mencari proyek yang lebih 'sustain' (berkelanjutan) yaitu 'fuel storage'. Kita juga mencari peluang lain lagi, kita ke sektor pertambangan lain yaitu emas," jelasnya.
Emiten berkode saham INDY itu masuk dalam konsorsium yang mengerjakan PLTU Cirebon I berkapasitas 660 MW dan PLTU Cirebon II berkapasitas 1.000 MW. PLTU Cirebon I telah beroperasi 2012, sedangkan PLTU Cirebon II ditargetkan beroperasi Februari 2022.
Sementara itu, "fuel storage" sendiri merupakan fasilitas penampungan BBM yang memakan investasi 108 juta dolar AS.
"'Fuel storage' itu baru 'financia closing' (final pendanaan) akhir Desember 2018 dan akan beroperasi kuartal kedua 2020," katanya.
Perusahaan energi terintegrasi itu telah meneken kontrak dengan PT ExxonMobil Lubricants Indonesia untuk kerja sama pemanfaatan fasilitas yang terletak di Kalimantan Timur itu.
Ada pun dalam menggarap peluang tambang emas, Indika Energy menggandeng Nusantara Resources Limited yang merupakan perusahaan tambang yang terdaftar sebagai emiten di Bursa Efek Australia.
Nusantara akan melanjutkan Proyek Emas Awak Mas di Sulawesi Selatan yang memiliki perkiraan cadangan bijih emas sebesar 1 juta ounce.
"Kalau lancar, bisa mulai produksi tahun depan," imbuhnya.
Usaha-usaha yang dilakukan Indika itu sejalan dengan upaya memenuhi target 25 persen pendapatan perusahaan di luar batubara. Hingga saat ini, sektor batubara masih menjadi kontributor utama pendapatan perusahaan dengan porsi sekitar 80-an persen.
"Target 25 persen itu 'net income' di luar batubara dalam lima tahun ke depan," pungkas Aziz.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019