Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprioritaskan pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebaliknya, porsi gas untuk ekspor tentu akan menurun seiring naiknya pemanfaatan gas dalam negeri tersebut.
"Memaksimalkan sumber energi domestik untuk pemanfaatan dalam negeri merupakan bagian dari meningkatkan kemandirian dan ketahanan energi nasional," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam keterangan resminya di Jakarta, Senin.
Agung menjelaskan bahwa tak hanya gas untuk prioritas domestik, begitu pula dengan minyak mentah hasil produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sebelumnya untuk ekspor, kini telah diserap maksimal oleh domestik alias Pertamina.
Pertamina menyebut hingga pertengahan Mei 2019 telah menyerap sebesar 135.000 barel per hari (bpd) minyak mentah para KKKS. Bulan Juli 2019 nanti, ditargetkan 225.000 bpd minyak mentah KKKS dapat diambil sepenuhnya oleh Pertamina.
Sedangkan untuk pemanfaatan gas bumi, Kementerian ESDM mencatat, per April 2019 porsi pemanfaatan gas bumi untuk dalam negeri mencapai 64 persen. Sebaliknya ekspornya turun menjadi 36 persen.
Pemanfaatan gas domestik tersebut secara rinci untuk industri sekitar 25 persen, pupuk 12,2 persen, kelistrikan 11 persen, LNG domestik 10,6 persen, lifting minyak 3,2 persen, LPG domestik 1,7 persen, bahan bakar gas 0,14 persen dan pipa gas kota 0,07 persen.
Pertama kali porsi gas domestik lebih besar dari ekspor terjadi pada tahun 2013, yakni sebesar 53 persen. Hingga saat ini porsi gas domestik tersebut terus meningkat dan bisa signifikan mencapai 64 persen. Bila dilihat ke belakang, data 10 tahun yang lalu atau tahun 2009 porsi pemanfaatan gas domestik hanya 47 persen, bahkan tahun 2003 hanya sebesar 25 persen.
Sesuai Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional bahwa kemandirian energi dan ketahanan energi dicapai dengan mewujudkan sumber daya energi yang tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor semata tetapi sebagai modal pembangunan nasional.
"Kalau mau mengurangi defisit neraca perdagangan migas, bisa saja gas dibiarkan diekspor terus. Tapi bukan itu kebijakan energi nasional kita. Gas itu bukan hanya sekedar komoditas ekspor, tetapi harus sebagai modal pembangunan, mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," kata Agung.