Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Pasokan dan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi terutama jenis solar masih belum normal pada beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Provinsi Kalimantan Selatan.

Pantauan Antara Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Minggu melaporkan, belum normalnya pasokkan dan penyeluran solar bersubsidi terindikator dengan masih terlihat antrian panjang mobil untuk mendapatkan jenis BBM tersebut pada beberapa SPBU di provinsi itu.

Sebagai contoh pada beberapa SPBU di Jalan Trikora Banjarbaru dan Jalan Subardjo/Lingkar Basirih Banjarmasin masih terlihat antrian panjang truk hingga ke tepi jalan umum untuk mendapatkan solar bersubsidi.

Sejumlah sopir menduga keterangan pers anggota Komisi III DPRD Kalsel HM Rosehan NB SH yang mengutip pernyataan Kasubdit Harga dan Subsidi BBM, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral RI hanya pelipur.

"Kenyataannya hasil konsultasi Komisi III DPRD Kalsel dengan pihak Ditjen Migas yang diterima Kasubdit Harga dan Subsidi BBM M

Rizwi di Jakarta, 5 April lalu belum ada tindak lanjut," ujar Jujus, warga Banjarmasin.

Pasalnya antara pihak Ditjen Migas yang menyatakan tak ada masalah pasokkan dan penyaluran BBM tidak sesuai kenyataan di lapangan, seperti jenis solar bersubsidi masih sering kosong di SPBU, lanjut warga Banjarmasin yang seorang sopir truk.

Sebelumnya dengan mengutip penyataan pihak Ditjen Migas tersebut, anggota Komisi III DPRD Kalsel Rosehan dari PDI-P dalam keterangan pers di Banjarmasin, 6 April 2018, pasokkan dan penyaluran BBM tidak masalah atau dengan pengertian normal.

Konsultasi Komisi III DPRD Kalsel yang diketuai H Supian HK SH dari Partai Golkar itu dengan Ditjen Migas di Jakarta, 5 April lalu membicakan persoalan BBM dan gas elpiji bersubsidi tabung isi tiga kilogram.

Karena di Kalsel yang kini berpenduduk mencapai empat juta jiwa dan tersebar pada 13 kabupaten/kota hampir setahun terakhir terkadang terjadi kelangkaan elpiji tabung tiga kilogram dan harga melambung.

Padahal harga eceran tertinggi (HET) seperti untuk Kota Banjarmasin per tabung isi tiga kilogram hanya Rp17.500, namun di luar pangkalan terkadang lebih dari Rp30.000.

Begitu pula BBM bersubsidi jenis premium dan solar sering kosong pada SPBU tertentu, tidak terkecuali fartalet serta pertamax kadang-kadang kehabisan persediaan.

Keadaan tersebut menjadi keluhan masyarakat, apalagi dengan kenaikan harga secara diam-diam seperti fertalet dalam kurun enam bukan terakhir dua kali harganya naik, yaitu per liter dari Rp7.600 menjadi Rp7.800, dan kini Rp8.000.

Pewarta: Sukarli

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018