Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Anggota DPRD asal daerah pemilihan Kalimantan Selatan I/Kota Banjarmasin, H Suripno Sumas berpendapat, sistem rumah panggung dapat mengurangi genangan air pada kawasan jalan dan permukiman di ibukota provinsi tersebut.

"Oleh sebab itu, saya sangat sependapat dan mendukung pelaksanaan peraturan daerah (Perda) rumah panggung," ujar anggota Komisi I Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) yang juga membidangi bencana tersebut di Banjarmasin, Kamis.

Karenanya pula, pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) yang bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut menyayangkan belum efektifitasnya Perda rumah panggung di "kota seribu sungai" Banjarmasin itu.

Semestinya, menurut dia, Perda Kota Banjarmasin tentang Rumah Panggung sejak puluhan tahun lalu pembentukan dan penerapan, tidak sesudah terjadi bencana berupa genangan air seperti sekarang melanda sejumlah jalan dan kawasan permukiman penduduk.

"Semestinya bagaikan pepatah, `sedia payung sebelum hujan` bukan sesudah hujan turun baru mencari payung atau `cari jamban sebelum buang air besar` jangan sebaliknya. Kalau hal itu terjadi, percuma," katanya.

Tetapi, lanjut alumnus Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin bergelar sarjana dan magister hukum itu, belum terlambat untuk menerapkan Perda rumah panggung secara efektif.

"Dalam pelaksanaan Perda rumah panggung tersebut lebih baik terlambat daripada tidak samasekali karena bisa berdampak bencana yang lebih parah lagi," lanjutnya menjawab Antara Kalsel.

Sebagai contoh karena mengabaikan Perda rumah panggung, dan banyak kegiatan pembangunan rumah atau bangunan lain dengan sistem urug (penimbunan) dengan tanah, sehingga mengurangi wilayah tangkapan air dan terjadi genangan.

"Apalagi kalau terjadi hujan lebat bersamaan dengan pasang dalam genangan air semakin tinggi dan lambat turun/surut sistem drainase yang buruk pula, sehingga memperparah keadaan lingkungan," demikian Suripno.

Seorang pengamat lingkungan dan perkotaan Syamsuddin Hasan menerangkan, hingga tahun 1970-an beberapa kawasan di Kota Banjarmasin juga dilanda pasang dalam bersamaan turun hujan.

"Namun seiring turunnya pasang, genangan air juga mengering, karena drainase dan sungai-sungai untuk pembuangan air berfungsi dengan baik," ujar laki-laki berusia 70 tahun itu yang menerap di Banjarmasin sejak 1968.

"Tetapi sekarang apa mau dikata, ada orang mengganti julukan kota seribu sungai bagi Banjarmasin itu dengan kota seribu rumah toko (ruko) karena mempersempit sungai," lanjut kayi dari dua cucu itu.

Ia menuturkan, hingga awal tahun 1960-an sungai atau saluran terbuka pada kanan-kiri Jalan Ulin (kini Jl A Yani) Banjarmasin masih lalu-lalang perahu penjaja berbagai barang dagangan.

Begitu pula banyak sungai yang ketika itu penjaja sayuran dan lauk pauk, serta keperluan dapur/rumah tanggal lain masih bisa lewat, tetapi kini tidak berfungsi lagi sebagai prasarana angkutan air, demikian Syamsuddin Hasan.

Pewarta: Syamsudin Hasan

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017