Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki Provinsi Kalimantan Selatan ternyata tidak sejalan dengan kemajuan sarana infrastruktur untuk kepentingan publik.
     
Menurut Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rasamala Aritonang di Banjarmasin, Sabtu minimnya pembangunan infrastruktur mengindikasikan adanya praktek korupsi yang terjadi.
     
"Secara real  kasat mata, kondisi Kalsel masih jauh dari harapan. Bagaimana mungkin kekayaan alam yang begitu banyak, infrastrukturnya minim perkembangan, misalnya kualitas jalan yang katanya seperti kelas 3, belum lagi listrik dan segala macam yang masih sering bermasalah," paparnya saat menjadi nara sumber Seminar Nasional Sumber Daya Alam dan Tindak Pidana Korupsi di Hotel G'Sign Banjarmasin.
     
Rasamala memastikan, pemberantasan korupsi harus mempunyai dampak terhadap kemajuan pembangunan yang pada akhirnya memberikan kesejahteraan terhadap masyarakat.
     
KPK sendiri terus mendorong pemda untuk tegas soal regulasi perizinan. Jika memang ada pengusaha yang belum membayar biaya jaminan reklamasi atau pajak misalnya, bisa dilakukan penutupan tambang dan sebagainya.
     
"Kepolisian dan Kejaksaan pun bisa mengawal dengan Undang-Undang Kehutanan misalnya atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bisa memberikan sanksi administrasinya.
Sedangkan KPK bisa masuk hanya dengan Undang-Undang Tipikor, jadi semua harus bersinergi bareng-bareng mencegah korupsi terkait pengelolaan Sumber Daya Alam ini," tandas Rasamala.
     
Sementara Dekan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dr H Mohammad Effendy saat membuka seminar mengatakan, sektor eksploitasi SDA baik pertambangan maupun perkebunan banyak terdapat titik rawan korupsi dari awal penyediaan tanah, perizinan hingga pengangkutan.
     
Effendy menyatakan, dengan praktek korupsi di segala lini tersebut, biaya yang harus dikeluarkan pengusaha menjadi membengkak. Sedangkan royalti yang diterima daerah tetap saja kecil.
     
"Biaya resmi perizinan sebenarnya murah, jadi yang diterima negara juga kecil. Uang yang banyak beredar hanya dinikmati segelintir oknum dan juga pengusaha nakal, makanya saya sering protes buat apa eksploitasi jika tak mempunyai dampak positif, warga sekitar tambang tetap saja miskin," tegas Effendy.
     
Seminar yang diikuti peserta dari berbagai kalangan mulai mahasiswa, akademisi, birokrat, Kepolisian dan Kejaksaan itu digelar oleh Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum ULM.
     
Selain mendatangkan pembicara dari KPK, turut hadir sebagai nara sumber Pakar Hukum Pidana ULM Dr Mispansyah dan Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga H Suparto Wijoyo.
     
Ketua Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum ULM Prof Hadin Muhjad menilai, carut marut yang berujung praktek korupsi di sektor Minerba lantaran salah pengelolaan.
     
"Bisa salah diregulasi atau di pelaksanaan. Regulasi soal pembagian hasil yang tidak adil antara daerah dan pusat. Sedangkan di pelaksanaannya ada praktek korupsi. Kami khawatir perlakuan yang tidak adil ini bisa berpotensi meretakkan persatuan karena rakyat akan berontak," pungkasnya.

Pewarta: Firman

Editor : Asmuni Kadri


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017