Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, MSi berpendapat, perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap penyelenggaraan Pemilu serentak karena dinilai terlalu ribet.

Evaluasi ini perlu dilakukan karena pada tataran teknis pelaksanaan, dirasakan keribetannya oleh pemilih, terlebih para pemilih yang berada di pedesaan, yang kurang dengan informasi politik pemilu, kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Kamis.

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan banyaknya keluhan dari pemilih yang merasa kesulitan pada saat memberikan suara di bilik suara pada Pemilu serentak 2019, yang berlangsung Rabu (17/4).

"Pemilu serentak memang harus didorong untuk di evaluasi kembali, karena terlalu ribet," katanya.

Menurut dia, orang-orang yang berada di kota saja merasa kesulitan, apalagi mereka yang berada di desa-desa, dan jauh dari informasi-informasi yang berkaitan dengan Pemilu serentak.

Karena itu, memang perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan pemilu serentak.

Di sisi lain, pola ini justru membuat fokus masyarakat terbelah berdasarkan dukungan politik calon presiden dan pemilu legislatifi menjadi terabaikan.

"Anda bisa menyaksikan sendiri. Dimana-mana, di media maupun kampanye, semua orang membahas tentang pemilu presiden. Semua orang mengabaikan Pemilu legislatif," katanya.

Menurut dia, dengan memisahkan pilpres dan pileg juga perlu dikaji kembali karena harus merubah undang-undang nomor 7 tahun 2017 yang mengatur tentang pemilu serentak.

Apalagi ada wacana tentang pemilu serentak bersamaan dengan pemilihan gubenur/bupati dan wali kota pada tahun 2024 mendatang.
"Dengan menggabungkan pileg dengan pilpres saja, sudah begini ribet apalagi dengan pilkada di daerah," katanya.

Karena itu, usulan Wapres Jusuf Kalla perlu direspon oleh pemerintah dan DPR agar melakukan evaluasi total terhadap penyelenggaraan pemilu sekarang ini dan, memikirkan cara untuk menyederhanakan pemilu kita lima tahun mendatang. ***2***
 

Pewarta: Bernadus Tokan

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019