Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan Birhasani mengatakan untuk mengembalikan masa keemasan industri rotan Kalimantan seluruh pimpinan daerah ini menuntut agar Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian membuka kembali kran ekspor rotan.

Menurut Birhasani usai menghadiri pelantikan pejabat Pemprov Kalsel di siring Pasar Lama di Banjarmasin Jumat, tuntutan agar kran ekspor dibuka kembali telah disampaikan sejak beberapa tahun terakhir, namun hingga kini masih dalam proses kajian dari seluruh pihak terkait.

"Bukan hanya Kalsel yang berjuang agar kran ekspor rotan dibuka, tetapi seluruh pimpinan daerah di Kalimantan juga memiliki tuntutan sama, hanya saja yang resmi mengirimkan surat baru Kalsel," katanya.

Birhasani mengungkapka, berdasarkan jawaban surat yang disampaikan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor ke Kementerian terkait, disampaikan bahwa pada saat ini harapan tersebut belum bisa dipenuhi, sehingga Permendag No.35/2011 tentang larangan ekspor rotan masih berlaku hingga kini.

Namun demikian, tambah dia, berdasarkan surat tersebut, kementerian terkait tidak menyatakan menolak seratus persen, tetapi akan mengkaji lebih mendalam, baik dari aspek perdagangan dan industri.

"Kalau dari Kementerian Perindustrian memang masih bertahan, rotan harus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri, namun demikian, ke depan akan tetap dilakukan kajian lebih mendalam," katanya.

Dalam waktu dekat, kata dia, Kementerian Perdagangan akan melakukan pertemuan dengan pelaku usaha di Kalsel, untuk menyosialisasikan potensi ekspor yang bisa digarap oleh pengusaha daerah.

Pada saat itu, tambah dia, pengusaha rotan akan diundang untuk hadir, sehingga bisa menyampaikan secara langsung keluhan dan keinginan mereka.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Petani Pedagang dan Industri Rotan Kalimantan (PEPPIRKA) Irwan Riadi mengatakan bahwa saat ini kondisi petani rotan benar-benar sangat memprihatinkan. Selain harga rotan yang anjlok, serapan rotan untuk industri dalam negeri kini juga hanya 15 persen.

Sebelumnya, Irwan mengatakan larangan ekspor rotan tidak hanya merugikan petani tetapi juga pemerintah yang kehilangan pendapatan dari cukai rotan hingga Rp54 miliar per tahun.

Menurut Irwan, berdasarkan data yang dia dapat dari beberapa perusahaan eksportir, sebelum ditutup pendapatan cukai Kalsel, khusus untuk rotan tidak kurang dari Rp54 miliar per tahun.

Setiap kontainer, kata Irwan, eksportir harus membayar ke bea cukai secara resmi sebesar Rp27 juta per kontainer, setiap bulan, pengiriman rotan setengah jadi ke berbagai negara mencapai 200 kontaier, jadi Rp27 juta dikalikan 200 kontainer menjadi Rp5,4 miliar per bulan.

"Jumlah tersebut, bila dikalikan sepuluh bulan saja, maka pendapatan dari cukai tersebut bisa mencapai Rp54 miliar per sepuluh bulan," katanya.

Kini, kata dia, pendapatan pemerintah dari cukai tersebut nol, karena sejak dikeluarkannya keputusan larangan ekspor rotan, pengusaha maupun petani rotan tidak lagi bisa menjual rotannya.

Bahkan beberapa perusahaan rotan, kini juga banyak gulung tikar, karena menderita kerugian, akibat stok rotan kualitas ekspor siap kirim tidak jadi bisa dikirim.

Pewarta: Latif Thohir

Editor : Ulul Maskuriah


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2017