Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Sebuah organisasi lingkungan Masyarakat Peduli Sungai (Melingai) bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) II, saat penjelajahan hutan menjumpai sejumlah kera lutung merah yang belakangan sulit ditemukan lagi.

"Secara tak sengaja, kita menemukan lutung merah saat mereka berada persis di jalan yang kita lalui," kata Ketua Melingai Ferry F Hoesien di Banjarmasin, Rabu.
     
Kegiatan jelajah hutan dan sungai itu bertajuk "Ekspedisi Susur Sungai 2017" tersebut sekaligus untuk melakukan pengukuran kualitas air terhadap beberapa sungai yang termasuk bagian dari aliran Sungai Barito, dan melihat secara langsung kawasan hutan di wilayah ini.
     
Ekspedisi itu sendiri berlangsung mulai Jumat (15/9) hingga Senin Malam (18/9) diikuti oleh delapan anggota tim yang bertugas melakukan pengukuran kualitas air dan pengamatan terhadap kondisi hutan, sungai secara ekonologi maupun morfologinya.
     
Saat ketemu lutungmerah itu pada hari terakhir perjalanan antara Puruk Cahu ke Kurun Provinsi Kalimantan Tengah.
    
Hampir saja tertabrak primata unik tersebut, untung saja  sopir rombongan tim sempat mengerem sehingga mereka juga lari tunggang langang ke dalam hutan, kata Ferry F Hosien yang juga dikenal sebagai pembina Sahabat Bekantan Indonesia tersebut.
     
Menurut pemerhati hewan langka ini, lutung merah mulai terancam keberadaannya karena populasinya yang tinggal sedikit.
     
Lutung merah atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dayak di pedalaman Kalteng dengan sebutan “Kelasi 
“ ini, adalah merupakan salah satu primata yang unik dan eksotik yang dapat dijumpai di kawasan hutan primer serta hutan  sekuder pulau ini terutama sepanjang hutan di deretan pegunungan Muller – Schwaner yang membentang dari Kalimantan Tengah – Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur serta sebagian persebaran juga terdapat di kawasan hutan Meratus Kalimantan Selatan.

Lutung Merah dalam bahasa ilmiahnya disebut Presbytis rubicunda adalah spesies primata didalam keluarga Cercopithecidae. Memiliki bulu berwarna kemerahan dan memiliki wajah berulas  kebiruan, memiliki jambul pendek  sedikit berdiri. 
    
Uniknya bayi lutung merah berwarna putih dan sebagian tubuhnya terdapat bercak hitam. Warna tersebut akan berubah menjadi merah seiring usianya beranjak dewasa. Seperti jenis primata lainnya, lutung merah hidup berkelompok antara 7 – 8 ekor dengan dipimpin satu ekor jantan. Sepanjang hari, lutung merah biasanya beraktivitas dan aktif di siang hari atau satwa diurnal.
    
"Presbytis rubicunda ini dibedakan menjadi 4 sub spesies dengan warna rambutnya khas, seperti  1. Presbytis rubicunda rubicunda, berwarna kemerahan dan semakin kehitaman kearah bawah bibir banyak dijumpai disebagian besar Kalimantan. 2. Presbytis rubicunda rubida warnanya hampir sama dengan Presbytis rubicunda rubicunda, hanya sedikit berbeda dari bentuk kepalanya dan tersebar di wilayah Kalimantan Selatan. 
     
3. Presbytis rubicunda ignita, juga dibedakan dari ukuran kepalanya, tersebar dibagian barat laut Kalimantan sedangkan yang ke 4, adalah Presbytis rubicunda chrysea terbatas hanya di Pulau Karimatan dan Kalimantan Barat dengan warna coklat emas kepucatan “,jelas Ferry F. Hoesain pegiat konservasi primata dari Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia.

 Pada Ekspedisi Susur Sungai DAS Barito 15-19 September 2017, Tim menemukan beberapa kelompok  kawanan Lutung merah di sepanjang perjalanan antara Puruk Cahu kabupaten Murung Raya ke Kuala Kurun kabupateng Gunung Mas melalui sungai Hanyu Kalimantan Tengah.
      
Keberadaan lutung merah cukup memprihatinkan, karena berada di kawasan yang habitatnya tertekan oleh pengembangan lahan perkebunan kelapa sawit serta pertambangan batu bara, belum lagi aktivitas pembukaan lahan untuk pertanian masyarakat. 
      
Pengurangan habitatnya terjadi terus menerus, sehingga primata ini kehilangan habitatnya mencapai 36 persen dari luas sekitar 415.000 km2, menjadi 266.000 km2 dan sisanya hanya menempati kawasan konservasi seluas kurang lebih 19.670 km2 saja.
      
Sampai saat ini, keberadaan  populasi lutung merah  di alam liar dari hari ke hari semakin terancam dikarenakan  beberapa penyebab, seperti pembukaan lahan berskala besar tersebut, termasuk kebakaran hutan, perburuan dan perdagangan satwa liar. 
     
