Peringatan puncak Hari Buruh atau yang dikenal dengan sebutan May Day pada 1 Mei selalu jadi momentum para buruh untuk menuntut hak-hak karyawan yang kerap terabaikan.
Begitu juga di Kalimantan Selatan. Para buruh faktanya belum seluruhnya terlindungi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang jadi harapan mereka.
"Jika dipersentase, hanya sekitar 70 persen buruh yang terdaftar BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Itu pun kerap bermasalah seperti saat klaim ternyata tidak aktif lantaran iuran tidak dibayar perusahaan secara lancar," kata Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kalimantan Selatan Wagimun, Selasa.
Selain persoalan BPJS, Wagimun juga mengungkap gaji yang masih di bawah Upah Minimum Regional Provinsi (UMP) Kalsel tahun 2019, yakni Rp 2.651.781.
Kemudian sistem upah harian yang masih banyak diterapkan perusahaan tanpa menyodorkan surat perjanjian kontrak kerja dan sebagainya.
"Aturan perusahaan juga ketat. Misalnya, seorang pekerja digaji perhari Rp100 ribu. Jika dihitung dalam 25 hari kerja, artinya perbulan dapat Rp 2.500.000. Namun, terkadang jika tak kerja lantaran ada sesuatu di luar kuasa buruh seperti sakit, maka dipotong. Tentu kebijakan perusahaan ini tak adil, dan jelas semakin jauh dari UMP," katanya.
Hal ini diperparah dengan tidak adanya kebijakan kenaikan upah berkala dari perusahaan. Karena menurut Wagimun, UMP hanya berlaku di tahun pertama. Sedangkan selanjutnya diterapkan kenaikan upah berkala alias meningkat dari waktu ke waktu sesuai masa pengabdian.
Wagimun juga menyoroti persoalan
kebijakan alih daya (outsourcing) yang sangat merugikan kaum buruh. Apalagi perusahaan kerap mempekerjakan seorang alih daya pada pekerjaan inti, yang harusnya dilarang.
Misalnya jasa angkut di pertambangan dan petani perkebunan sawit, masih banyak berstatus alih daya. Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja soal alih daya hanya ada lima pekerjaan yang pekerjanya direkrut dari pihak ketiga, yakni, jasa kebersihan, keamanan, transportasi, katering dan pemborongan pertambangan.
"Faktanya banyak perusahaan yang menggunakan perusahaan penyedia jasa pekerja (PPJP) di luar lima bidang pekerjaan yang diatur Permenakertrans No 19 tahun 2012," katanya.
Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Kalimantan Selatan beranggota 11 federasi, termasuk federasi pertambangan dan energi, kemudian perkebunan sawit dan karet dengan jumlah anggota mencapai sekitar 20 ribu.
Terkait peringatan Hari Buruh, Wagimun menyatakan tidak menggelar aksi demo dan diisi beragam kegiatan lain seperti olahraga jalan santai bertajuk "Fun Walk bersama Paman Birin" yang dipusatkan di Siring Nol Kilometer Banjarmasin pada Rabu (1/5).
Pada malam harinya dilaksanakan shalat hajat di kantor Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Kalsel di Banjarmasin.*
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019
Begitu juga di Kalimantan Selatan. Para buruh faktanya belum seluruhnya terlindungi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang jadi harapan mereka.
"Jika dipersentase, hanya sekitar 70 persen buruh yang terdaftar BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Itu pun kerap bermasalah seperti saat klaim ternyata tidak aktif lantaran iuran tidak dibayar perusahaan secara lancar," kata Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kalimantan Selatan Wagimun, Selasa.
Selain persoalan BPJS, Wagimun juga mengungkap gaji yang masih di bawah Upah Minimum Regional Provinsi (UMP) Kalsel tahun 2019, yakni Rp 2.651.781.
Kemudian sistem upah harian yang masih banyak diterapkan perusahaan tanpa menyodorkan surat perjanjian kontrak kerja dan sebagainya.
"Aturan perusahaan juga ketat. Misalnya, seorang pekerja digaji perhari Rp100 ribu. Jika dihitung dalam 25 hari kerja, artinya perbulan dapat Rp 2.500.000. Namun, terkadang jika tak kerja lantaran ada sesuatu di luar kuasa buruh seperti sakit, maka dipotong. Tentu kebijakan perusahaan ini tak adil, dan jelas semakin jauh dari UMP," katanya.
Hal ini diperparah dengan tidak adanya kebijakan kenaikan upah berkala dari perusahaan. Karena menurut Wagimun, UMP hanya berlaku di tahun pertama. Sedangkan selanjutnya diterapkan kenaikan upah berkala alias meningkat dari waktu ke waktu sesuai masa pengabdian.
Wagimun juga menyoroti persoalan
kebijakan alih daya (outsourcing) yang sangat merugikan kaum buruh. Apalagi perusahaan kerap mempekerjakan seorang alih daya pada pekerjaan inti, yang harusnya dilarang.
Misalnya jasa angkut di pertambangan dan petani perkebunan sawit, masih banyak berstatus alih daya. Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja soal alih daya hanya ada lima pekerjaan yang pekerjanya direkrut dari pihak ketiga, yakni, jasa kebersihan, keamanan, transportasi, katering dan pemborongan pertambangan.
"Faktanya banyak perusahaan yang menggunakan perusahaan penyedia jasa pekerja (PPJP) di luar lima bidang pekerjaan yang diatur Permenakertrans No 19 tahun 2012," katanya.
Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Kalimantan Selatan beranggota 11 federasi, termasuk federasi pertambangan dan energi, kemudian perkebunan sawit dan karet dengan jumlah anggota mencapai sekitar 20 ribu.
Terkait peringatan Hari Buruh, Wagimun menyatakan tidak menggelar aksi demo dan diisi beragam kegiatan lain seperti olahraga jalan santai bertajuk "Fun Walk bersama Paman Birin" yang dipusatkan di Siring Nol Kilometer Banjarmasin pada Rabu (1/5).
Pada malam harinya dilaksanakan shalat hajat di kantor Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Kalsel di Banjarmasin.*
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019