Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita lahan kelapa sawit seluas 33 ribu meter persegi di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara terkait kasus yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD).
"Luas lahan kebun sawit yang dilakukan penyitaan kurang lebih 33 ribu meter persegi yang terletak di Desa Padang Bulu Lama, Kecamatan Barumun Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Sumut," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Selain itu, kata Ali, Penyidik KPK juga melakukan penyitaan uang tunai dari salah satu saksi sebesar Rp100 juta yang diduga dari hasil pengelolaan lahan kelapa sawit tersebut.
Baca juga: KPK panggil karyawan -mahasiswa saksi kasus suap perkara di MA
Ia mengatakan sejak Selasa (1/9), tim Penyidik KPK kembali berkoordinasi Kepala Kejaksaan Negeri Padang Lawas Kristanti Yuni Purnawanti untuk melanjutkan proses penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait perkara di MA pada tahun 2011-2016 dengan tersangka Nurhadi dan kawan-kawan.
"Hari Rabu (2/9), Penyidik KPK kembali melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan juga melakukan penyitaan aset yang diduga terkait dengan tersangka NHD berupa lahan kebun sawit dan dokumen pendukungnya yang terletak di Kabupaten Padang Lawas, Sumut," tuturnya.
Ia mengatakan penyitaan tersebut disaksikan oleh perangkat desa dan pihak yang menguasai dan mengetahui terkait aset tersebut untuk memastikan legalitas dan lokasi atas lahan kelapa sawit dimaksud.
Sebelumnya, KPK juga telah menyita lahan kelapa sawit sekitar 530,8 hektare di Kabupaten Padang Lawas terkait kasus Nurhadi tersebut.
"KPK akan terus berupaya maksimal dalam penyidikan ini dengan terus mengejar aset-aset yang diduga hasil kejahatan dalam perkara dimaksud," ujar Ali.
Selain Nurhadi, KPK juga telah menetapkan menantu Nurhadi atau dari unsur swasta Rezky Herbiyono (RHE) dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HS) sebagai tersangka.
Baca juga: KPK mencecar Nurhadi terkait barang bukti di persembunyiannya
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.