Biaya produksi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kalsel jauh lebih tinggi dibanding daerah lain seperti di Jawa, kata pejabat Bank Indonesia Banjarmasin.
Menurut Kepala Bank Indonesia Banjarmasin, Khairil Anwar di Banjarmasin, Senin, tingginya biaya produksi tersebut di antaranya terjadi pada budidaya telur di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) yang kini merupakan daerah sentra produksi telur di Kalsel.
Dikatakannya, tingginya biaya produsi telur tersebut membuat lauk yang menjadi sumber protein itu juga dijual cukup mahal.
"Saat ini rata-rata harga telur tidak kurang dari Rp1.000 per biji. Padahal bila biaya produksi bisa ditekan, harga tersebut bisa turun hingga sekitar 50 persen," katanya.
Dengan demikian, tambah dia, masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah akan lebih mampu untuk membeli dan mengkonsumsi makanan yang memiliki banyak keunggulan, antara lain kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, tempe, dan lainnya.
Tingginya biaya produksi telur di HSU, kata dia, karena peternak hanya menggunakan makanan ayam atau itik dari makanan jadi atau instan yang kini harganya cukup mahal.
Padahal, kata dia, kabupaten yang hampir seluruh wilayahnya berupa hamparan rawa tersebut kaya akan sumber daya alam berupa tumbuh-tumbuhan, yang bisa diolah secara manual untuk menjadi sumber makanan ternak dengan nilai gizi tinggi.
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan peternak tersebut, kata dia, membuat BI Banjarmasin bekerjasama dengan Pemkab HSU untuk membawa sebagian peternak ke Kabupaten Brebes Jawa Tengah untuk belajar cara "memproduksi" telur dengan biaya murah.
"Peternak Brebes mampu menekan biaya produksi telur dengan cara memanfaatkan alam sekitar, seperti enceng gondok sebagai campuran pakan ternak," katanya.
Hasilnya, ternak ayam maupun itik bisa menghasilkan telur lebih banyak dengan biaya pakan yang jauh lebih murah.
"Saat ini pola tersebut mulai dikembangkan di HSU yang dikenal sebagai daerah yang juga kaya akan enceng gondok," katanya.
Diharapkan, bila uji coba tersebut sukses akan mampu meningkatkan produksi telur yang dihasilkan oleh ternak yang sehat dengan biaya yang jauh lebih murah.
Dengan demikian, kata dia, masyarakat akan memperoleh harga jual telur yang jauh lebih murah.
Selain masalah biaya produksi, kata Khairil, masalah kemasan juga menjadi kendala bagi perajin Kalsel untuk berkembang dan bersaing di pasar regional, nasional maupun internasional.
"Saat ini BI serius untuk menangani dua hal tersebut untuk membantu pengembangan industri maupun UMKM Kalsel, selain sektor permodalan," katanya.
Biaya UMKM Tinggi
Rabu, 20 Oktober 2010 10:30 WIB