Nelayan tradisional di Labuan Barat, Pulau Sembilan, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, dua bulan terakhir kembali eksodus meninggalkan kampung halamanya, pergi ke luar kabupaten dan provinsi karena gelombang besar.


Warga Labuan Barat, Hamka, Selasa mengatakan, mulai Oktober lalu wartga nelayan di daerahnya mulai meninggalkan tempat tinggalnya pergi ke Pagatan dan Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, dan sebagian ke Sulawesi.

"Mereka pergi meninggalkan kampung halammnya karena gelombang perairan di Labuan Barat begitu tinggi yang membahayakan perahu nelayan," ujarnya.

Hamka mengungkapkan, sebagian besar masyarakat di Pulau Kelambuan dan Mata Sirih, pada musim barat yang terjadi kisaran Oktober-Maret di mana terjadi gelombang besar, mereka pergi ke luar daerah untuk menyelamatkan diri dan kemudahan mencari nafkah.

Para nelayan tersebut akan bertahan hingga empat bulan di lokasi yang baru itu atau hingga musim timur antara Maret-Oktober.

Di lokasi yang baru, para nelayan itu bekerja apasa saja yang penting bisa menghasilkan uang untuk keperluan sehari-hari.

Bagi yang sempat menabung, di lokasi tempat pengungsian mereka akan beristirahat, dan mengabiskan uang simpanannya.

Selama musim barat Oktober-Maret, di perairan Matasirih dan sekitarnya bisanya akan terjadi gelombang setinggi dua hingga tiga meter lebih yang dapat membahayakan kapal-kapal dan alat tangkap.

Selama musim barat sering terjadi kecelakaan laut, kapal nelayan dan jaring untuk menangkap ikan rusak dihantam gelombang besar, sehingga nelayan merugi puluhan juta rupiah.

Sementara bagi nelayan yang tidak memiliki biaya dan perbekalan cukup, mereka memilih menyelamatkan diri dengan cara bertahan tinggal di Pulau Kalambuan dan Matasirih.

Akan tetapi sebagian kecil warga Sawala di Pulau Matasirih, mereka pergi ke Desa Teluk Sungai sekitar sembilan kilometer dari Sawala.

Perairan di Teluk Sungai menurut nelayan lebih bersahabat, gelombang laut lebih teduh dan tidak membahayakan bagi nelayan tradisional.

Sebelumnya, tokoh masyarakat Riadi menambahkan, nelayan tersebut berharap pemerintah daerah dapat mencarikan jalan keluar agar hidup tidak selalu berpindah-pindah tempat.

"Mereka mengharapkan adanya percepatan pembangunan infrastruktur di daerah itu, seperti jalan, gedung sekolah dan adanya pelatihan keterampilan dan bantuan permodalan," terangnya.

Sementara itu, Kecamatan Pulau Sembilan, sekitar 84 mil sebelah selatan Ibu Kota Kabupaten Kotabaru, memiliki lima desa yang menempati dua pulau dari sepuluh pulau yang ada di kecamatan tersebut.

Tiga desa di Pulau Marabatuan yakni Desa Tanjung Nyiur, Desa Tengah, dan Maradapan sedangkan Pulau Matasirih dihuni oleh masyarakat dua desa yakni Desa Labuan Barat dan Teluk Sirih.

Berdasarkan data tahun 2008, penduduk Kecamatan Pulau Sembilan berjumlah sekitar 7.300 jiwa.

Desa Tanjung Nyiur sekitar 1.700 jiwa, Desa Tengah sekitar 1.700 jiwa, dan Maradapan sekitar 1.500 jiwa, Labuan Barat sekitar 900 jiwa dan Teluk Sirih sekitar 1.500 jiwa.

  Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kotabaru Thalib, hingga saat ini belum berhasil dikonfirmasi terkait kondisi nelayan di Pulau Sembilan./D.

Pewarta:

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012