Anak-anak yang terus menerus mengkonsumsi jajanan berbahaya yang dijual di sekolah akan menghadapi ancaman ingkat kecerdasan terus menurun, dan berakibat pada kualitas sumber daya manusia bangsa ke depan.
"Jajanan yang banyak dijual di sekolah-sekolah terus dikonsumsi anak-anak, dan ternyata jajanan tersebut mengandung bahan berbahaya, maka lama kelamaan kesehatan anak terganggu, dan akan mempengaruhi sistem kecerdasan anak," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, Diah R Praswasti.
Soal jajanan, keliatannya sepele, tetapi mengandung dampak yang sangat besar, baik individu warga, masyarakat, bahkan bangsa dan negara, karena itu persoalan ini harus dituntaskan, kata Diah R Praswasti.
Melihat kenyataan itulah, Dinkes Banjarmasin mengambil sebuah program mengatasi jajanan sekolah yang disebut program "stiker jajanan".
Program tersebut adalah dengan mendata para pedagang kecil jajanan yang biasa mangkal di sekolah-sekolah, kemudian pedagang tersebut diberikan penyuluhan dan dibina melalui pelatihan kemudian setelah mengerti lalu mereka menjual jajanan dengan bebas bahan berbahaya.
"Bagi pedagang yang dinyatakan menjual jajanan yang sudah bebas bahan berbahaya itulah yang kemudian diberikan stiker, sehingga baik petugas kesehatan, balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM), serta anak sekolah itu sendiri bisa membedakan mana pedagang aman, dan mana pedagang yang mengkhawatirkan," katanya seraya menunjukan bentuk stiker tersebut.
Berdasarkan pendataan Dinkes setempat, terdapat 895 pedagang jajanan anak sekolah yang mangkal di halaman 310 gedung Sekolah dasar (SD) di Banjarmasin.
Dari jumlah pedagang tersebut sebanyak 682 pedagang sudah menempelkan stiker yang membuktikan mereka tidak menjual makanan berbahaya, Sementara jumlah stiker yang dibagikan sudah 1156 lembar.
Menurut Diah, hal itu dilakukan karena beberapa kali dilakukan penelitian pihak Dinkes, Balai POM ternyata banyak jajanan yang mengandung bahan berbahaya seperti pengawet, pemanis, pewarna, dan bahan berbahaya lainnya.
Bahan berbahaya tersebut seperti rodhamin B, boraks, formalin, dan pemanis buatan, tambahnya lagi.
"Kita tak ingin masyarakat terserang penyakit lantaran mengkonsumsi makanan yang kurang sehat itu, sebab tambahnya dengan menghindari jajanan sembarangan melindungi dari serangan Penyakit Bawaan Makanan (PBM), seperti keracunan atau infeksi," tutur Diah.
Sebelumnya pihak Balai POM Banjarmasin mengakui bukan hanya jajanan sekolah yang mengandung bahan berbahaya tetapi juga makanan dan minuman yang dijual secara umum di masyarakat.
Balai POM mencontohkan aneka penganan berupa kue beraneka warna mencolok menarik perhatian pembeli, padahal dibalik keindahan kue-kue bewarna tersebut terkandung bahan berbahaya seperti pewarna tekstil yang mengancam kesehatan masyarakat.
Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan (Bali POM) Banjarmasin, Dewi Prawitasari dalam dialog dengan Wali Kota Banjarmasin, Muhidin belum lama ini mengakui adanya produk makanan mengandung bahan berbahaya tersebut.
Bukan hanya pewarna berbahaya yang ditemukan pada kue dan makanan yang dijual belikan tetapi juga pemanis buatan, pengawet, yaitu rodhamin B, boraks, formalin, dan methanyl yellow.
Pemanis buatan ditemukan penggunaan berlebihan pada kue bingka barandam, pengawet terdapat pada bakso dan makanan ringan anak-anak.
