Perajin anyaman purun di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan tentu tidak akan menduga bahwa anyaman purun yang selama ini digeluti sebagai usaha sampingan ternyata bisa dijadikan produk fashion yang bernilai jutaan rupiah.

Badan Restorasi Gambut (BRG) menggandeng Eco Fashion Indonesia (EFI) akan melakukan pengembangan kerajinan anyaman purun dengan 'sentuhan' fashion berstandar Internasional.

"Untuk menjadikan anyaman purun menjadi produk fashion berstandar internasional  maka cara pembuatan dengan standar lokal harus ditinggalkan," ujar perancang busana dari Eco Fashion Indonesia, Merdi Sihombing di Amuntai, Sabtu.

Merdi mengatakan saat ini dunia fashion mulai melirik fashion yang ramah lingkungan untuk mengurangi tingkat mencemari lingkungan dari limbah fashion.

Selain itu produk fashion yang berasal dari serat alam dengan pewarna alami memiliki kualitas dan nilai jual yang lebih tinggi.

Pihak BRG dan EFI akan memberdayakan potensi perajin dan bahan baku lokal apalagi Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan wilayah gambut atau rawa yang sekitar 89 persen meliputi  wilayahnya.

Para perajin di Desa Darussalam Kecamatan Danau Panggang dijadikan sebagai lokasi kegiatan pengembangan kerajinan purun dan Sasirangan alami tersebut.

"Disini sudah ada perajin anyaman purun dengan bahan baku purun melimpah yang didapat daru lahan gambut disekitar mereka sehingga kita tinggal mengarahkan dan membina mereka," kata Merdi.

Merdi mengatakan, berbagai serat alam dan pewarna alami dengan mudah bisa didapat dilahan gambut, Masyarakat sekitar akan disadarkan bahwa lahan gambut menyimpan potensi ekonomi yang tinggi.

Pelatihan yang dilaksanakan lima hari sejak 21 Mei berakhir pada Sabtu kemaren yang ditutup secara resmi oleh Deputi III BRG Myrna Asnawati Safitri.

Myrna berharap kerja sama saling menguatkan antara perwakilan BRG dengan Eco Fashion dan pemerintah daerah setempat untuk melanjutkan pengembangannya.

"Selain para perajin yang kita libatkan dalam pelatihan , kita juga mengajak anak-anak muda dan pelajar karena merekalah nanti yang akan mampu mengembangkan usaha anyaman purun dan Sasirangan menjadi industri," kata Myrna.

Selama ini, lanjut Myrna, harga jual produk kerajinan purun di Kabupaten HSU khususnya sangat rendah dibanding usaha yang dilakukan perajin untuk membuatnya. Sehingga masyarakat  kerajinan purun kurang berharga, akibatnya pemanfaatan tanaman purun di lahan gambut kurang dilirik yang berpotensi menimbulkan kebakaran saat musim kemarau.

 

Pewarta: Eddy Abdillah

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019