Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Ketua Komisi III Bidang Pembangunan dan Infrastruktur DPRD Kalimantan Selatan H Supian Haji Karim berpendapat, pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) memerlukan kajian terlebih dahulu.
"Pada prinsipnya kita sependapat tidak bisa selamanya menggunakan batu bara sebagai sumber energi, tetapi harus mencari dan memanfaatkan sumber daya energi lain," katanya menjawab Antara Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Rabu.
Namun Ketua Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi, serta lingkungan hidup itu belum bisa bicara banyak karena masih lelah baru tiba kujungan kerja dari Jakarta sejak 18 Januari lalu.
"Nanti kita pelajari lebih jauh tentang kemungkinan pemanfaatan PLTS dan PLTB dalam skala besar di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota ini," ujar wakil rakyat bergelar sarjana hukum dan mendapat gelar doktor kehormatan itu.
"Memang ada negara yang menggunakan PLTB seperti negeri Belanda dengan kincir anginnya, serta daerah/provinsi di Indonesia yang memanfaatkan PLTS sekala besar sebagaimana halnya Nusa Tenggara Barat (NTB)," demikian Supian HK.
Gagasan atau usul pemanfaatan PLTS dan PLTB mengemuka belakangan ini sebagai pengganti energi batu bara yang bukan saja semakin berkurang atau menjadi habis tidak bisa terbarukan, tetapi juga berdampak terhadap kerusakan lingkungan hidup.
Memang potensi batu bara Kalsel yang tersebar/terpendam pada sembilan kabupaten mungkin masih bisa bertahan puluhan tahun lagi, tetapi sesudah 100 tahun kemudian, apa yang akan terjadi, kecuali tinggal galian-galian bekas penambangan.
Selain batu bara, Kalsel dengan luas sekitar 3,7 juta hektare yang merupakan provinsi terkecil dan tertua di Pulau Kalimantan juga memiliki sumber daya energi lain, sepoerti panas bumi, nuklir, air dan lainnya, yang kesuma itu belum terukur secara pasti.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018
"Pada prinsipnya kita sependapat tidak bisa selamanya menggunakan batu bara sebagai sumber energi, tetapi harus mencari dan memanfaatkan sumber daya energi lain," katanya menjawab Antara Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Rabu.
Namun Ketua Komisi III DPRD Kalsel yang juga membidangi pertambangan dan energi, serta lingkungan hidup itu belum bisa bicara banyak karena masih lelah baru tiba kujungan kerja dari Jakarta sejak 18 Januari lalu.
"Nanti kita pelajari lebih jauh tentang kemungkinan pemanfaatan PLTS dan PLTB dalam skala besar di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota ini," ujar wakil rakyat bergelar sarjana hukum dan mendapat gelar doktor kehormatan itu.
"Memang ada negara yang menggunakan PLTB seperti negeri Belanda dengan kincir anginnya, serta daerah/provinsi di Indonesia yang memanfaatkan PLTS sekala besar sebagaimana halnya Nusa Tenggara Barat (NTB)," demikian Supian HK.
Gagasan atau usul pemanfaatan PLTS dan PLTB mengemuka belakangan ini sebagai pengganti energi batu bara yang bukan saja semakin berkurang atau menjadi habis tidak bisa terbarukan, tetapi juga berdampak terhadap kerusakan lingkungan hidup.
Memang potensi batu bara Kalsel yang tersebar/terpendam pada sembilan kabupaten mungkin masih bisa bertahan puluhan tahun lagi, tetapi sesudah 100 tahun kemudian, apa yang akan terjadi, kecuali tinggal galian-galian bekas penambangan.
Selain batu bara, Kalsel dengan luas sekitar 3,7 juta hektare yang merupakan provinsi terkecil dan tertua di Pulau Kalimantan juga memiliki sumber daya energi lain, sepoerti panas bumi, nuklir, air dan lainnya, yang kesuma itu belum terukur secara pasti.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2018