Berdasarkan hasil pendataan Balai POM setempat sedikitnya 491 tempat pembuatan produk makanan di Kota Banjarmasin yang harus diwaspadai, dan mereka perlu pembinaan.
Masalahnya muncul produk dengan bahan berbahaya tersebut boleh jadi ketidaktahuan saja, makanya diperlukan penyuluhan.
Padahal banyak saja bahan yang manfaatnya sama untuk produk makanan dan minuman tersebut tetapi tidak merusak kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.
"Kami Balai POM mengajak Pemkot Banjarmasin untuk bersama-sama mengawasi dan mensosialisasi mengenai bahan berbahaya tersebut dengan berbagai kegiatan, seperti penyuluhan, pelatihan, atau bentuk lomba dan kontes makanan minuman tanpa bahan berbahaya," tuturnya.
Dampak Kesehatan
Berdasarkan catatan, kontaminasi zat berbahaya pada produk pangan menandakan lemahnya pengawasan dan kontaminasi tersebut jelas berbahaya bagi kesehatan.
Umpamanya makanan mengandung formalin jelas merusak, formalin biasanya digunakan sebagai bahan antiseptik, germisida dan pengawet.
Fungsinya formalin sering diselewengkan untuk bahan pengawet makanan dengan alasan karena biaya lebih murah seperti mengawetkan ikan, dengan sebotol kecil dapat mengawetkan ikan secara praktis tanpa harus memakai batu es.
Biasanya makanan yang tidak diberi bahan pengawet seringkali tidak akan tahan lebih dalam 12 jam.
Formalin masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan yakni pernapasan dan mulut.
Sebetulnya setiap hari menghirup formalin dari lingkungan sekitar yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik yang mengandung formalin, formalin juga dapat menyebabkan kanker (zat yang bersifat karsinogenik).
Kemudian boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan sehingga menghasilkan rupa yang bagus pada makanan seperti bakso dan kerupuk.
Bakso yang menggunakan boraks memiliki kekenyalan yang kas yang berbeda dari bakso yang menggunakan banyak daging, sehingga terasa renyah dan disukai serta tahan lama.
Sedang kerupuk yang mengandung boraks kalau digoreng akan mengembang dan empuk, teksturnya bagus dan renyah.
Dalam industri boraks dipakai untuk mengawetkan kayu, anti septic kayu dan pengontrol kecoa. Bahaya boraks terhadap kesehatan diserap melalui usus, kulit yang rusak dan selaput lender.
Jika dikonsumsi dalam jangka waktu lama atau berulang-ulang akan memiliki efek toksik. Pengaruh kesehatan secara akut adalah muntah dan diare.
Dalam jangka waktu panjang dapat menyebabkan gangguan pencernaan, nafsu makan menurun, anemia, rambut rontok, dan kanker.
Pemanis Buatan hanya digunakan pada pangan rendah kalori dan pangan tanpa penambahan gula, namun kenyatannya banyak ditemukan pada produk permen, jelly dan minuman yang mengandung pemanis buatan.
Beberapa produk juga tidak mencantumkan batas maksimum penggunaan pemanis buatan Aspartam. Pemakaian Aspartam berlebihan memicu kanker dan leukimia pada tikus, bahkan pada dosis pemberian Aspartam hanya 20mg/Kg BB.
Zat pewarna alami sudah dikenal sejak dulu dalam industri makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan sehingga konsumen tergugah untuk membelinya.
Namun celakanya ada juga penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk digunakan sebagai zat adiktif. Contoh yang sering ditemui adalah penggunaan bahan pewarna rhodamin B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri tekstil, namun digunakan dalam zat pewarna makanan.
Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa penggunaan zat makanan ini dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati.
Melihat dampak yang mengerikan terhadap bahan berbahaya pada makanan tersebut sudah selayaknya pemerintah dengan caranya sendiri mampu melindungi konsumen dari bahan tersebut./D/D.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2012