Menurut Ferry kondisi ini tentu sangat mengancam keberadaan Lutung merah, walau ia telah dilindungi oleh peraturan dan perundangan kita. Namun alih fungsi lahan yang cukup masif, merusak sebagian besar habitatnya, kemudian saat ini lutung merah mulai nampak keberadaannya disekitar pemukiman dan perkebunan warga yang rawan konflik, sehingga sering diburu, karena dianggap hama oleh warga disekitarnya.
      
Sementara itu, perlindungan lutung merah di Indonesia mengacu pada UU no 5 tahun 1990, tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, pasal 21 ayat 2 dan pasal 40 ayat 2. yang menyatakan dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memilihara, mengangkut, dan memperniagakan atau memperjualbelikan satwa dilindungi atau bagian-bagian lainnya dalam keadaan hidup atau mati, tertuang dalam (Pasal 21 ayat 2). 
      
Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran sebagaimana ketentuan dimaksud akan dikenakan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah (pasal 40 ayat 2).
     
Dalam Perundang-undangan Indonesia, lutung merah juga dilindungi berdasarkan SK Mentan No. 247/Kpts/Um/4/1979 dan Peraturan Pemerintah  no. 7 tahun 1999. 

"Hanya saja sayangnya meskipun tingkat keterancamanya tinggi, lembaga konservasi internasional IUCN (International Union Conservation Nature), menempatkan Lutung merah  masih dimasukan kedalam daftar  resiko rendah( Lower Risk/least concern-LR/lc atau Apendiks II), padahal keberadaannya dialam liar sudah cukup meprihatinkan , " tambahnya  Ferry F. Hoesain.
      
Ekspedisi untuk mencari masukan atau bahan yang nantinya dibawa ke dalam forum diskusi saat Kongres Sungai Indonesia (KSI) III yang dijadwalkan berlangsung di Banjarmasin, 1-4 November 2017 nanti.
     
Dalam perjalanan malam dan siang tersebut dimulai dari kawasan Sungai Tapin di PipItak Jaya, sekaligus melihat kawasan pembangunan Bendungan Pipitak Jaya dan kawasan yang rencana ditenggelamkan, di wilayah Kabupaten Tapin ini.
     
Dalam kegiatan di kawasan ini anggota tim juga melakukan pengukuran kualitas air sekaligus mengambil sampel air yang nantinya akan dibawa secara seksama ke laboratorium di Banjarmasin untuk mengetahui secara rinci kualitas sebenarnya.
    
Setelah di Pipitak Jaya tim ekspedisi melalui jalur hutan terus menuju Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan tim melakukan penjelajahan hutan di wilayah ini, selain melakukan pengukuran kualitas dan pengambilan sampel air untuk juga di bawa ke Banjarmasin.
     
Dalam penjelajahan di Hutan Loksado, banyak ditemukan aneka spicies tanaman khas hutan tropis basah, aneka tanaman bambu, aneka anggrek, aneka satwa termasuk beberapa katak yang terbilang langka, kata Zainuddin seorang peneliti reftil Universitas Lambung Mangkurat yang ikut dalam rombongan tersebut.
     
Saat di Loksado rombongan mengunjungi pemukiman Suku Dayak Loksado berbincang mengenei kehidupan mereka yang ternyata mereka cukup sejahtera dengan hasil budidaya kayu manis, kemiri, dan karet.
     
Setelah di Loksado tim terus meluncur tetap melalui jalan hutan ke kawasan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, dalam perjalanan pun terlihat masih banyak lahan hutan yang lebat, perladangan berpindah, dan kebun-kebun rakyat.
     
Di Hantakan pun rombongan mnelakukan pengukuran kualitas air sekaligus mengambil sampel air untuk diteliti lagi.

Setelah di Hantakan, tim terus ke Paringin mengambil contoh air sungai Balangan, dan terus ke Tanjung Tabalong, juga melakukan kegiatan yang sama kaitan dengan air.
      
Setelah ditanjung rombongan terus ke Sungai Barito Kota Muara Teweh juga mengambil samp;el air sungai setempat sekaligus menikmati wisata kampung pelangi.
     
Yakni kampung dengan rumah-rumah lanting di atas air yang bercat mencolok warna warni.
     
Selanjut ke Puruk Cahu, rombongan pun sempat beraudensi dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Murung Raya (Mura) Kalteng pak Pujo dan memperoleh penjelasan mengenai kondisi air Sungai Barito yang menurutnya sudah mulai rusak akibat ribuan aktivitas penambangan pasir dan emas di hulu sungai tersebut.
     
Pak Pujo berharap pemerintah mengembangkan ekonomi rakyat di darat umpamanya mengembangkan pertanian gogo di dataran tinggi agar ekonomi rakyat meningkat sehingga mereka tidak lari untuk mencari rejeki ke sungai.
     
Dalam perjalanan tersebut menurut ketua tim Mohammad Ary cukup puas ada yang diperoleh sebagai gambaran di KSI nanti, dan dari itu akan ada deklarasi sungai menjadi beranda depan, dan akan memperjuangkan adanya lembaga khusus mengurusi sungai Badan Restorasi Sungai semacam Badan Restorasi Gambut./f

Pewarta: Hasan Zainuddin

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017