Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Petani di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan terpaksa segera memanen tanaman padi mereka yang roboh, karena terpaan angin kencang serta hujan lebat.

Sebagaimana penuturan keluarga Miah, petani di Kecamatan Kertak Hanyar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel), Minggu, pihaknya terpaksa harus segera memanen/menuai tanaman padi yang roboh.

"Sayang kalau `kada lakas dikatam` (tidak cepat dituai), bisa rusak karena terendam `banyu` (air)," tuturnya menjawab Antara Kalsel yang berkunjung ke lokasi persawahannya tersebut.

"Kami `tapaksa mangatam banih nang rabah` (terpaksa memanen tanaman padi yang roboh) terlebih dahulu, supaya banihnya jangan sampai rusak karena terendam banyu. Kalau yang masih `cagat` (tegak) bisa belakangan mangatam," tegas ibu dari empat enak itu.

Warga tani di Jalan A Yani kilometer sembilan (Km9) Kertak Hanyar itu mengaku memiliki sawah ratusan borong atau hampir sepuluh hektare (satu hektare = 35 borong) dan satu borong = 10 depan X 10 depa, belum semua tanaman padinya terpanen.

Pasalnya, lanjut dia, selain masak padi yang belum merata, juga untuk sementara ini menggunakan tenaga keluarga sendiri buat mangatam. "Kecuali kalau sudah masaknya merata, baru menggunakan mesin pemotong padi," ujarnya.

"Karena kelihatannya lebih baik menggunakan mesin pemotong padi daripada mengupah orang untuk mangatamnya, baik dari hasil maupun pembiayaan," lanjutnya sambil menjemur padi baru dipanen.

Mengenai harga padi/gabah, dia mengatakan, pada musim panen ini mengalami penurunan, seperti jenis Siam Mutiara per belik (kaleng=isi 20 liter) hanya sekitar Rp62.000, sedangkan sebelumnya lebih dari Rp70.000.

Begitu pula jenis Siam Unus pada musim panen sekarang di wilayah Kecamatan Kertak Hanyar dan Gambut atau Kabupaten Banjar hanya Rp60.000/belik, sedangkan sebelumnya mencapai Rp70.000, demikian mama Miah.

Petani di wilayah Kecamatan Kertak Hanyar, Gambut dan Kecamatan Tatah Makmur, Kabupaten Banjar pada umumnya atau sebagian besar masih menanam padi varietas lokal, seperti Siam Mutiara, Siam Unus dan Karandukuh.

Harga beras dari varietas lokal tersebut jauh lebih mahal dari varietas baru seperti jenis IR dan Ciherang, dengan perbedaan rata-rata sekitar Rp50.000/blek.

Pewarta: Sukarli

Editor : Imam Hanafi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017