Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan Abdusamad Sulaiman LC mengatakan kebutuhan konsumen Kalimantan Selatan terhadap produk halal cukup tinggi namun hal tersebut belum direspons serius oleh produsen makanan di daerah ini.

Menurut Abdusamad di Banjarmasin, Kamis, tingginya kebutuhan masyarakat terhadap produk halal tersebut, terbukti dengan banyaknya konsumen yang memilih produk halal dibanding dengan yang tidak berlabel halal dalam satu produk yang sama.

Abdusamad mencontohkan, salah seorang produsen Amplang di Tanjung, Kabupaten Tabalong, sebelum dia mendapatkan sertifikat halal, produksinya masih sangat kecil dan dijajakan dari warung ke warung.

Namun setelah dia mendapatkan sertifikat halal, produksinya mengalami peningkatan yang luar biasa.

"Saat kami melakukan survei untuk sertifikat halal pertama, produksinya masih dijajakan dari warung ke warung, dua tahun kemudian, saat kami melakukan survei untuk perpanjangan, ternyata suami istri tersebut telah membuka ruko dengan sembilan karyawan," katanya.

Contoh lain, suami istri pedagang ayam, saat mengurus sertifikat halal yang pertama kali, dia baru mampu memproduksi sebanyak 15 ekor ayam potong per hari.

Sama seperti cerita produsen amplang, setelah dua tahun kemudian, saat tim sertifikasi halal datang kembali melakukan survei, dalam rangka perpanjangan sertifikat, ternyata di depan rumahnya, sudah ada mobil box dan mobil pengantar ayam ke pelanggan.

Selama dua tahun setelah mendapatkan sertifikat halal, ternyata permintaan terhadap ayamnya meningkat dari awalnya 15 ekor per hari, menjadi 120 ekor per hari dengan keuntungan hampir Rp500 ribu per hari.

Cerita lain, tambah dia adalah, produksi roti gulung Hj Enong, yang kini berkembang pesat setelah mendapatkan label halal.

Menurut Abdusamad, beberapa produsen makanan tersebut mengaku, setelah mendapatkan sertifikat halal, mereka mendapatkan berkah rizqinya yang luar biasa.

Selain keyakinan adanya berkah yang besar setelah mendapatkan sertifikat halal tersebut, masyarakat menjadi yakin, apa yang mereka makan telah diolah sesuai dengan syariat Islam.

Seperti memotong ayam, sebelum mendapatkan sertifikat, MUI dan tim turun langsung ke lapangan untuk meminta agar produsen yang mengajukan sertifikat tersebut melaksanakan berbagai ketentuan.

Misalnya, cara memotong ayam berikut bacaannya, selanjutnya, ketentuan, setelah dipotong ayam tidak boleh dimasukkan ke karung atau drum, karena kematiannya bisa menjadi tidak sah, karena ayam yang habis dipotong biasanya tidak langsung mati, kalau ditumpuk dalam karung, maka kematiannya bukan karena dipotong, tetapi karena tertindih ayam lainnya.

Pemotongan ayam juga harus memiliki bangunan tersendiri sehingga tidak mengganggu tetangga, setelah dipotong, ayam tidak boleh diletakkan di lantai, karena bisa terkena najis, begitu juga cara pembersihannya dan banyak ketentuan lainnya.

"Ketentuan tersebut, juga berlaku bagi produk lainnya," katanya.

Masih minimnya, produsen makanan termasuk rumah makan, yang mengurus sertifikat halal, tambah dia, karena belum adanya kesadaran tentang berkah yang akan didapat setelah mendapatkan sertifikat tersebut.

Berdasarkan data, saat ini restoran yang telah mendapatkan sertifikat halal, baru delapan restoran, kemudian katering sebanyak 14, UMKM sekitar tujuh bidang usaha, produsen minuman sebanyak 23 usaha dan beberapa produk lainnya.

"Saat ini memang masih relatif kecil yang mengurus sertifikat halal, namun dari cerita-cerita pengusaha yang sukses setelah mendapatkan sertifikat halal, kesadaran tersebut mulai tinggi," katanya.

Setiap Sabtu, tim seritikasi halal, mulai banyak menyidangkan produk-produk yang mengajukan untuk sertifikat halal.

Tentang biayanya, tambah dia, hanya sekitar Rp500 ribu untuk usaha kecil dan perusahaan besar, bisa mencapai Rp2 juta.
 

Pewarta: Ulul Maskuriah

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018