"Kami mengungkap 15 kasus tingkat polda maupun polres jajaran se-Kalsel, Polda Kaltim peringkat kedua, disusul Polda Babel Polda DIY dan Polda Lampung pada lima besar nasional," kata Direktur Polairud Polda Kalsel Kombes Pol Andi Adnan Syafruddin di Banjarmasin, Jumat.
Baca juga: Ditpolairud Polda Kalsel bongkar peredaran 400 gram sabu-sabu di bantaran sungai Martapura
Andi merinci 15 kasus dimaksud terdiri dari lima kasus ditangani Ditpolairud Polda Kalsel dan 10 kasus diungkap Satpolairud Polres jajaran.
Penangkapan ikan yang merusak ekosistem perairan itu di antaranya penggunaan alat tangkap cantrang, jaring pukat hella atau trawl dan setrum ikan.
Untuk cantrang yang digunakan berdiameter kurang dari 2 Inci dan berbentuk diamond.
Sementara surat izin penangkapan ikan yang pelaku miliki berjenis Jaring Tarik Berkantong (JTB) dengan ukuran lebih dari 2 Inci dan berbentuk squere atau kotak.
Sementara alat tangkap jaring pukat hella atau trawl dengan cara menarik jaring berkantong biasanya sampai ke dasar laut, dengan satu atau dua kapal yang bergerak menariknya sehingga berdampak negatif terhadap ekosistem laut dan keberlanjutan sumber daya ikan.
"Begitu juga setrum ikan, banyak ikan-ikan kecil di air tawar ikut mati dan merusak lingkungan perairan sekitar termasuk bahaya penggunaannya bisa menyebabkan kematian manusia jika tersetrum," jelas Andi didampingi Kasubdit Gakkum Ditpolairud Polda Kalsel AKBP Jeremyas Putranto.
Baca juga: Ditpolairud Polda Kalsel tangkap empat kapal cantrang asal Lamongan

Baca juga: Sambang Nusa Presisi Polda Kalsel bantu 100 anak stunting hingga tebar 25 ribu benih ikan
Dia menyebut para tersangka yang berperan sebagai nakhoda kapal dari penggunaan alat tangkap cantrang dan jaring pukat hella atau trawl serta masyarakat pencari ikan di air tawar untuk setrum ikan dijerat Pasal 84 ayat (1) Jo. Pasal 8 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1,2 miliar.
Kemudian Pasal 85 Jo. Pasal 9 UU RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.
"Pelaku cantrang dan jaring pukat hella kebanyakan nelayan asal pulau Jawa dan tentunya keberadaan mereka membuat resah nelayan lokal," tambah Andi yang didampingi juga Kasat Polairud Polres Tanah Laut Iptu Alamsyah Sugiarto.
Baca juga: Ditpolairud Polda Kalsel kawal sumber daya kelautan untuk kemajuan daerah
Dalam operasi penegakan hukum dan patroli keamanan perairan, Ditpolairud Polda Kalsel dibantu KP. Tekukur-5010 Korpolairud Baharkam Polri.
Selain upaya represif, edukasi dan sosialisasi terkait destructive fishing Ditpolairud Polda Kalsel juga mencapai prestasi gemilang melakukan kegiatan terbanyak yakni 4.737 kali kegiatan.
Peringkat kedua hingga lima besar diduduki Polda Kalteng, Polda Sumsel, Polda Kalbar dan Polda Maluku Utara.
Prestasi ini turut diapresiasi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel Rusdi Hartono yang sangat mengetahui kinerja Ditpolairud Polda Kalsel sebagai mitra di lapangan dalam bidang perikanan dan kelautan.
"Polda Kalsel dan Polres jajaran sangat maksimal baik dalam penegakan hukum maupun sosialisasi ke masyarakat, ini kerja bersama termasuk peran serta masyarakat demi menjaga ekosistem perairan kita dari kerusakan," ucapnya.
Baca juga: Bakamla evakuasi 125 penumpang KM Niki Sejahtera terbakar di perairan Masalembo
Video: