Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Selatan yang juga membidangi lingkungan hidup berpendapat, kondisi daerah aliran sungai (DAS) di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota tersebut kini mengalami degradasi lahan.
Pendapat Komisi III DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam Raperda tentang Pengelolaan DAS di provinsi tersebut disampaikan pada paripurna lembaga legislatif itu yang dipimpin H Muhaimin di Banjarmasin, Senin.
Dalam Raperda pengelolaan DAS yang dibacakan H Pribadi Heru Jaya itu, Komisi III DPRD Kalsel menjelaskan, terjadinya degradasi lahan tersebut antara lain karena aktivitas manusia.
Sementara tingkat kekritisan DAS sangat berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat petani di daerah tengah hingga hulu DAS.
Selain itu, tingkat kesadaran dan kemampuan ekonomi masyarakat petani yang rendah akan mendahulukan kebutuhan primer, yaitu sandang, pangan dan papan, serta kebutuhan sekunder.
Menurut wakil rakyat tersebut, masyarakat Kalsel juga belum sepenuhnya memberikan kepedulian terhadap lingkungan sehingga sering terjadi penurunan kualitas ekosistem, misalnya perambahan hutan di hulu DAS.
Selain itu, sebagaimana Raperda pengelolaan DAS tersebut, adanya penebangan liar, pertambangan dan praktik-praktik pertanian lahan kering kurang tertata dengan baik di perbukitan yang berpotensi meningkatkan kekritisan DAS.
Kesemua aktivitas masyarakat tersebut, menurut Komisi III DPRD Kalsel yang diketuai H Supian HK dan sekretarisnya H Riswandi, bisa berdampak menimbulkan bencana banjir, dan pada gilirannya mengancam kehidupan manusia serta makhluk hidup lain.
Oleh sebab itu, Komisi III DPRD Kalsel merasa terpanggil dengan tanggung jawab, mengusulkan Raperda pengelolaan DAS sebagai inisiatif lembaga legislatif untuk menjadi Perda di provinsi ini, yang kini berpenduduk mencapai empat juta jiwa lebih.
Wilayah Kalsel sendiri berdasarkan data Balai Pengelolaan (BP) DAS Barito tahun 2013 mempunyai luas 3.691.507 hektare (ha) dengan kawasan hutan 1.767.910 ha (47,8 persen).
Dalam kawasan hutan itu pula tidak berhutan 854.711 ha atau 48,35 persen (Rencana Kehutanan Tingkat Prov Kalsel 2013-2032) serta terdapat lahan kritis 640.709 ha atau 17,36 persen.
Di wilayah Kalsel itu terbagi dalam 183 aliran sungai, 31 diantaranya dengan kriteria dipulihkan (BPDAS Barito 2014) dan tercatat sebanyak 550 titik kejadian banjir (Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah 2010).
Kemudian berdasar data Kementerian Lingkungan Hidup RI tahun 2015, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kalsel urutan 26 dari 33 provinsi di Indonesia atau dengan nilai 57,51.
Oleh karena itu pula, untuk regulasi daerah pada Perda pengelolaan DAS itu memuat antara lain tentang pemanfaatan sumber daya alam (SDA) berupa hutan, tanah dan air sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional.
"Pemanfaatan SDA itu harus sebaik-baiknya berdasarkan azas kelestarian, keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal, yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang," demikian Komisi III DPRD Kalsel.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017
Pendapat Komisi III DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) dalam Raperda tentang Pengelolaan DAS di provinsi tersebut disampaikan pada paripurna lembaga legislatif itu yang dipimpin H Muhaimin di Banjarmasin, Senin.
Dalam Raperda pengelolaan DAS yang dibacakan H Pribadi Heru Jaya itu, Komisi III DPRD Kalsel menjelaskan, terjadinya degradasi lahan tersebut antara lain karena aktivitas manusia.
Sementara tingkat kekritisan DAS sangat berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat petani di daerah tengah hingga hulu DAS.
Selain itu, tingkat kesadaran dan kemampuan ekonomi masyarakat petani yang rendah akan mendahulukan kebutuhan primer, yaitu sandang, pangan dan papan, serta kebutuhan sekunder.
Menurut wakil rakyat tersebut, masyarakat Kalsel juga belum sepenuhnya memberikan kepedulian terhadap lingkungan sehingga sering terjadi penurunan kualitas ekosistem, misalnya perambahan hutan di hulu DAS.
Selain itu, sebagaimana Raperda pengelolaan DAS tersebut, adanya penebangan liar, pertambangan dan praktik-praktik pertanian lahan kering kurang tertata dengan baik di perbukitan yang berpotensi meningkatkan kekritisan DAS.
Kesemua aktivitas masyarakat tersebut, menurut Komisi III DPRD Kalsel yang diketuai H Supian HK dan sekretarisnya H Riswandi, bisa berdampak menimbulkan bencana banjir, dan pada gilirannya mengancam kehidupan manusia serta makhluk hidup lain.
Oleh sebab itu, Komisi III DPRD Kalsel merasa terpanggil dengan tanggung jawab, mengusulkan Raperda pengelolaan DAS sebagai inisiatif lembaga legislatif untuk menjadi Perda di provinsi ini, yang kini berpenduduk mencapai empat juta jiwa lebih.
Wilayah Kalsel sendiri berdasarkan data Balai Pengelolaan (BP) DAS Barito tahun 2013 mempunyai luas 3.691.507 hektare (ha) dengan kawasan hutan 1.767.910 ha (47,8 persen).
Dalam kawasan hutan itu pula tidak berhutan 854.711 ha atau 48,35 persen (Rencana Kehutanan Tingkat Prov Kalsel 2013-2032) serta terdapat lahan kritis 640.709 ha atau 17,36 persen.
Di wilayah Kalsel itu terbagi dalam 183 aliran sungai, 31 diantaranya dengan kriteria dipulihkan (BPDAS Barito 2014) dan tercatat sebanyak 550 titik kejadian banjir (Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah 2010).
Kemudian berdasar data Kementerian Lingkungan Hidup RI tahun 2015, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kalsel urutan 26 dari 33 provinsi di Indonesia atau dengan nilai 57,51.
Oleh karena itu pula, untuk regulasi daerah pada Perda pengelolaan DAS itu memuat antara lain tentang pemanfaatan sumber daya alam (SDA) berupa hutan, tanah dan air sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional.
"Pemanfaatan SDA itu harus sebaik-baiknya berdasarkan azas kelestarian, keserasian dan azas pemanfaatan yang optimal, yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara seimbang," demikian Komisi III DPRD Kalsel.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017