Balangan, (Antaranews Kalsel) - Seiring pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi, budaya gotong royong mencari kayu bakar bersama serta masak bersama pada acara perkawinan di Kabupaten Balangan, kian tergerus oleh kemajuan zaman.

Sekitar 14 tahun terakhir, saat Balangan masih sebagai sebuah kecamatan di bawah kabupaten induk Hulu Sungai Utara, perkembangan penduduk pendatang boleh dibilang masih bisa dihitung dengan jari tangan.

Setiap masyarakat desa bahkan kecamatan masih dapat mengenali setiap orang lama dan baru di wilayahnya, sehingga kerukunan dan kearaban terjalin dengan baik.

Kerukunan warga yang terjalin erat, juga menumbuhkan budaya tolong menolong dan  budaya gotong royong terjalin dengan baik.

Masih melekat di ingatan warga setempat, saat  proses pelaksanaan resepsi perkawinan, dimana setiap persiapan hingga selesainya acara, menjadi tanggung jawab bersama warga kampung tempat  dilaksanakannya pesta tersebut.

Mulai persiapan para pria  untuk membuat tenda tradisional dengan menggunakan kayu hutan dan atap terpal, tempat duduk memanjang dan meja makannya dari kayu dan papan, setelah itu mencari kayu bakar untuk persiapan memasak makanan hingga acara puncak.

Sementara itu para wanita, saling bergotong royong untuk menyiapkan bahan masakan seperti mengupas kelapa hingga memarutnya, menyiapkan sayur mayur, dan lauk pauk untuk makanan warga yang bergotong royong, hingga persiapan hingga di hari resepsi pernikahan.

Keakraban terasa saat itu, sambil tangan bekerja, mulut bercanda, sambil membicarakan berbagai hal hingga ngerumpi, cekikikan canda tawa menghiasi kegiatan tersebut, dari pagi hingga sore, sejak lima hari sebelum hari resepsi dilaksanakan.

Pemilik acara sendiri dilarang campur  tangan dalam gotong royong, tugasnya hanya mencatat sumbangan warga, menyiapkan keuangan kebutuhan masakan dan kebutuhan warga yang bergotong royong, bahkan dilarang mengatur warga.

Karena warga kampung tempat dilaksanakan acara, adalah tuan rumah yang telah diberi tanggung jawab sepenuhnya, bahkan dengan pembagian tugas masing-masing oleh panitia resepsi yang biasanya adalah seorang tokoh masyarakat.  

Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, berbagai kesibukan serta banyaknya pendatang yang tidak paham bahkan tidak turut serta dalam tradisi budaya gotong royong lokal, proses kebiasaan bergotong royong itu kini mulai berkurang.

Mulai proses memasak yang kini menggunakan kompor gas, kayu bakar yang kini bisa dipesan, tenda kayu berganti tenda besi yang banyak disewakan, menyewa gedung untuk resepsi, dan banyaknya usaha catering masakan untuk semua acara bahkan resepsi pernikahan dengan berbagai masakan.

Mengawah

Namun begitu, tidak semua tradisi kearifan lokal tersebut menghilang, masih tersisa proses gotong royong menyiapkan masakan, masak bersama hingga yang masih ada adalah budaya "mengawah" atau memasak di sebuah wajan berukuran besar.

Mengawah bukan hanya dilaksanakan di acara resepsi pernikahan, namun bisa juga dilaksanakan pada acara lainnya, seperti selamatan, maulid nabi, acara budaya, mengumpulkan orang banyak, dan lain sebagainya, yang dalam prosesnya mengundang orang banyak untuk makan bersama.

Uniknya, proses mengawah di acara resepsi pernikahan dilaksanakan subuh dini hari, mulai pukul 02.00 Wita, bahkan hingga pagi jam 08.00 Wita, tergantung kebutuhan.

Dari lima kawah bahkan lebih dalam memasak nasi, yang dilakukan oleh kaum laki-laki yang mahir menggunakannya, karena jika tidak terlatih dan tidak tahu cara memasaknya, nasi akan mentah, atau bahkan jadi bubur. 

Setelah itu proses memasak sayur mayur dan lauk yang juga menggunakan kawah, khususnya bagi tuan rumah yang masih mempertahankan budaya lokal atau tidak menggunakan jasa catering dalam menyiapkan lauk pauk dan sayur mayur.

Hal kedua dari proses memasak nasi di kawah, adanya terdapat kerak nasi di permukaan kawah. Yang biasanya sangat lezat ketika dimakan dengan ikan asin.

Tidak sampai disitu tugas warga, proses gotong royong masih berlanjut, dari menyiapkan makanan undangan, membersihkan meja makan, cuci piring dan cangkir, bahkan mengontrol makanan, jika kurang, tim mengawah siap kembali beraksi.

Usai acara resepsi yang kebanyakan mencapai waktu siang, bahkan ada yang hingga sore hari, kembali warga bergotong royong membersihkan semua peralatan.

Proses mengembalikan berbagai peralatan yang dimanfaatkan saat pesta perkawinan, seperti  meja kursi, menurunkan tenda, hingga mengembalikan alat seperti piring, cangkir, kawah dan kaki kawah yang disebut juga "kulikar" untuk proses memasak, dimana biasanya dipinjam dari milik perkumpulan warga, langgar, mesjid dan lain sebagainnya.

Malam sehabis sholat isya, warga kampung kembali di undang ke rumah pengantin, untuk di jamu makanan dan disugihkan kue pengantin, sebagai rasa syukur dan terimakasih atas bantuan warga, di akhir acara, panitia acara resepsi pernikahanpun dibubarkan kembali oleh tokoh masyarakat setempat. 

Pewarta: Roly Supriadi

Editor : Roly Supriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017