Marabahan, (Antaranews Kalsel) – Dinas Kesehatan Kabupaten Barito Kuala, menggelar Sosisalisasi dan Advokasi Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis di Aula RSUD H Abdul Azis Marabahan, Rabu (26/4).
“Setelah melaksanakan program penanggulangan melalui Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) selama 5 tahun, yakni sejak tahun 2012 hingga 2017, Batola optimis mampu mencapai eliminasi filariasis (penyakit kaki gajah),†ujar Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (KP2) Dinkes Batola Zulfikar, di Marabahan.
Menurut dia, sebelumnya Batola sempat dinyatakan endemis filariasis atau penyakit kaki gajah.
Dojelaskannya, berdasarkan hasil pemeriksaan darah jari yang dilaksanakan BBTKL PP Banjarbaru dan Subdit Filariasis dan Kecacingan tahun 2012, ditemukan angka microfilaria rate (mf rate) di Batola sebesar 2,19 persen.
Sejak itu, sebut dia, Batola melaksanakan program penanggulangan filariasis melalui POPM yang setiap tahun berturut-turut dengan sasaran seluruh penduduk.
“Tahun 2017 ini merupakan tahun ke-5 Batola melaksanakan POPM,†ungkapnya.
Zulfikar menambahkan, seselasi kegiatan POPM 5 tahun berturut-turut ini, kemudian dilanjutkan survey evaluasi prevalensi yang apabila masih ada resiko penularan (mf rate) di atas satu persen maka POPM dilanjutkan lagi dua tahun ke depan.
Namun, lanjutnya, apabila mf rate di bawah satu persen maka Batola memasuki periode stop POPM selama dua tahun dengan surveilans ketat untuk kemudian dievaluasi penularan dengan transmission assessment survey (TAS) oleh Kementerian Kesehatan.
“Jadi untuk POPM di tahun 2017 ini hasilnya dapat diketahui dua tahun ke depan. Namun kita berdoa semoga hasil dua tahun ke depan Batola eliminasi filariasis,†ucapnya optimis.
Sebelumnya, Bupati Batola H Hasanuddin Murad melalui Asisten Bidang Pembangunan M Anthony menyatakan, program eliminasi filariasis merupakan program nasional dalam pemberantasan penyakit menular.
Bahkan, terang dia, sejak tahun 2012 Indonesia telah menjadi salah satu negara yang ikut serta dalam mengeliminasi filariasis secara global yang dideklarasikan oleh WHO pada tahun 2000 lalu.
Filariasis atau yang lebih dikenal penyakit kaki gajah ini, sebut bupati, merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan cacing filaria (mikrofilaria) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk dan menyerang saluran dan kelenjar getah bening yang menimbulkan pembengkakan pada kaki dan lengan serta organ-organ tubuh vital lainnya.
Upaya penanggulangan melalui POPM bagi seluruh masyarakat Batola, katanya, telah dilakukan sejak 2012 hingga sekarang dengan harapan mengeliminasi filariasis namun juga dapat mencegah muncul dan meluasnya penyakit cukup berbahaya ini.
Melalui sosialisasi tentang penyakit tersebut, ungkap dia, akan semakin menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat sehingga dapat ikut berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah muncul dan berkembangnya penyakit ini.
Sosialisasi dan Advokasi POPM Filariasis yang melibatkan para camat, para kepala puskesmas dan SOPD terkait se-Batola itu menghadirkan pembicara dari Dinas Kesehatan Kalsel yakni, Kabid Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Hj Nina Sandra dan Bambang Sutiarjo (Kasis P2M).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017
“Setelah melaksanakan program penanggulangan melalui Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) selama 5 tahun, yakni sejak tahun 2012 hingga 2017, Batola optimis mampu mencapai eliminasi filariasis (penyakit kaki gajah),†ujar Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (KP2) Dinkes Batola Zulfikar, di Marabahan.
Menurut dia, sebelumnya Batola sempat dinyatakan endemis filariasis atau penyakit kaki gajah.
Dojelaskannya, berdasarkan hasil pemeriksaan darah jari yang dilaksanakan BBTKL PP Banjarbaru dan Subdit Filariasis dan Kecacingan tahun 2012, ditemukan angka microfilaria rate (mf rate) di Batola sebesar 2,19 persen.
Sejak itu, sebut dia, Batola melaksanakan program penanggulangan filariasis melalui POPM yang setiap tahun berturut-turut dengan sasaran seluruh penduduk.
“Tahun 2017 ini merupakan tahun ke-5 Batola melaksanakan POPM,†ungkapnya.
Zulfikar menambahkan, seselasi kegiatan POPM 5 tahun berturut-turut ini, kemudian dilanjutkan survey evaluasi prevalensi yang apabila masih ada resiko penularan (mf rate) di atas satu persen maka POPM dilanjutkan lagi dua tahun ke depan.
Namun, lanjutnya, apabila mf rate di bawah satu persen maka Batola memasuki periode stop POPM selama dua tahun dengan surveilans ketat untuk kemudian dievaluasi penularan dengan transmission assessment survey (TAS) oleh Kementerian Kesehatan.
“Jadi untuk POPM di tahun 2017 ini hasilnya dapat diketahui dua tahun ke depan. Namun kita berdoa semoga hasil dua tahun ke depan Batola eliminasi filariasis,†ucapnya optimis.
Sebelumnya, Bupati Batola H Hasanuddin Murad melalui Asisten Bidang Pembangunan M Anthony menyatakan, program eliminasi filariasis merupakan program nasional dalam pemberantasan penyakit menular.
Bahkan, terang dia, sejak tahun 2012 Indonesia telah menjadi salah satu negara yang ikut serta dalam mengeliminasi filariasis secara global yang dideklarasikan oleh WHO pada tahun 2000 lalu.
Filariasis atau yang lebih dikenal penyakit kaki gajah ini, sebut bupati, merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan cacing filaria (mikrofilaria) yang ditularkan melalui gigitan nyamuk dan menyerang saluran dan kelenjar getah bening yang menimbulkan pembengkakan pada kaki dan lengan serta organ-organ tubuh vital lainnya.
Upaya penanggulangan melalui POPM bagi seluruh masyarakat Batola, katanya, telah dilakukan sejak 2012 hingga sekarang dengan harapan mengeliminasi filariasis namun juga dapat mencegah muncul dan meluasnya penyakit cukup berbahaya ini.
Melalui sosialisasi tentang penyakit tersebut, ungkap dia, akan semakin menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat sehingga dapat ikut berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah muncul dan berkembangnya penyakit ini.
Sosialisasi dan Advokasi POPM Filariasis yang melibatkan para camat, para kepala puskesmas dan SOPD terkait se-Batola itu menghadirkan pembicara dari Dinas Kesehatan Kalsel yakni, Kabid Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Hj Nina Sandra dan Bambang Sutiarjo (Kasis P2M).
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017