Seoul (ANTARA) - Korea Selatan telah menandatangani kesepakatan untuk menyediakan vaksin corona bagi 44 juta warganya tahun depan, tetapi tidak akan terburu-buru melakukan inokulasi supaya bisa lebih mengamati potensi efek samping.
"Kami tidak melihat kebutuhan untuk segera memulai vaksinasi tanpa memastikan bahwa risiko vaksin telah diverifikasi," kata Menteri Kesehatan Korea Selatan Park Neung-hoo dalam pengarahan media, Selasa.
Pendekatan yang hati-hati ini dilakukan ketika negara itu memerangi lonjakan kasus COVID-19 yang menurut otoritas kesehatan mengancam untuk membanjiri sistem kesehatan Korea Selatan.
Menurut Park, pemerintah Korea Selatan telah mengatur untuk membeli 20 juta dosis masing-masing dari AstraZeneca Plc, Pfizer Inc, dan Moderna Inc, serta 4 juta dosis dari Johnson & Johnson's Janssen, yang cukup untuk memvaksin hingga 34 juta orang.
Baca juga: Kemarin, IHSG menguat hingga Rp60,5 triliun untuk vaksin COVID
Sementara dosis tambahan untuk 10 juta orang akan diperoleh melalui proyek vaksin global Organisasi Kesehatan Dunia, yang dikenal sebagai COVAX.
Pengiriman vaksin akan dimulai paling lambat Maret, tetapi pihak berwenang akan mengamati bagaimana vaksin bekerja di negara lain selama beberapa bulan untuk memastikan keamanan.
Vaksinasi luas kemungkinan besar akan dimulai pada paruh kedua tahun depan.
"Kami awalnya berencana untuk mendapatkan vaksin untuk 30 juta orang tetapi memutuskan untuk membeli lebih banyak, karena ada ketidakpastian atas keberhasilan calon vaksin dan persaingan yang ketat antar negara untuk pembelian awal," kata Park.
Pemerintah mengalokasikan tambahan 1,3 triliun won (sekitar Rp16,9 triliun) untuk anggaran pembelian vaksin tahun depan. Vaksin pertama kemungkinan besar akan diberikan kepada pekerja medis, orang tua, orang yang rentan secara medis, dan pekerja sosial.
Pemerintah akan berupaya menyiapkan penyimpanan baru untuk memastikan vaksin disimpan pada suhu yang tepat, dengan produk Pfizer harus didinginkan pada suhu minus 70 derajat Celcius.
Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea melaporkan 594 kasus baru COVID-19 pada Senin tengah malam (7/12), sehingga total infeksi negara itu menjadi 38.755 kasus, dengan 552 kematian.
Baca juga: Arya Sinulingga berharap vaksin COVID membuat publik kembali beraktivitas
Tidak seperti dua gelombang infeksi sebelumnya di Korea Selatan, yang sebagian besar difokuskan di sekitar beberapa fasilitas atau acara, lonjakan baru ini didorong oleh kelompok yang lebih kecil dan lebih sulit dilacak di dalam dan sekitar ibu kota padat penduduk Seoul.
Wakil Menteri Kesehatan Kang Do-tae mengatakan pemerintah tidak dapat melacak asal dari 26 persen kasus, dan tingkat kepositifan melonjak hampir empat kali lipat dalam sebulan menjadi sekitar 4 persen.
"Jika jarak sosial tidak diterapkan dengan benar, wabah di wilayah Seoul yang lebih besar akan menyebabkan penularan yang lebih besar secara nasional," kata Kang pada pertemuan pejabat kesehatan menurut transkrip dari kementerian kesehatan.
Otoritas kesehatan memperkirakan kasus harian akan berkisar antara 550 dan 750 minggu ini, dan kemungkinan melonjak hingga 900 minggu depan. Jika prediksi seperti itu akurat, Kang mengatakan sistem kesehatan negara itu mungkin runtuh.
"Mungkin ada situasi berbahaya di mana menjadi sulit tidak hanya untuk merawat pasien COVID-19 tetapi juga untuk menyediakan layanan medis penting," kata dia.
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pada Senin menyerukan pengujian virus corona yang diperluas dan pelacakan yang lebih menyeluruh karena infeksi terus meningkat meskipun langkah-langkah jarak sosial diberlakukan semakin ketat.
Seoul saat ini tidak dalam pembicaraan untuk membeli vaksin dari Rusia atau China, kata Park.
Sumber: Reuters