Banjarmasin (ANTARA) - Aktivis sosial dan pemerhati ketenagakerjaan Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel) Muhammad Arifin mengharapkan agar pemangku kebijakan menjadikan Hari Buruh Internasional (May Day) sebagai momen refleksi dan meningkatkan sistem perlindungan pekerja.
"Perbaikan sistem perlindungan pekerja tersebut secara menyeluruh," ujar Arifin melalui keterangan tertulis di Banjarmasin. Kamis.
Baca juga: PT DKJ HST-serikat pekerja gelar bakti kesehataan saat Hari Buruh
Pasalnya, menurut Arifin, selama ini buruh di Kalsel, terutama Kota Banjarmasin, masih berhadapan berbagai persoalan klasik, antara lain belum menemukan penyelesaian yang adil dan berkelanjutan.
Ia mencontohkan ketimpangan upah, kurang jaminan sosial, status kerja yang tidak pasti, hingga minim keberadaan serikat pekerja yang kuat dan independen.
“May Day bukan sekadar peringatan seremonial tahunan. Ini adalah simbol perjuangan panjang kelas pekerja yang selama puluhan tahun memperjuangkan hak-hak mereka," ucap Arifin.
Di Banjarmasin, Arifin menjelaskan masih melihat realitas pahit, banyak buruh harian, buruh pabrik, sopir angkutan, hingga pekerja sektor informal belum menikmati perlindungan yang layak dari negara dan perusahaan.
Ia juga menyoroti kebijakan ketenagakerjaan yang cenderung berpihak pada kepentingan ekonomi elite, tanpa memperhatikan kondisi riil para pekerja di lapangan.
Baca juga: Pemkot Banjarbaru-buruh gelar dialog interaktif meriahkan Hari Buruh
Menurut dia, otonomi daerah semestinya mampu melahirkan regulasi-regulasi yang inovatif, partisipatif, dan berpihak pada keadilan sosial, bukan sekadar menyalin regulasi pusat.
Arifin mengungkapkan Banjarmasin bisa menjadi pelopor kota yang ramah buru, namun pemerintah daerah setempat harus berani mendorong forum tripartit yang efektif, regulasi turunan yang mengikat, mengalokasikan anggaran untuk pemberdayaan serta perlindungan tenaga kerja, terutama pada sektor rentan seperti buruh perempuan, buruh muda, dan pekerja informal.
Arifin pun mendukung para pekerja tidak hanya sebagai alat produksi, tetapi subjek utama pada proses pembangunan. Hal tersebut bisa mulai dengan memberi ruang yang luas bagi buruh untuk terlibat dalam proses perencanaan dan evaluasi kebijakan daerah.
“Buruh adalah tulang punggung pembangunan. Mengabaikan kesejahteraan buruh sama artinya dengan mengabaikan masa depan daerah," tutur Arifin.
Arifin menegaskan seluruh elemen harus berani mendobrak dominasi ekonomi pasar bebas yang mengeksploitasi tenaga kerja, dan menggantinya dengan sistem ekonomi yang adil dan manusiawi.
Baca juga: PT Tri Buana Mas gelar Family Day isi rangkaian Hari Buruh 2024